Title: Please Don't.

Author: Mihael. (@SUZEY94)

Cast: Chanyeol and You.

Genre: Angst, Fluff, Sad or somekind like that(?)

Rating: PG-13

Length: ±2000 words

Summary: Dia tidak pernah tau. Tetaplah seperti ini. Jangan pergi.

**************

Malam. Bintang diatas cakrawala. Dingin. Jaket. Dan rangkulan tangan Chanyeol.

Kami berjalan berkeliling kompleks perumahan. Chanyeol tadinya mengajakku makan malam di kedai ddokbokki di tepi jalan, namun setelah sepuluh menit berjalan kaki ternyata kedainya tutup. Raut wajah Chanyeol seketika masam karena saat itu dirinya lah yang sedang kelaparan. Aku tertawa dan mencubit hidungnya, dan kami pun berkejar-kejaran layaknya anak kecil. Chanyeol menangkapku, memelukku, dan kita tertawa bersama.

Chanyeol pun memutuskan mengajakku ke supermarket, membeli beberapa ramyun dan makanan ringan.

Dapur menjadi sasaran. Chanyeol merebus ramyun sedangkan aku mengiris bahan-bahan yang akan dicampurkan. Sesekali Chanyeol melirik kearahku dan berceloteh lucu sehingga tawaku seketika meledak. Begitu seterusnya. Kami sibuk tertawa bersama dan tersadar ketika panci rebusan ramyun itu meluapkan airnya karena tekanan. Kami membeku sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak berdua. Selalu seperti itu.

Ramyun matang. Aku menuangkan isinya ke mangkuk selagi Chanyeol berjongkok sedikit mengamati kegiatanku. Aku tersenyum tipis. Jika saja ramyun ini tidak panas mungkin aku sudah menyiram wajah polosnya.

Kami duduk di meja makan. Berhadap-hadapan. Chanyeol makan seperti orang kelaparan dan aku memperhatikannya sambil menahan tawa.

"Apa yang kau lihat?" Chanyeol tiba-tiba bersuara dengan mulut penuhnya.

"Bukan apa-apa." Dustaku seraya menyumpit dan meniup ramyun di tangan. Tak ada balasan dari Chanyeol, dia sibuk dengan ramyun dihadapannya.

Pukul 9 malam. Kami bersantai di sofa sambil dengan acaknya mengganti channel televisi. Lebih tepatnya Chanyeol yang melakukannya, sedangkan aku tiduran dipahanya sambil membaca majalah.

"Aku bosan." Suara bass-nya menggelitik telingaku.

Aku melirik kearah wajahnya, memperhatikan ekspresi sebalnya yang menghadap ke televisi. Senyuman kecil lagi-lagi aku sunggingkan.

"Ini sudah pukul 9 malam. Memangnya kau mau kemana?"

Chanyeol menunduk kearah wajahku, "Main petak umpet?"

Aku menatap matanya, mencari guratan candaan di kedua maniknya. Namun nampaknya Chanyeol serius dengan ucapannya barusan.

Aku duduk menghadap kearahnya, "Kau serius?"

Chanyeol mengangguk. Creepy smile terukir diwajahnya.

Kali pertama Chanyeol yang jaga. Lalu dia berhasil menemukanku yang bersembunyi di dalam kotak pakaian kotor. Kemudian aku yang jaga, dan sepuluh menit kemudian aku menemukan Chanyeol asik berbaring di sofa lantai atas. Aku lantas mengacak-acak rambutnya dan dia balas mengacak-acak rambutku. Lalu kami tertawa lagi.

Kami terus melakukannya hingga hampir larut malam. Kali terakhir Chanyeol yang jaga dan menemukanku di balkon lantai atas yang sedang memandang kearah langit.

Chanyeol duduk dan merengkuh tubuhku dengan kedua tangannya dari belakang.

"Apa yang kau lihat? Bukannya tidak ada bintang diatas sana?"

