LOVE LETTER~

Casts                     : Choi Eunsoo as YOU

                                : EXO Baekhyun as himself -Byun Baekhyun-

                                : EXO Kai as himself -Kim Jongin-

                                : IU as herself -Lee Jieun-

                                : MissA Suzy as herself -Bae Suji-

                                : And other cameos you can find it if you read my ff :D

Genre                   : Romance, School life, Teenager

Lenght                  : OneShoot 5.290 words

Rate                       : Halah semua umur dah gua jamin! [?]

Author                  : @WM_ChoiJinri

 

 

 

“Bagaimana? Apa sudah ada respon dari Baekhyun sunbae?”

 

“Aku fikir jawabannya darinya pasti iya. Karena.. lihatlah dirimu Eunsoo kau begitu cantik! Rambutmu terurai panjang dan bersinar juga tinggi badan yang oh! Demi apa sungguh membuatku iri.”

Segelintir kalimat penyemangat dari kedua sahabat yeoja bernama Eunsoo itu melalang lintang tanpa henti dikepalanya. Kalimat itu.. kalimat itu selalu mengganggu fikirannya. Memang, kalimat itu adalah kalimat penyamangat dari kedua sahabatnya. Namun baginya kalimat tersebut adalah kalimat yang bisa saja membuatnya memutuskan urat nadinya kapan saja.

TAKK! TAKK! TAKK!

 

Eunsoo menghentak-hentakkan telunjukknya pada meja belajarnya. Kepalanya ia tenggelamkan pada permukaan meja. Mungkin sudah terhitung satu minggu dia rutin melakukan kegiatan tersebut sepulangnya dari sekolah.

Menunggu telpon dari seseorang.

“Haaahhh!!”

Ia meraung kesal dan mengangkat kepalanya tegak. Dipandangnya ponsel miliknya dengan tatapan nanar namun dibalik itu ada rasa kesal dalam dirinya.

“Sudahlah mungkin aku terlalu berharap” Eunsoo berdiri dari tempatnya duduk, diambil ponselnya lalu membanting tubuhnya pada tempat tidur.

Kembali ditatap ponselnya itu. “Maaf sunbae mungkin aku memang ter....”

DRRRTTT DRRTTTT...

 

Belum selesai ia bercuap, ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Dari nomor yang tidak dikenalnya!!

Eo.. Mungkinkah ini Baekhyun sunbae?

Err..

Eunsoo harap iya.

Disentuhnya tombol answer dan seketika itu wajahnya berubah penuh harap. Berharap itu adalah Bakhyun sunbae-nya.

“Yeo..yeoboseyo” Sapa Eunsoo gugup. Tak ada jawaban dari sana. “Yeoboseyo sunbae?” Ulangnya tak berfikir apakah yang menelponnya itu benar-benar Baekhyun sunbae.

“Halo apakah kau benar-benar Choi Eunsoo siswi kelas 11-G?”

Suara namja! Yah ini benar-benar suara seorang namja! Mungkinkah~ mungkinkah ini benar-benar Baekhyun sunbae? Ah tetapi suara namja ini terlalu berat untuk suara Baekhyun sunbae yang sering Eunsoo dengar.

Mungkin karena ini ditelpon, makanya suaranya berbeda. Fikir Eunsoo yang terus berharap namja yang menelponnya benar-benar Baekhyun sunbae.

“Halo? Apa kau masih disana Choi Eunsoo-sshi?” Tanya namja yang Eunsoo fikir adalah Baekhyun.

Eunsoo terhenyak dari lamunan penuh harapnya itu. “I..iya sunbae”

“Sunbae?” Tanya namja disana.

“Ne?” Eunsoo balik bertanya.

“Ah aniya, lupakan saja. Oya soal surat cintamu.. Mhh~ aku terima. Aku akan coba berpacaran denganmu” Ucap namja tersebut dengan logat yah agak bisa dibilang datar.

Kalimat itu, kalimat yang dikeluarkan oleh namja yang entah benar baekhyun atau bukannya tersebut berhasil membuat Eunsoo kalang kabut. Wajahnya seketika berubah matang dan.. dan mulutnya? Yah tentu saja mulutnya terkunci. Dia benar-benar tak tahu harus berkata apa.

“Halo Choi Eunsoo-sshi...”

“....”

“Ah baiklah aku mengerti. Tunggu aku, besok ketika jam istirahat aku akan pergi ke kelasmu. Aku ingin mengobrol denganmu dan tahu lebih banyak tentangmu. Annyeong!”

TUTT TUTT TUTT

 

Sambungan telpon sudah terputus namun Eunsoo dia tetap saja tak bererak sama sekali dari posisi semulanya. Dia masih tak percaya. Mungkinkah ia tengah bermimpi? Mungkinkan dia sudah gila karena seminggu ini menunggu telpon dari Baekhyun? Atau mungkinkah... Ah! Sudahlah jangan fikirkan hal-hal yang menurutmu itu adalah sebuah mimpi atau khayalan, Choi Eunsoo! Yang terpenting sekarang adalah kau sudah resmi menjadi seorang kekasih dari namja bernama Byun Baekhyun itu. Haha tak sia-sia kau menulis nomor telponmu dengan font yang cukup besar di surat cintamu itu.

Esok hari jam istirahat.

“JINCHAAAAAAAAA~!!??”

Teriakan kedua sahabat Eunsoo yang bernama Lee Jieun dan Bae Suji sempurna membuat seisi kelas menatap risih mereka.

“Ya! Pelankan suara kalian!” Tegur Eunsoo -agak- merasa malu.

“Haha kami kan tengah merayakan hari jadianmu dengan Baekhyun sunbae, Soo-ya” jelas Jieun seraya membenarkan letak kacamatanya. Yah yeoja satu ini benar-benar sangat rajin!

“Benarkah itu?! Benarkah itu? Kyaaa~ akhirnya kau mengikuti jejak kami. Tidak jomblo lagi” Suji meremas dengan gemas pipi chubby Eunsoo. Iya benar kini mereka bertiga tidak ada yang jomblo lagi mengingat Suji sudah berpacaran dengan Dongho selama hampir setahun dan Jieun yang baru saja ditembak Wooyoung sunbae tiga bulan yang lalu. Dan kini? Eunsoo pun menyusul mereka!

“Aigoo~ sakit!” Eunsoo menepis tangan Suji. “Hah Suji-ya tenagamu bisa dibilang sama dengan tenaga kuli bangunan ara!” Sambung Eunsoo seraya memegangi pipinya yang yah bisa dibilang sudah -agak- memerah itu.

“Mianhae :3 ” Ucap Suji dengan wajah –sok- imutnya.

“Soo-ya! Ada yang mencarimu!” Teriak salah satu teman sekelas Eunsoo.

“AH! Itu pasti Baekhyun sunbae!” Seru Jieun. “Sana sana pergi! Kami tidak apa kok disini berdua” Suji mendorong tubuh Eunsoo.

“Hey tenanglah! Baik aku pergi, doakan aku yah!” Eunsoo mengepalkan tangan kanannya yang langsung diikuti oleh kedua sahabatnya itu.

