Title: Tears.
Author: @gdssi
Casts: Kwon Jiyong, you (female).
 
Pemuda itu memasuki rumah sakit dengan perlahan, tote bag di tangan kanan, dan sebuket kecil bunga di tangan yang lain. Sepertinya salju yang dingin mengikutinya, wajahnya terlihat kedinginan, lebih tepatnya mungkin terlalu lelah. Namun, ia tetap berjalan melewati meja resepsionis dan berjalan ke lantai atas. Sudah beberapa bulan sejak kunjungan terakhirnya dan itu menyakitkan baginya karena telah pergi begitu lama.

Begitu ia mencapai lantai atas, ia langsung melangkahkan kakinya ke ruangan yang telah ia kunjungi berkali-kali dalam satu tahun terakhir atau lebih—mungkin dua. Ia mengambil nafas dalam-dalam lalu membuka pintu perlahan meskipun ia tau bahwa itu tidak mungkin mengggangu penghuni ruangan ini.

Kwon Jiyong berhenti di ambang pintu untuk mengedarkan pandangannya ke seluruh titik di ruangan, yang tidak berubah dalam empat bulan sejak kunjungan terakhirnya. Respirator, monitor jantung, dan peralatan medis lainnya yang diperlukan berdiri di sisi tempat tidur, berbagai kabel bermacam warna terlihat berantakan di sisi bawah selimut untuk menjamin kelangsungan hidup wanita muda itu. Tatapannya terkunci saat melihat wajahnya, wajah yang sama seperti ia ingat.

Penyanyi itu duduk di kursi yang disediakan di ruangan itu, hatinya senang bahwa belum ada yang menjenguk hari ini, meskipun ada tanda-tanda bahwa yang lain telah berada disini dalam beberapa hari terakhir. Beberapa balon dan kartu, semuanya berisikan “Happy Birthday”. Ia memutuskan untuk meninggalkan tote bagnya untuk sementara di meja kecil disamping tempat tidur. Ini adalah rutin sang penyanyi, ia telah melakukannya seminggu sekali, setiap minggu sampai hari ulang tahunnya, ketika kehidupan menyusulnya, dan ia mendapati dirinya kekurangan waktu untuk mengunjungi orang yang dicintainya lebih dari hidupnya sendiri. Setelah ia membereskan bunga yang duduk manis dijendela, isi tote bagnya terungkap: strawberry shortcake.

Pemuda itu tetap memegang kue tersebut sampai ia kembali ke kursinya, kue itu dengan nyaman beristirahat di pangkuannya.

“Selamat ulang tahun. Maaf itu sudah begitu lama.”

Dia berbicara riang, berusaha sebaik-baiknya untuk menahan emosinya. Dia tau orang yang diajaknya berbicara tidak akan bisa menjawab, itu tidak mungkin, jiwanya berada di surga dan satu-satunya hal yang menjaga tubuhnya adalah mesin yang terhubung padanya. Namun, ia seakan lebih memilih untuk berbicara dengannya, Jiyong tidak membuat keluhan, untuk saat ini, ini adalah hal yang mestinya terjadi.

“Ingat bagaimana aku berkata aku berhasil masuk ke YG Entertainment? Mereka menjadikanku sebagai trainee. Papa YG adalah orang yang baik, dia berkata bahwa aku tidak perlu mengkhawatirkan tentang biaya kuliah dan aku bahkan mampu memberli apartemen baru.” Ia berkata dengan tenang hal-hal yang dialaminya empat bulan terakhir, ia tertawa memikirkan hal-hal kecil, peristiwa dimana dia berharap dia bisa melihat kejadian-kejadian itu lagi: Seunghyun mabuk pada bulan September, Chaerin memintanya berkencan beberapa minggu lalu, Daesung dan Minzy yang mendukungnya bersama-sama berkata bahwa dia akan pulih.

“Apartemenku dekat dengan gereja, jadi kau bisa pergi ke gereja jika aku punya waktu, tapi kebanyakan aku di kampus atau latihan. Aku hampir tidak punya waktu untuk mengurus anjing kita, jadi dia biasanya bersama Seunghyun, atau kadang-kadang bersama Chaerin.” Saat ia melanjutkan, Jiyong mulai merasakan air mata di matanya, napasnya seperti terjebak dalam suatu halangan setiap beberapa kata. “Chaerin juga datang bersama seorang juru masak, dia mungkin hampir sama bagusnya denganmu sekarang.” Bukannya tertawa, ia malah mengeluarkan air matanya, persetan dengan apapun, dia hanya ingin menumpahkan semua air matanya.

Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya, yang besar, menggenggam salah satu tangan mungilnya. Hanya sekarang dia menyadari bahwa dia sudang semakin kurus. Bahkan wajahnya, tulang pipinya semakin terlihat. Bahkan jika dia masih hidup, mungkin dia perlahan-lahan merosot, kemungkinan  besar karena tidak ada jiwa yang ada untuk memberikan tubuhnya kehidupan,

“Aku merindukanmu. Aku merindukanmu saja sudah cukup untuk membuatku merasa hilang. Karena aku melihatmu dalam mimpiku, mengawasimu sendirian.” Suaranya perlahan-lahan memberat. Isak tangisnya semakin terdengar, dia menghembuskan napas. “Dan sekarang aku… akhirnya aku kembali ke sini, melihatmu seperti ini… dan itu hanya terasa seperti meninggalkanmu, lagi.” Seharusnya ia tidak menyakiti dirinya sebanyak ini, seharusnya tidak ada salahnya untuk hanya melihat orang yang paling berharga dan merasa dunia telah menghancurkan sekitarmu.

“Tolong… jangan pergi… Hanya, silahkan pergi dan kembali segera.” Pinta Jiyong, karena perempuan yang dicintainya tampak berada di tepi kematian. “Kau lebih kuat dari setiap orang, dan aku tau… aAku tau kau ingin melindungi semua orang, tapi setidaknya kau harus—“ permohonannya berhenti, tangannya mengusap matanya, yang ia nyaris tidak menyadari hal itu. Melalui air mata, ia bisa melihatnya, hanya nyaris, tangan kecil perempuan itu mencoba untuk memegang salah satu tangannya yang jauh lebih besar. Dan air mata dan isak tangis berlanjut, hanya saja kali ini, suka cita memicu mereka, bukan kesedihan yang menghancurkan seperti sebelumnya.

“Bahkan jika aku tidak ada sini, di ruangan ini,” bisik pemuda tersebut, senyumnya terlihat menyedihkan. “Aku akan selalu berada disini, disisimu, dan aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan menunggu selama yang kau butuhkan…”