Chanyeol menempelkan dagunya dibahuku, matanya ikut menatap langit.

"Tidak apa-apa." Jawabku singkat. Chanyeol tak lagi membalas ucapanku.

"Kau tidak tidur?"

Aku hanya menjawab ucapan Chanyeol dengan gelengan. Hening lagi. Sampai lima belas menit kemudian tubuhku terasa berat. Chanyeol tertidur. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku, dan kami terus dalam posisi ini sampai keesokan paginya.

***

Siang. Hujan. Dingin. Serta Chanyeol dengan jaketnya memeluk tubuhku.

Kami berencana ke toko buku berdua, namun hujan deras yang tiba-tiba mengguyur membuat kami terjebak di etalase toko yang letaknya hanya berapa meter dari halte bus.

Aku sudah berkali-kali meminta Chanyeol untuk nekat menerobos hujan dengan berlari-lari kecil menuji halte, tapi dia selalu menolaknya.

Tapi tak masalah. Selama Chanyeol terus memelukku seperti ini aku rasa aku tidak akan berhasil marah padanya.

Aku pikir Chanyeol betah menunggu disini, tetapi ternyata dengan gerakan mendadak Chanyeol mengangkat jaketnya keatas kepala kami berdua, dan memintaku bersiap-siap untuk lari kearah halte.

Aku tersenyum, setengah ingin tertawa. Dan selama beberapa detik kemudian kami pun berlari menerobos hujan dengan jaket Chanyeol diatas kepala.

Kami tertawa berdua ketika sampai di halte. Jaket Chanyeol basah kuyup dan celana jeans-nya juga basah terkena cipratan air, begitu pula denganku.

Chanyeol meninggalkan jaketnya yang basah kuyup di halte saat bus datang. Chanyeol bilang jaket itu telah usang, tapi aku tidak percaya. Mana mungkin dia pergi menemaniku ke toko buku mengenakan jaket yang usang bukan? Tapi biar saja, Chanyeol punya sejuta cara untuk membeli jaket baru.

***

Musim gugur. Sore hari. Dan telapak tangan Chanyeol yang sedang menutupi kedua mataku.

Hari ini ulang tahunku, Chanyeol bilang dia akan memberiku kejutan. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya ketika ulang tahunku tiba, Chanyeol hanya memberiku ucapan serta sebuah kado kecil setelah pulang sekolah. Tidak ada kejutan, tidak seperti hari ini.

Chanyeol sudah menghadangku didepan pintu masuk ketika aku tiba di rumah. Ia lantas menutup kedua mataku dan menuntunku masuk ke dalam.

Jantungku berdebar. Tidak terbayang dipikiranku bentuk kejutan apa yang akan ia berikan.

Ia menuntunku ke lantai atas. Aku rasa ia membawaku ke kamarku.

Chanyeol memperingatkanku untuk tidak membuka mata ketika ia membukakan pintu.

"Tadaaaa!"

Aku lantas membuka mataku.

Kamarku.

Chanyeol.

Bukan.

Chanyeol mengacak-acak kamarku!

Aku menoleh kearahnya dengan tatapan sebal tapi ia membalas tatapanku dengan creepy smile-nya, kentara sekali dia berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.

Jadi ini kejutannya? Menghancurkan kamarku? Mati kau Park Chanyeol!!!

Lalu Chanyeol berlari ke lantai bawah. Aku mengejarnya. Berkali-kali Chanyeol mengucapkan kata minta ampun. Enak saja. Dia sudah seenaknya mengerjaiku!

Chanyeol berlari keluar rumah, kearah garasi.

Kakiku menapak ke dalam garasi.

Tiba-tiba lampu menyala.

Didepan sana ada Chanyeol dan beberapa temanku, meneriakkan ucapan selamat ulang tahun padaku sambil menyanyikan lagu.

Garasi mobil disulap menjadi tempat pesta ulang tahun kecil-kecilan yang penuh balon, pita, terompet, dan kue ulang tahun di meja di tengah ruangan.