Dan berjalan keluar kelas. Dilihatnya sekeliling, tak ada sedikitpun bayangan atau bau [?] dari kehadiran Baekhyun sunbae. Tapi akhirnya ketika Ia berbalik ia dikejutkan dengan kehadiran seorang namja yang tiba-tiba saja sudah berada dihadapannya.

“Annyeong penggemar rahasia” Sapa namja itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku blazernya. “Caramu menyatakan cinta padaku terlalu spontan memang. Tapi.... aku hargai” Namja itu menatap Eunsoo dengan tatapan matanya yang tajam. Kemudian berbalik dan melangkahkan kedua kakinya.

Namun baru saja langkahnya melangkah, ia terhenti. Berbalik “Ya! Kenapa kau hanya diam saja? Ikut aku. Kita mengobrol, aku belum terlalu mengenalmu ‘nae yeojachingu’!” Namja itu menekan perkataannya pada kalimat nae yeojachingu, membuat Eunsoo sempurna menelan ludahnya karena tegang dan yah takut. Bahkan takut sekali.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

BRUUKK!!

 

Eunsoo membanting tubuhnya keatas kursi kantin lalu menenggelamkan kepalanya pada permukaan meja. Kedua sahabatnya Suji dan Jieun bingung melihat sikap Eunsoo yang tiba-tiba –seperti orang- galau tersebut.

“Hey kenapa denganmu? Bagaimana sesi ‘berbagi info satu sama lain’ nya dengan Baekhyun sunbae? Apa kau merasa senang?” Jieun menatap heran sahabatnya yang masih dalam posisi terpuruk itu.

“Aku fikir dia begitu karena terlalu senang, Jieun-ah” Suji ikut berbicara.

Eunsoo mengangkat kepalaya cepat. “Tidak! Ini mimpi buruk!“ Teriak Eunsoo keras, namun karena suasana kantin yang ramai membuat teriakannya tak begitu banyak terdengar. “Arrgghh! Aku pasti sudah gila! Surat cinta itu.. surat cinta itu. Aku tidak memasukkannya pada loker Baekhyun sunbae! Tapi..” Kembali Eunsoo menenggelamkan kepalanya sebelum dia melanjutkan kalimatnya.

“Tapi apa hey?! Jangan-jangan kau salah loker” Suji menggucang kepala Eunsoo yang terkapar dipermukaan meja.

Eunsoo mengangguk dalam posisinya. “Iyaaa. Aku memasukan surat cintaku kedalam loker sipembuat onar Kim Jongin” Ucapnya pasrah seolah tak ada lagi harapan dalam sisa hidupnya [?]

“MWO?!” Kembali mereka berdua berseru.

“Ya! Bagaimana bisa! Apa kau tau Jongin itu benar-benar mengerikan! Kau tak akan tau kapan ajalmu datang jika kau berurusan dengannya” Jieun menakuti Eunsoo dengan raut wajahnya yang malah membuat Suji tertawa terbahak.

“Aku tau. Tapi aku tak berani bilang kalau aku salah memasukkan surat. Aku takut kalau Kim Jongin berfikiran aku tengah mempermainkannya.” Jelas Eunsoo menatap nanar jus alpukat yang dipegang Suji.

“Emm Suji-ya? Boleh kuminta jus mu?” Tanya Eunsoo dan langsung menyambar jus milik Suji. Namun ini aneh, biasanya Suji akan langsung protes jika Eunsoo melakukan hal serupa seperti tadi. Tapi kali ini? Dia benar-benar mematung!

Jieun juga!

“Ya! Kalian kenapa?!” Tanya Eunsoo seraya mengibaskan telapak tangannya didepan wajah kedua sahabatnya itu.

“I..itu” Jieun menunjuk ke depan –arah belakang dimana Eunsoo duduk-

“Mhh? Ada apa?” Tanya Eunsoo asik meneguk jus alpukat milik Suji.

“J..Jo..Jong”

“Chagiya annyeong!”

“UHUKKK!!”

Sapaan seorang namja bersuara -agak- berat sempurna mengagetkan Eunsoo sampai dia tersedak. Eunsoo tau namja itu, namja yang memanggilnya chagiya itu adalah Kim Jongin. ‘Kekasih’nya.

Sejurus setelah batuknya terhenti Eunsoo berbalik menghadap dimana Jongin berdiri tegap. “A-annyeong Jongin-sshi. K..kau mau?” Eunsoo menawarkan jus alpukatnya pada Jongin gugup. Ia takut obrolannya tentang surat cinta tadi terdengar oleh Jongin.

Jongin tersenyum tipis dan karena saking tipisnya tak ada satupun dari ketiga yeoja itu yang menyadari senyumnya. “Tidak terima kasih. Aku kesini hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu Eunsoo-sshi” Ucap Jongin datar dengan ekspresi dingin khas miliknya dan pandangannya tertuju ke arah lain.

Eunsoo menelan ludahnya dia yakin Jongin pasti mendengar obrolannya dengan Jieun-Suji tentang surat cinta itu. “A-apa itu?” Tanya Eunsoo ketakutan. Matanya lekat menatap wajah tampan milik Jongin.

Jongin. Pandangannya yang semula tertuju kelain arah kini terkunci pada kedua bola mata cantik milik Eunsoo. Wajah Jongin mulai memerah “Tetaplah disisiku” Dan dia pergi setelah berkata kalimat indah itu.

“Mwo...mwora...go?!” Eunsoo tak percaya. Suaranya begitu keras namun tak terdengar oleh Jongin yang memang sudah tak terlihat lagi dihadapannya.

“He..hebat~” Guman Suji dan terdengar jelas oleh Eunsoo.

Eunsoo memutar badannya sebelum dia berkata “Apanya yang..!” tetapi kalimatnya ia gantungkan dan wajahnya kembali murung. “Hah~ bagaimana ini? Jongin menanggapi serius surat cintaku” Eunsoo mempoutkan bibirnya. “Jieun-ah, Suji-ah. Eotteokhae?”

“Ah tante, tolong jangan tatap kami seperti itu. Kami benar-benar tak tahu harus menolongmu dengan cara apa” Dengan cepat Jieun mengelak tatapan mata Eunsoo yang memang ingin mereka untuk menolongnya.

“Itu tanggung jawabmu, Soo. Kau yang salah karena ceroboh!” Suji merebut jus alpukatnya dari tangan kanan milik Eunsoo. “Kau juga harus bertanggung jawab karena telah menghabiskan jus alpukatku. Ya!” Seru Suji kesal, namun orang yang dianggap Suji bersalah itu hanya melamun. Tatapan kedua bola matanya kosong.

“Kau benar Suji-ah” Dan Eunsoo kembali menenggelamkan kepalanya diatas permukaan meja.

“Dia menghabiskan jusku, Eun” Adu Suji pada Jieun dan Jieun hanya mengusap-usap punggung Suji mencoba menenangkan sahabatnya itu.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Pagi yang indah, namun tidak indah bagi Eunsoo. Yup ini adalah pagi pertama baginya dan Jongin. Pagi dimana Jongin akan menjemput ke rumahnya untuk berangkat bersama. Entahlah Eunsoo tak tahu harus berkata apa jika orangtuanya melihat ada seorang namja berpakaian seragam seenaknya dan mengendarai sepeda motor yang oh! Demi apa suara knalpotnya sangat berisik! Benar-benar mengganggu.

TIIDDD~!!

 

Suara klakson terdengar nyaring didengar oleh alat indra pendengaran Eunsoo. Kalian tahu, meskipun kamar Eunsoo berada di lantai dua dan jauh dari pekarangan rumah tetapi Eunsoo dapat mendengar jelas suara klakson nyaring milik sepeda motor yang dia kira betul adalah sepeda motor milik Jongin ‘kekasihnya’

“Ah eotteokhae.. Eotteokhae?!”

Eunsoo kalang kabut, dia berjalan memutari kamarnya berkali-kali.

“Soo-yaa! Turunlah ada yang menjemputmu dibawah!” Suara eomma dibalik pintu kamarnya begitu terdengar jelas. Tak tahu! Eunsoo benar-benar tak tahu harus menjawab apa jika eommanya bertanya tentang Jongin.

Perlahan Eunsoo berjalan menuju pintu kamarnya dan mempuka pintu kamarnya hati-hati.

“Se..selamat pagi. Eomma” Sapa Eunsoo gugup dan tersenyum kesan terpaksa.

“Hey cepat turun! Namjachingumu sudah menunggu daritadi”

M..mwo? Kenapa eomma bisa tahu kalau namja itu adalah namjachinguku? Apakah namja didepan sana benar-benar Kim Jongin? Batin Eunsoo.

“Eh?”

“Haha kau ini pintar sekali yah memilih pacar. Cepatlah turun namja mu benar-benar tampan hari ini” Eomma mendorong tubuh Eunsoo sampai menuruni tangga.

“Tunggu eomma, apakah namja itu berambut agak gondrong? Matanya tajam dan.. dan seragamnya berantakan?” Eunsoo bertanya ketika eommanya masih mendorong tubuhnya.

“Hey! Lihat saja sendiri sana” Eomma menghentikan langkahnya ketika dia dan Eunsoo sudah berada di depan pintu keluar. “Eomma bersumpah kau pasti benar-benar beruntung telah mendapatkan namja seperti dia” Dan pergi setelah mengedipkan sebelah matanya pada Eunsoo.

“Hah~” Eunsoo menghela nafas pasrah “Itu karena eomma tidak tahu apa-apa tentang Jongin” dan dibukanya pintu keluar rumahnya yang lumayan besar itu.

Ia berjalan lemas dan gontai. Err.. sepertinya Jongin telah membuatnya benar-benar terpuruk dan tersiksa seperti saat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah kesalahannya. Kesalahannya karena telah ceroboh. Lagipula seharusnya Eunsoo bersyukur karena Jongin tak menghabisinya karena telah mengirimi surat cinta padanya, walaupun itu dengan cara yang tak sengaja.

“Annyeong!”

Suara seorang namja mengagetkan Eunsoo, dia langsung terperangah.

“A..annyeong.” Balas Eunsoo gugup. Dipandanganya namja yang tengah bersandar di sebuah motor ninja hitam yang tengah terstandar tersebut. Eunsoo menatap namja itu dari ujung sepatu sampai ujung rambut. “J..Jongin. Jongin..sshi? Be-benarkah itu kau?” Tunjuk Eunsoo tak percaya.

Jongin tersenyum jengah lalu beranjak berdiri tegak. “Hey!” Dan dia menarik tangan Eunsoo sehingga jarak diantara mereka hanya beberapa senti saja. “Cepatlah naik! Sebentar lagi bel berbunyi” Jongin menyodorkan helm pada Eunsoo.

Eunsoo memakai helm yang diberi dari Jongin kemudian naik keatas motor ninja hitam yang menambah daya gentel bagi pemakainya itu. Namun beberapa detik berlalu, Jongin belum saja menjalankan motornya. “Jongin-sshi..” panggil Eunsoo.

“Berpeganglah.” Perintah Jongin datar namun dibalik kata itu tersirat rasa kekhawatiran dalam diri Jongin.

“M..mwo?” tanya Eunsoo bingung namun terkejut.

“Kubilang berpegangan!” Dengan cepat Jongin menarik kedua tangan milik Eunsoo dan melingkarkannya pada pinggang rampingnya tersebut.

Kalian bisa lihat, kedua wajah pasangan sejoli itu kini terlihat lebih matang! Terlebih Jongin. Ia menjadi salah tingkah karena perbuatannya sendiri.

Aku tak tahu kalau pinggang milik Jongin selebar ini. Kufikir selama ini tubuh Jongin hampir satu ukuran denganku, namun ternyata aku salah. Tubuhnya benar-benar seperti seorang lelaki. Batin Eunsoo dan terukir sempurna senyuman manis dikedua sudut bibirnya.

Tanpa sengaja Eunsoo meraba perut Jongin dan merasakan kotak-kotak abs yang dimiliki oleh Jongin. Wajahnya memerah ketika menyadari apa yang telah ia lakukan barusan. Dan dengan cepat ia melepaskan tangannya.

Tetapi sejurus kemudian Jongin kembali menarik salah satu tangan Eunsoo dengan tangan kirinya. “Pabo!” Ucap Jongin datar dan dingin.

“Mi..mian” Ucap Eunsoo malu atas perbuatannya tadi.

“Apa kau mau mati? Pegang yang erat! Jangan lepas!” Teriak Jongin diantara hiruk pikuknya suara kendaraan bermotor di jalanan kota Seoul tersebut.

Ternyata. Jongin memarahinya bukan karena perbuatan Eunsoo barusan, tetapi Eunsoo melepas pegangannya dari pinggang Jongin.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Sudah satu minggu terlewati. Kini Eunsoo sudah terbiasa dengan hari-harinya yang berstatus sebagai ‘kekasih’ dari si pembuat onar Kim Jongin. Namja yang berantakan, seenaknya keluar masuk sekolah dan tak segan membantah para guru itupun kini mulai berangsur berubah. Tidak total sih, hanya saja dia baru berubah dari penampilannya saja. Seragamnya kini terlihat selalu rapi walau yah kadang kemejanya ia keluarkan atau blazernya tak ia kancing seluruhnya namun itu sudah cukup ada perubahan dalam diri Jongin untuk hal berseragam.

Rambutnya. Yah rambutnya juga kini ia potong -agak- pendek dari sebelumnya. Tak terlalu pendek namun sempurna menghasilkan kesan aura karismatik (?).

Terlihat Eunsoo terus menatap dalam Jongin dari pintu kelasnya, Jongin yang tengah membereskan lokernya dikoridor itu benar-benar masih terlihat keren dan... yah tampan. Eunsoo tau dan semuanya juga tau kalau Jongin benar-benar si pembuat onar di sekolah ini. Namun hanya Eunsoo yang tau kalau dibalik imej jeleknya itu tersimpan sifat baik dalam dirinya yang brutal itu.

Jongin, dia pasti terlihat begitu tampan kalau tersenyum. Eunsoo tersenyum puas memperhatikan ‘kekasih’ nya itu. Mungkin eomma benar. Aku adalah gadis yang beruntung karena telah mendapatkannya.