Chanyeol berada ditengah. Dia yang paling menjulang tinggi sekaligus paling bersemangat.

Mataku panas. Dadaku rasanya ingin meledak. Aku menutup mulut dengan kedua telapak tanganku.

Chanyeol sukses dengan kejutannya.

Ia berjalan kearahku. Mengangkat wajahku dengan kedua telapak tangannya.

"Selamat ulang tahun, cengeng."

Chanyeol mengusap airmataku. Aku memukul tubuhnya.

"Menyebalkan!"

Chanyeol tertawa. Sepertinya ia sangat menikmati.

"Tapi kau suka kan?"

Aku lantas memeluknya. Mengucapkan kata terimakasih berkali-kali. Ia balas memelukku. Kemudian kami ke tengah ruangan, memotong kue.

Potongan pertama berhasil mendarat diwajahnya. Itu balasan dariku karna ia berani mengerjaiku tadi. Lalu kami semua malah saling melempar kue. Saling bersaing mengotori wajah lawan dengan krim.

Aku tertawa. Chanyeol.tertawa. Kami semua tertawa. Aku rasa Chanyeol menyisipkan kebahagiaan di hidupku. Dia selalu bisa membuatku tertawa, apapun caranya.

***

Siang hari. Musim panas. Dan segelas es jeruk serta Chanyeol duduk di teras rumah. Bersama seorang gadis yang tak kukenal.

Aku hanya mengintip dari dalam, berusaha menguping pembicaraan mereka.

Siapa gadis itu? Kenapa Chanyeol membawanya kemari? Apa maunya? Haruskah aku keluar dan mengusir gadis itu pergi? Karna sungguh aku benci dia ada disini.

Dadaku sakit. Aku ingin menangis. Tapi Chanyeol pasti tak akan suka melihatku menangis.

Aku berlari ke kamar. Mengunci pintu. Mengambil kertas dan menulis segala macam makianku untuk Chanyeol dan gadis itu.

Kenapa begini? Kenapa rasanya seperti ini? Kenapa sesakit ini?

Aku menyayangi Chanyeol. Chanyeol itu milikku. Sejak dulu. Aku kekasihnya. Aku milik Chanyeol. Kami saling menyayangi. Kami saling mencintai. Kami ditakdirkan bersama. Selamanya.

Seharusnya seperti itu.

Seharusnya seperti itu jika Chanyeol bukan kakakku. Seharusnya kami bisa pergi bersama, bergandengan tangan kemanapun kami pergi, saling membagi pelukan, dan yang lainnya. Aku tau kami sering melakukannya, namun tetap saja berbeda. Chanyeol hanya sebatas menyayangiku sebagai adiknya. Sebagai adik tirinya. Sebagai satu-satunya keluarga yang ia miliki. Bukan sebagai seorang gadis. Bukan.

Seharusnya aku tau kalau pada akhirnya akan seperti ini. Seharusnya aku tidak usah menyayangi Chanyeol sebagai orang lain. Seharusnya... Seharusnya...

Terlalu banyak kata seharusnya. Dan semuanya sudah terlambat. Chanyeol memiliki seorang pacar. Dan aku akan di nomor duakan.

Dan ini sakit sekali.

Aku masih menangis ketika terdengar ketukan di pintu. Chanyeol mengajakku makan siang di luar tetapi aku menolaknya.

Terus seperti itu. Aku selalu menolak bertatap muka dengan Chanyeol.

Hingga suatu malam saat aku hendak kembali ke kamar, Chanyeol menghadang jalanku.

"Kau kenapa?"

Aku ingin menangis. Sebuah suara dari bibir Chanyeol membuatku ingin menangis. Ingin rasanya aku berteriak padanya, mengeluarkan segala beban yang menyakitkan di dalam dadaku. Tapi aku tidak sanggup. Aku tidak akan pernah mau melakukannya. Chanyeol akan membenciku. Tidak akan.

"Aku baik-baik saja."