 

Segelintir kalimat eomma yang pernah terucap kembali melintas difikiran Eunsoo. Membuat Eunsoo sukses kalang kabut dibuatnya. Mulutnya ia tutup dengan kedua tangannya, berharap tak ada yang mendengar gumamannya tadi.

DEGG

 

Tapi...

Tunggu, kenapa ini? Kenapa jantungnya berdetak semakin cepat? Mungkinkah...

Ah tidak! Mana mungkin Eunsoo menyukai Jongin. Ini tidak mungkin! Eunsoo selama ini hanya menyukai Baekhyun sunbae. Dan selamanya debaran jantungnya hanya untuk Baekhyun sunbae seorang /eeaaak~/ Eunsoo berani bersumpah jika dia benar-benar jatuh hati pada Jongin dia pasti sudah kehilangan akal sehatnya.

“Halo. Apa aku mengganggumu?”

Seseorang berdiri didepan Eunsoo yang masih shock dengan perkataannya sendiri. Seorang namja tampan, berpakaian rapi dan berparas ramah tengah berdiri tegap didepan Eunsoo. Dan yah~ kembali Eunsoo membandingkan namja dihadapannya dengan Jongin. Mereka benar-benar mempunyai pribadi yang berkebalikan!

Mata Eunsoo membola ketika ia sadar namja itu adalah “Baek.. Baekhyun... Sunbae?!” Panggilnya.

Namja yang dipanggil hanya tersenyum lebar. “A..apa yang! Kau, se..sejak kapan kau... Disini?” Tanya Eunsoo gelagapan.

“Haha tenanglah Eunsoo-sshi. Oya aku ingin berbicara sesuatu padamu. Ikut aku” Baekhyun menarik tangan Eunsoo namun Eunsoo menahannya. Eunsoo sama sekali tak melangkahkan kakinya selangkahpun untuk mengikuti kemana langkah Baekhyun pergi.

“Hey.. ayo” Kembali Baekhyun menarik tangan Eunsoo. Kali ini dengan -agak- kuat sehingga membuat Eunsoo tertarik namun kembali Eunsoo menahan langkahnya.

Kepalanya tertunduk..

Matanya ia pejamkan erat..

Juga.. Ini aneh! Kenapa ia tak merasakan jantungnya berdebar? Padahal.. padahal saat ini.. tangannya..

Aniyo! Aniyo!

Tolong hilangkan fikiran dimana kau sudah tak menyukai Baekhyun sunbae lagi. Jangan berfikir kalau kini kau mulai menyukai Jongin dan melupakan Baekhyun sunbae. ANIYA!!

“Eunsoo-sshi kau ken....”

GREEP

 

Tiba-tiba seseorang menarik Eunsoo dan memeluknya dari belakang. Bau parfum orang ini sama dengan bau parum milik Jongin yang setiap pagi selalu tertiup angin dan menerobos masuk kedalam hidung Eunsoo. Eunsoo tau betul bau pemilik parfum itu. Pemilik parfum itu adalah Kim Jongin ‘kekasih’ nya!

Sejurus setelah menyadari bau parfum dari orang itu Eunsoo langsung mengadahkan kepalanya. Dan benar saja diatas sana. Diatas kepalanya, terlihat wajah tampan dan kharismatik milik Jongin. Tatapan matanya sama seperti biasanya. Dingin dan tak berekspresi.

Jantungnya mulai berdebar kencang...

“Maaf hyung. Dia milikku” Ucap Jongin lalu pergi meninggalkan Baekhyun. “Kajja!” Jongin menarik tangan Eunsoo. Mereka berdua berjalan menerobos sekumpulan siswa yang menonton ‘pertunjukkan’ mereka yang singkat tadi.

Tangannya besar sekali.

Itulah fikiran Eunsoo melihat tangan mungilnya habis dilahap oleh tangan besar dan berotot milik Jongin. Pandangannya mulai naik. Mulai dari lengan. Kemudian naik ke leher. Dan.. yah berhenti di wajah tampan Jongin.

Wajahnya yang terlihat seperti biasa. Dingin. Namun terasa ada kesan hangat itu perlahan membuat Eunsoo tersipu. Entah apa yang membuat Eunsoo bisa tersipu begitu hanya melihat wajah milik Jongin. Semilir angin menggoyangkan helaian rambut hitam Jongin, membuat kesan sexy kini ada pada diri Jongin.

Di taman ini. Taman yang sepi dibelakang gedung sekolah ini Jongin menghentikan langkahnya dan kemudian diikuti oleh Eunsoo.

Jongin berbalik. “Lain kali jika kau tidak mau. Bilang saja” Ucap Jongin seolah dia menyindir Eunsoo. Menyindir tentang hubungannya dengan Jongin. “Baekhyun hyung dia memang ramah namun kelemahannya itu adalah keras kepala. Dia sangat keras” Lanjut Jongin dingin dan wajah tanpa ekspresi khasnya itu.

Tunggu!

Apa tadi? Barusan Jongin memanggil Baekhyun ‘hyung’ ?

“H..hyung?” Tanya Eunsoo penasaran.

Jongin tersenyum. Ini pertama kalinya Eunsoo melihat senyuman Jongin. Sangat indah dan... tampan. Bahkan lebih tampan dari Jongin yang biasanya. Senyumannya, Eunsoo tau itu senyuman Jongin yang paling tulus yang pernah Jongin tampakkan seumur hidupnya, oke itu terdengar kejam tapi yah bagaimanapun juga Eunsoo berani bersumpah kalau Jongin benar-benar berbeda ketika tersenyum karena senyumannya itu telah sempurna membuat tubuhnya lemas karena jantungnya yang berdetak tak karuan.

Jantungku? Eunsoo merasakan dadanya terasa terdorong karena debaran jantungnya yang semakin kencang itu. Mungkinkah aku mulai menyukainya?

“Iya, dia saudara tiriku” Jelas Jongin. “Dia hyung tiriku, namun dia enggan mengganti marganya meskipun kini sudah 10 tahun ibunya dan ayahku menikah” sambung Jongin.

“Itu...”

“Ohya soal surat cinta itu.. Aku sebenarnya sudah tau dari awal.”

Mata Eunsoo membola tak percaya. Jantungnya kini berpacu berkali lipat. Sungguh tak bisa dia sangka ternyata selama ini Jongin telah mengetahui soal kesalahfahaman surat cintanya itu!

“Hehe maaf yah aku selama ini telah menyembunyikannya darimu. Sebenarnya saat itu, dikantin. Aku mendengar semuanya danhatiku terasa sakit sekali loh. Makanya dari situ aku terus berusaha membuatmu melupakan perasaanmu pada Baekhyun” Jongin tersenyum dan terkekeh, tetapi itu semua ia lakukan dengan paksakan dan Eunsoo tau itu. “Tapi...”

GREEEP

 

Kembali Jongin memeluk Eunsoo, kini pelukannya semakin erat seakan ia tak mau Eunsoo pergi dari hadapannya. “Tapi apa oppa” Tanya Eunsoo, hidungnya kini kembali mencium bau parfum khas milik ‘kekasih’ nya itu. Jongin tersenyum sepintas mendengar Eunsoo memanggilnya seperti itu.

“Tapi nyatanyaaku benar-benar tak berhasil melakukannya. Yang kau sukai bukan aku, tetapi hyungku. Byun Baekhyun. Bagaimanapun itu, sekuat dan seberapa besar berusahanya aku.. itu .. tetap mustahil” Jongin melepas pelukannya. Ia membuang mukanya “Maaf sepertinya aku terlalu egois memaksamu berpacaran denganku. Sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita. Mianhae atas kegoisanku” Jongin pergi tanpa kembali menatap kedua mata Eunsoo yang kini mengeluarkan butiran-butiran kristal basah dari pelupuk matanya itu.

Err...

Ini sakit. Terlalu sakit bahkan.

Haruskah Eunsoo menangis? Bukankah seharusnya dia senang karena kini dia dan Jongin sudah tak ada hubungan lagi? Mereka sudah tak berpacaran lagi hey! Tapi kenapa kau harus menangis sekencang itu? Baiklah sepertinya kini Eunsoo bisa merasakan perasaannya yang sebenarnya. Perasaan sukanya ia tujukan sebenarnya hanya untuk Jongin dan bukan untuk Baekhyun!

Jongin. Dia benar-benar namja yang sangat jahat! Pembuat onar! Dan.. dan tak bertanggung jawab!

Dia dengan seenak jidatnya berkata putus dan pergi meninggalkan Eunsoo dengan mudahnya. Apa dia tak menyadarinya bahwa Eunsoo juga merasa sakit ketika dia mendengar bahwa Jongin mengetahui kalau surat cinta itu sebenarnya ia ajukan untuk Baekhyun?

Ia sakit karena Jongin mengatakannya ketika rasa sukanya pada Jongin mulai tumbuh dalam hatinya. Dan apakah Eunsoo terlihat picik jika dia tak mau melepas Jongin yang sudah ia sakiti?

Jadi..

Siapa yang egois?

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Dua hari berlalu setelah kejadian di taman itu. Dan Jongin, dia benar-benar telah melupakan Eunsoo. Jarang menyapa bahkan untuk menatap Eunsoo pun ia tak berani. Ia tak punya cukup nyali untuk itu setelah kejadian di taman tempo lalu.

“Kau benar-benar putus dengannya?” Suji menatap iba sahabatnya yang tengah menenggelamkan kepalanya pada kedua lutunya itu. “Sudahlah Eunsoo mungkin Jongin bukan orang yang tepat untukmu saat ini” Tersenyum dan mengusap lembut punggung Eunsoo.

“Tidak Suji, dia benar-benar orang yang tepat! Aku menyukainya dan.. dan..” Eunsoo menangis membuat Suji kalang kabut. Sayang, saat ini Jieun orang yang berfikiran paling dewasa diantara mereka bertiga tengah absen karena sakit. Tak ada yang bisa menenangkan Eunsoo.

“Apa kau benar-benar telah menyukainya? Bagaimana dengan Baekhyun sunbae?” Suji melepas tangannya dari punggung Eunsoo ketika Eunsoo mengangkat kepalanya.

Eunsoo menatap Suji sekilas dan kembali menatap kedepan. Dimana para siswa tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing. “Bagaimana menurutmu? Apa aku sudah gila jika aku bilang kalauaku telah menyukai Kim Jongin? Namja yang selama ini aku takuti dan benci.” Eunsoo meraup wajahnya. “Dan tentang perasaanku pada Baekhyun sunbae. Aku baru sadar jika perasaanku padanya hanya sebatas mengagumi saja. Aku kagum pada kepribadiannya yang ramah pada siapapun, juga suaranya yang indah itu”

“Terus bagaimana dengan Jongin? Aku bertanya apa kau benar-benar serius dengan pernyataanmu soal menyukainya?” Ulang Suji belum puas membuat Eunsoo melepas kedua tangannya dari wajahnya dan mengusap air matanya dari pipi chubbynya.

“Sepertinya aku benar-benar menyukainya. Jantungku.. entahlah, mengapa selalu berdetak kencang jika aku tengah berada didekatnya, berbeda jika aku tengah berada didekat Baekhyun sunbae. Dia juga selalu menjagaku dan melindungiku dengan tulus walau dia tau kalau selama ini surat cinta yang kumasukan kedalam lokernya itu aku ajukan untuk Baekhyun sunbae.” Eunsoo mulai mengembungkan pipinya, menahan air mata dari matanya keluar.

“APA?! Ja..jadi.. selama ini dia...?!” Suji berseru tak percaya dengan pernyataan Eunsoo tentang Jongin yang sudah mengetahui tentang surat cinta itu.

Eunsoo tersenyum pahit dan mengangguk. “Dia mendengar pembicaraan kita dikantin tempo lalu” Jelas Eunsoo dengan senyuman yang masih terpatri kencang dikedua sudut bibirnya.

“Pantas saja..” Suji tersenyum puas membuat Eunsoo kebingungan.

“Apanya?” Tanya Eunsoo.

“Kau ingat ketika Jongin tiba-tiba menghampiri kita dan..” Suji menggantungkan kalimatnya memancing Eunsoo agar mengingat kembali kejadian selanjutnya yang terjadi setelah Jongin menghampiri mereka.

Yah, faktanya adalah Eunsoo ingat betul kejadian itu. Kejadian dimana tiba-tiba Jongin menghampirinya dan berkata agar dia tetap selalu disisinya, kalimat yang benar-benar tak bisa Eunsoo hapus dari memori ingatannya.

Eunsoo tertunduk dan tersenyum masam. “Aku ingat, tentu saja” Ucapnya.

“Jadi kesimpulannya?” Tanya Suji.

“Eh? A.. aku. Aku tak tahu” jawab Eunsoo polos.

PLAKK

 

Suji menjitak kepala Eunsoo pelan.

“Dasar bodoh! Kesimpulannya itu adalah Jongin juga menyukaimu! Dia berkata seperti itu karena dia tak mau kehilanganmu, pabo!” Bentak Suji kesal namun Suji tak bermaksud membentak Eunsoo. Ia begini hanya karena ia menyayangi Eunsoo dan tak mau Eunsoo menderita seperti saat ini.

“Ji..jincha?”

“Aigoo~” Suji menopangkan kepalanya pada tangan kanannya pasrah. “Kau ini bodoh atau apa hah? Jongin berkata seperti itu berarti dia menyukaimu juga! Bahkan dia menyukaimu lebih dulu dari kau yang menyukainya!” Geram Suji.

“.......”

“Itulah yang membuatku berkata ‘hebat’ saat itu. Kau hebat telah meluluhkan hati sang pembuat onar” Suji membuang mukanya.

“Suji-ah...” Panggil Eunsoo.

“Ne?”

“Gomawo atas semua masukannya.” Eunsoo beranjak dari duduknya, dibersihkan roknya dari debu-debu rerumputan. “Tapi aku harus kembali ke kelas! Ada hal penting yang harus kulakukan” Lanjut Eunsoo lalu pergi meninggalkan Suji.