Aku berjalan melewati tubuh Chanyeol. Dia tidak menahanku. Yang kudengar hanya suara helaan nafas dan langkah kakinya menjauh.

Aku tiba di kamar. Aku tidak menangis. Lebih tepatnya aku berusaha untuk tidak menangis.

Tapi sia-sia.

Dadaku terlalu sesak. Aku dan Chanyeol menjauh. Tidak ada lagi sarapan bersama, berangkat sekolah bersama, jalan-jalan bersama, tidak ada lagi kata bersama untuk kami berdua.

"Aku mohon katakan, kita kenapa?"

Chanyeol tiba-tiba ada dibelakangku. Sejak kapan? Aku pasti lupa mengunci pintu.

Aku menghapus sisa-sisa air mata sebisaku. Tapi Chanyeol menangkap gerak-gerikku.

"Kau menangis?"

Langkah kaki Chanyeol mendekat.

"Maafkan aku." Ujarnya.

Aku juga minta maaf.

"Maafkan aku. Aku lancang. Aku sudah membaca ini."

Membaca apa?

Aku membalikkan badan menghadap kearahnya.

Jantungku.

Chanyeol mengangkat buku itu. Buku harianku. Satu-satunya benda yang tau betapa aku sangat mencintai Chanyeol.

Aku membeku. Tak bisa berkata-kata lagi. Chanyeol sudah tau. Dan mulai saat ini dia pasti akan membenciku.

"Maafkan aku." Ujarnya lagi.

Ya. Aku tau. Chanyeol minta maaf karena ingin membenciku. Menjauhiku. Aku sudah siap. Maksudku, aku harus siap.

Aku hanya diam. Terlalu sakit. Terlalu sesak. Terlalu banyak yang ingin aku utarakan. Namun semuanya hanya tertahan dibibirku. Aku tidak sanggup mengatakan apa-apa. Seolah kebisuan merenggutku.

Tiba-tiba Chanyeol menghambur. Memelukku. Membisikkan kata-kata yang membuat jantungku seolah ingin lepas dari tempatnya. Membuat mataku mendelik kaget. Membuat syarafku seolah membeku selama beberapa detik.

"Saranghae. Saranghae. Saranghae. Saranghae."

Chanyeol terus-terusan membisikanku kata-kata itu. Membuatku semakin membeku.

"Kau tau betapa susahnya aku memendam perasaan ini? Betapa tersiksanya aku menahan hasrat untuk tidak memelukmu setiap detik? Setiap waktu kapanpun yang aku bisa? Kau tidak tau betapa sulitnya aku menahan diri untuk tidak menyentuhmu, menciummu, mengatakan padamu bahwa aku sangat mencintaimu. Lebih dari perasaan seorang kakak kepada adiknya."

Chanyeol menghela nafas, berusaha menenangkan tubuhnya yang gemetar hebat.

"Aku selalu menahan diri. Berkali-kali berkata pada diriku kalau aku tidak pantas memiliki perasaan itu. Dan perlahan-lahan aku mulai bisa terbiasa dengan kehadiranmu, sebagai adikku. Tetapi disaat aku mulai terbiasa, kau malah seperti ini..."

"Maafkan aku Chanyeol, maafkan aku."

Chanyeol mengangkat wajahku, menatap kedua manik mataku dalam-dalam. Ibu jarinya mengusap sisa air mataku. Kemudian kedua ibu jarinya bergerak ke pipiku kemudian ke bibirku, dan berhenti disana.

Wajah Chanyeol mendekat. Dia mencium ibu jarinya, menggerakkan kedua ibu jarinya perlahan menjauh, dan tubuhku seolah tersengat listrik saat bibir kami bertemu.

Musim gugur. Malam hari. Dan Chanyeol benar-benar milikku. Terus seperti ini. Aku harap benar-benar selamanya.

--------------END---------------

This FF is dedicated to tale. Maaf berantakan. Maaf jelek. Semoga suka ya!