Suji tak berkomentar, ia tahu apa yang akan Eunsoo lakukan saat ini. “Kuharap kau melakukan apa yang aku fikirkan, Soo” Tersenyum lebar dan puas, seolah perjuangannya membuat sahabatnya itu bangkit kembali tak berbuah sia-sia.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Jam pulang sekolah belum berbunyi namun Eunsoo sudah berdiri tegap menyenderkan tubuhnya pada sebuah pilar yang tak jauh dari pintu kelas Jongin. Memang kelasnya lima menit yang lalu sudah bubar karena mendadak Jessica saem sang guru Bahasa Inggris mendadak ada keperluan, dan itu membuatnya dapat menjalankan rencananya dengan –mungkin- sempurna.

TREEEEENNGGGG

Bel pun akhirnya berbunyi, terdengar hiruk pikuk siswa didalam kelas Jongin yang tengah membereskan barangnya tersebut. Tak lama keluarlah Kyuhyun saem sang guru matematika dari kelas Jongin. Eunsoo terkekeh diam-diam ketika mengetahui dari tadi guru yang mengajar dikelas Jongin adalah guru matematika. Ia tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah datar dan dingin sang pebuat onar ketika belajar matematika.

Siswa mulai berbaur keluar dan yup Eunsoo menangkap sosok Jongin yang baru saja keluar dari kelasnya. Jongin pun dengan sempurna menangkap sosok Eunsoo yang tengah berdiri tak jauh didepannya.

Eunsoo tersenyum. Ingin sekali ia melambaikan tangannya itu, namun sulit. Senyuman diwajahnya dengan cepat memudar sejurus setelah Jongin menghentikan langkahnya dan berjalan berbalik arah.

Eo..

Kenapa? Apa dia menghindari Eunsoo?

“Tung..”

“Hey surat! Apakah ini surat cinta untukku karena dulu kau salah memasukkan surat cintamu?” Seseorang merampas surat beramplopkan pink dari tangan Eunsoo. Hal itu membuat kalimatnya terpotong!

Eunsoo berbalik dan terkejut. “Su..sunbae?” Eunsoo menatap Baekhyun tak percaya. “Ke..kembalikan!” Eunsoo berusaha kembali merampas suratnya dari tangan Baekhyun. Namun nihil. Baekhyun mengangkat surat itu keatas, membuat Eunsoo semakin sulit meraihnya.

“Sudahlah Eunsoo, kau tak perlu gugup seperti itu melihat surat cintamu ada ditanganku. Aku tau setelah kau putus dengan adikku kau kembali menulis ulang surat cintamu dan berniat memberikannya kepadaku kan?” Baekhyun mengoceh namun Eunsoo pandangannya terus berpencar liar berusaha mencari sosok Jongin, ia tak mau kehilangan Jongin untuk kedua kalinya!

“Sunbae!” Panggil Eunsoo geram. “Kubilang kembalikan!” Eunsoo melompat dan akhirnya berhasil merampas suratnya dari tangan Baekhyun.

Baekhyun tersenyum ramah tetapi ada semburat picik dibalik wajah tampannya. “Oh pasti kau mau memasukkan surat itu pada lokerku, kau tak mau aku menerima surat cintamu secara langsung kan? ” Kepedean Baekhyun semakin meningkat membuat Eunsoo geram sampai ke ubun-ubun.

“Ya!! Geumanhaeyo!!” Teriak Eunsoo kesal.

Baekhyun terkejut mendengar Eunsoo membentaknya. Eunsoo pun tersadar dengan kelakuan buruknya pada Baekhyun orang yang ia kagumi –bukan disukai- itu. “A..ah mianhaeyo sunbae. Aku tak bermaksud membentakmu. Tapi.. tolonglah kau tak usah ikut campur, ini masalahku dengan Jongin. Annyeong sunbae maaf sebelumnya karena telah membentakmu” Eunsoo menunduk hormat lalu pergi mengejar Jongin.

Beruntung bagi Eunsoo, ia tak perlu lama dan bersusah payah mencari Jongin. Karena saat ini terlihat Jongin tengah duduk santai di taman belakang sekolah. Tempat yang sepi, itulah mengapa Jongin sering sekali datang kesini.

“YA!! KIM JONGIN!!” Teriak Eunsoo walau kini jaraknya dengan Jongin tak terlalu jauh. Teriakannya benar-benar telah memecahkan keheningan sekitar taman sepi ini.

Jongin hanya menoleh sekilas kebelakang. Diraihnya tas yang ia simpan disamping kanannya lalu berdiri dan melangkahkan kakinya untuk pergi.

“Kajima...” Ucap Eunsoo -agak- pelan. “Jebal.. jebal kajima!” Ulangnya agak keras.

Jongin sejenak menghentikan langkahnya namun beberapa detik kemudian ia kembali melangkahkan kakinya.

GREEEEP

 

Tepat!

Belum sempat Jongin melangkah, Eunsoo sudah berhasil menangkapnya. Dia memeluk erat Jongin dari belakang! “Apa kau tak mendengarkanku, eo?” Tanya Eunsoo. Terasa kini seragam Jongin yang tanpa blazer itu basah karena air mata Eunsoo.

Jongin menunduk. Rasanya ingin sekali ia memeluk balik Eunsoo, namun egonya berkata lain. Dan ia benar-benar tak bisa membantah!

“Lepaskan..” Perintah Jongin pelan.

Eunsoo menggeleng dalam punggung Jongin membuat Jongin dapat merasakan kepala Eunsoo yang mengeleng. “Tidak akan! Aku.. aku tidak akan melepaskanmu! Aku tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya!” Seru Eunsoo yang isakannya makin mengeras.

“Aku tau dan aku baru sadar ternyata selama ini aku menyukai orang yang salah. Kau harus tau Jongin, aku sama sekali tak menyukai Baekhyun sunbae. Aku hanya sebatas mengaguminya tapi aku malah mengartikan rasa kagumku pada Baekhyun sunbae sebagai rasa sukaku padanya. Selama ini aku telah salah, maaf..” Jelas Eunsoo panjang namun tak lebar (?)

“Lalu?” Tanya Jongin yang tak kuat menahan rasa penasarannya.

“Dan sekarang akupun telah sadar bahwa orang yang aku sukai dan aku cintai itu hanyalah kau.” Jongin terdiam mendengar kalimat indah keluar dari mulut Eunsoo itu. Jongin masih mematung membelakangi Eunsoo walau Eunsoo sudah melepas pelukannya.

“Jo..jongin. Kim Jongin oppa. Ini terimalah..”

Eunsoo menyodorkan surat pinknya pada Jongin yang masih membelakanginya. Jongin berbalik perlahan. “Apa itu?” Tanya Jongin naif padahal dia sudah tau itu adalah sebuah surat.

“Surat cinta. Kali ini benar-benar untukmu” Eunsoo tersenyum.

“.....”

Tak lama Jongin bergegas menggerakkan tangannya untuk meraih surat cinta tersebut dari tangannya. Namun ternyata yang ia raih adalah tangan Eunsoo! Ia menarik tangan Eunsoo kencang membuat Eunsoo terjatuh dalam pelukan dadanya yang bidang itu.

Jongin tersenyum lebar. Sangat lebar. Bahkan sampai isakan tangisnya bisa Eunsoo dengar dengan jelas.

“Oppa, kau menangis?” Tanya Eunsoo.

“Gomawo...” Ucap Jongin tanpa menjawab pertanyaan Eunsoo sebelumnya. “Kau satu-satunya orang yang dapat membuatku berubah. Surat cinta itu, aku akan menyimpannya dengan baik” Jongin melepas pelukannya, namun sebelumnya ia menyeka terlebih dahulu air matanya.

“Hehe..” Jongin terkekeh. Manis sekali.

“Kenapa?” Tanya Eunsoo.

“Tidak, aku hanya merasa senang akhirnya perjuanganku membuatmu melupakan Baekhyun hyung berhasil juga” Jelas Jongin.

Eunsoo yang mendengar ucapan Jongin tadi langsung mempoutkan bibirnya. “Ya! Sudah kubilang kan kalau aku tak menyukainya. Aku hanya mengaguminya!” Eunsoo memukul-mukul manja dada Jongin.

“Eh! Hey haha tenanglah!“ Tanpa sengaja Jongin memegang kedua tangan Eunsoo ketika ia berusaha menghentikan amukan Eunsoo. Mereka terlihat gugup satu sama lain.

“Ma..maaf” Jongin melepaskan kedua genggaman tangannya dari pergelangan tangan Eunsoo. Aigoo~ pasangan ini kenapa masih saja terlihat kaku?

“...” Hening.

“Oya oppa, apa aku boleh tau kenapa kau tak marah ketika mendengar perbincanganku dengan Jieun-Suji di kantin tempo lalu?” Kembali pertanyaan yang ingin sekali Eunsoo tanyakan pada Jongin ia utarakan.

Jongin hanya tersenyum lalu berjalan menuju pohon rindang yang tak jauh darinya kemudian duduk. “Entahlah, rasanya aku ingin sekali melindungimu dan menjagamu. Baekhyun hyung dia terlalu keras untuk yeoja lemah sepertimu. Makanya dari situ aku bertekad untuk berpura-pura tak tau soal surat itu dan menjadi ‘kekasih’mu walau aku tau kau sama sekali tak menyukaiku, bahkan dulu kau membenciku kan? Makanya sampai akhirnya aku tak kuat melihatmu terus berpurapura menyukaiku dan disaat itulah ketika aku memutuskan hubungan kita, aku merasa senang melihatmu bahagia karena tak ada lagi seorang Kim Jongin yang mengganggu kehidupanmu lagi” Jongin mengadah menatap wajah Eunsoo penuh tanya.

“A..ah memang. Aku memang merasa sangat senang ketika kau memutuskanku” Eunsoo menunduk. “Mungkin aku bodoh karena harus berterima kasih padamu karena kau sempat memutuskanku. Alasannya cukup kuat. Ketika kau memutuskanku hatiku sakit, bahkan sangat. Disana aku sadar ternyata orang yang kusukai itu bukanlah Baekhyun sunbae si namja populer itu. Tetapi kau, Kim Jongin si namja pembuat onar” Berlari Eunsoo kearah dimana Jongin duduk, lalu dipeluknya erat.

“Apa kau bisa merasakan debaran jantungku?” Tanya Eunsoo dan Jongin mengangguk pelan. “Mulai sekarang, debaran jantungku hanya untukmu saja Kim Jongin” Lanjut Eunsoo.

Jongin tersenyum tersipu mendengarnya.

“Saranghae.. jeongmal saranghae~” Bisik Eunsoo kemudian.

Jongin,  senyumannya berkembang sampai deretan gigi pepsodennya(?) terlihat begitu jelas. Diangkatnya tangannya lalu mengelus lembut rambut hitam panjang terurai nan berkilau milik Eunsoo tersebut. “Nado sarangahe uri pabo yeoja” Balas Jongin membuat Eunsoo terperanga dan melepas pelukannya.

“M..mwo?! Apa katamu tadi, hah?!” Seru Eunsoo lantang seolah kini tak ada lagi rasa takut dalam dirinya ketika menghadapi si namja pembuat onar tersebut.

Yah..

Karena, kini mereka adalah sepasang kekasih seutuhnya. Berpacaran tanpa ada paksaan dari surat cinta ‘nyasar’ haha.

-FIN-


 
Picture










Title: Warmness Winter.

Author: Mihael.

Cast: Kim Jongin (Kai) and You

Genre: Fluff, Romance

Rating: PG-15

Length: ±4000 words

Summary: Kau tidak tahu bagaimana rasanya memiliki tetangga seperti Kim Jongin.

*************

Musim salju tidak pernah semenyebalkan ini sebelumnya. Tidak sebelum lelaki jangkung itu menempati rumah yang sudah dua tahun kosong yang letaknya disamping rumahku.

Waktu itu usiaku 10 tahun saat ibu memanggilku ke ruang tamu untuk mengenalkanku pada tetangga baru kami.

Dua orang dewasa dan satu anak laki-laki yang seumuran denganku. Anak itu tengil, dan dari raut wajahnya aku dapat membaca kalau dia adalah anak yang menyebalkan. Aku sudah menyugestikan diriku sendiri agar tidak dekat-dekat dengannya. Kalau tidak aku pasti akan dijahili olehnya.

Dan benar saja, hari pertama ia menjadi tetanggaku saja ia sudah berani melemparkan bola salju kearah jendela kamarku yang letaknya di lantai satu. Pada awalnya aku tidak menghiraukan tindakannya, namun lama kelamaan lemparan bola saljunya malah semakin sering.

Dengan geram aku melangkahkan kaki, membuka jendela kamar dan menatap sinis kearahnya.

"Kau mau apa?" Tanyaku dengan nada gusar. Sialnya anak itu malah nyengir tanpa dosa.

"Ayo kita bermain!" Ajaknya.

"Tidak mau, dingin."

"Kalau begitu kita main dirumahmu!"

Dan tanpa persetujuanku, anak laki-laki itu lantas berlari kearah muka rumahku dan satu menit kemudian kudengar ketukan pintu. Pasti dia. Mengganggu saja!

Saat aku membukakan pintu, kudapati dirinya sedang berdiri membelakangiku.

"Kau sedang apa? Ayo masuk aku kedinginan jika berlama-lama di depan pintu!" Pintaku.

Anak laki-laki itu berbalik, dan aku sedikit terkejut ketika kedua tangannya menjulurkan sebuah benda bulat yang aku tak tahu apa itu.

"Ini kunamai kipas penghangat. Kalau kau kedinginan, kau bisa meletakkan telapak tanganmu diatasnya. Aku jamin kau akan merasa hangat." Jelasnya. Aku rasa dia bukan orang yang menyebalkan seperti yang aku kira sebelumnya.

Anak laki-laki itu bernama Kim Jongin, dan ia lebih suka dipanggil Kai. Namun aku lebih suka memanggilnya Jongin daripada Kai. Lebih terdengar manusiawi. Dia pindahan dari Busan, dan mungkin ada banyak hal lain yang belum aku ketahui tentang dirinya.

Kemudian hampir setiap hari dia selalu berkunjung ke rumahku pada musim dingin. Dan setiap kunjungannya, ia selalu membawakan benda benda yang aneh. Stiker yang bisa menyala di malam hari, seruling yang bisa digunakan untuk bermain gelembung, dan yang lainnya.

Setiap Jongin kerumahku, dia selalu menghabiskan makan siang yang dimasak oleh ibu. Tidak sepertiku yang selalu menyisakan makanan. Oleh karena itu, ibu nampak menyayanginya dan terkadang membandingkanku dengan dirinya. Menyebalkan.

Jongin laki-laki yang cerewet, dia gemar sekali menceritakan apa saja. Mulai dari kehidupannya di Busan, teman-temamnya disana, dan kegiatan apa saja yang ia lakukan seharian kemarin. Sebenarnya aku bosan, namun aku tetap saja memperhatikan ceritanya.

Dia bersekolah di sekolah yang sama denganku, tetapi kami bukan teman satu kelas. Kami selalu berangkat bersama dan pulang bersama. Terkadang kami terlambat bersama dan dihukum bersama, namun Jongin selalu bisa mencari alasan agar tidak dihukum terus-terusan. Jongin anak yang supel, baru sebentar bersekolah disini saja dia sudah memiliki banyak teman.

Pernah suatu hari dia membawa 8 orang temannya kerumahku, katanya ia ingin mengenalkan mereka semua padaku. Kami bermain bersama, dan kami bersepuluh kemudian memakan cookies buatan ibuku di halaman belakang.

Aku pikir dia anak yang baik dan menyenangkan, namun ternyata dugaanku selama ini salah.

Musim dingin kedua ku bersama Jongin.

Matahari masih bersembunyi dibalik cakrawala ketika Jongin mengetuk pintu rumahku. Ternyata selama lima hari kedepan orang tuanya mau mengurus pekerjaan di Busan, sehingga Jongin dititipkan dirumah kami.

Hari pertama dia sudah terlihat menyebalkan. Dia selalu menggangguku jika aku sedang melalukan aktifitas apapun. Bahkan boneka kesayanganku nyaris robek telinganya karena Jongin memaksaku untuk meminjamkannya. Rasanya aku ingin menendang tubuhnya, tapi ibu bilang dia akan membelikanku boneka baru. Jadi tak masalah.

Jongin nampak semakin menyebalkan saat jam makan siang. Dia melemparkan kimchi kimchi itu ke mangkukku, dia juga mengambil gelas berisi minumanku dan menghabiskannya. Kalau tidak ada ibu disana, aku pasti sudah melemparkan piring ke wajahnya.

Setelah itu keisengannya semakin menjadi-jadi. Aku tidak bisa tinggal diam sehingga kami pun adu mulut.

"Berikan remotnya padaku!" Aku berteriak kearahnya ketika dia dengan seenaknya mengganti channel yang sedang aku tonton dengan seru.

"Aku ingin menonton acara ini!" Dia malah balik membentak.

"Ini kan televisiku! Lagipula aku duluan kan yang menonton!"

"Terserah, yang membawa remot kan aku."

Sialan!

"Berikan remotnya padaku hidung jambu!"

"Tidak akan! Dasar kau kulit kacang!"

"Hidung jambu!"

"Kulit kacang!"

"Pesek!"

"Pendek!"

ARGH!

Aku pun berjalan kekamar dan membanting pintu. Aku benar-benar marah saat itu.

Kemudian aku melihat Jongin dari arah jendela kamarku, dia datang untuk meminta maaf dan membawakanku sebuah benda mirip seperti gelang. Aku menerimanya dan kami pun berbaikan. Sesederhana itu.

***

Musim semi tiba, bunga-bunga bermekaran dan cakrawala merekah terang.

Aku masih sebal pada Jongin. Kali ini bukan karena dia yang menggangguku terus-terusan seperti dulu. Jongin memang masih sering menjahiliku, kami masih sering adu mulut setiap hari baik di sekolah, di jalan, maupun dirumahku. Namun rasa sebalku tercipta karena hal lain. Jongin mengambil perhatian ibuku.

Setiap mampir kerumah, Jongin selalu memamerkan nilai ulangannya yang selalu lebih tinggi diatasku. Kadang dia bercerita tentang tim basket sekolah yang mendapatkan juara berkat dirinya, atau kisahnya yang menyelamatkan anak kucing diatas pohon yang menyebabkan sikunya terluka.

Dia juga sering cari muka dihadapan ibuku, yang terkadang membuat ibu suka membandingkanku dengan Jongin.

"Harusnya kau lebih rajin belajar agar nilaimu bagus-bagus seperti Jongin."

"Kamu sih lebih suka bermain dengan boneka-bonekamu di kamar daripada berolahraga. Lihatlah Jongin, dia bisa berprestasi dengan bermain basket."

Itu bukan apa-apa, karena ada hal yang paling membuatku sebal hingga ingin menangis.

"Besok ibu diminta Jongin melihatnya tampil memainkan piano. Dia ikut perlombaan. Betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak berbakat seperti Jongin. Kau mau ikut menonton sayang?"

Aku menjawab pertanyaan ibuku dengan gelengan, dan setelah itu aku berlari ke kamar, membanting pintu.

Tadi ibu berkata apa? Bahagia memiliki anak seperti Jongin? Jadi selama ini ibu tidak bahagia memiliki anak sepertiku? Kalau begitu kenapa ibu tidak mengangkat Jongin menjadi anak ibu saja?

Aku ingin menangis. Aku sangat sedih hingga tak bisa menangis. Aku melewatkan makan malam hingga keesokan paginya. Ibuku selalu mengecek kamarku dan membawakan makanan, namun aku tidak menyentuh makanan itu sama sekali. Biarkan saja, aku terlanjur sebal.

Malam harinya ketika aku keluar kamar bermaksud mengambil makanan, aku mendapati ibuku dengan wajahnya yang basah. Kentara sekali dia habis menangis.

"Ibu kenapa menangis?"

Ibu tidak menjawab pertanyaanku. Aku perhatikan dia masih mengenakan pakaian yang bagus, kutebak dia pasti baru pulang dari menonton pertunjukan piano Jongin.

"Ibu kenapa?"

Kuulang lagi pertanyaanku. Kali ini ibu mengangkat wajahnya, membersihka. sisa-sisa air mata di pipinya, lalu berjalan menghampiriku.

"Ibu baik-baik saja. Ibu hanya terharu dengan permainan piano Jongin tadi. Kau tau, sangat menyentuh hati."

Oh, Jongin lagi?

Aku pergi meninggalkan ibu menuju kamarku. Tak ku hiraukan suara ibu yang memanggil-manggil namaku. Malam ini aku menangis sendirian di kamar.

Jadi aku harus bagaimana? Asal kalian tahu aku iri setengah mati pada Jongin. Ibu tak pernah menangis karna prestasiku. Apa aku juga harus jadi pianist seperti Jongin? Tak masalah. Demi ibu.

Aku mengikuti kursus piano di dekat sekolahku. Setiap hari kamis hingga sabtu, jadi setiap pulang sekolah aku akan latihan disana. Aku tak memberitahu Jongin karena aku pasti akan di ledek olehnya nanti.

Langit berganti, hari berlalu, musim berubah.

Tidak terasa sudah musim dingin keenamku bersama Jongin. Usiaku kini enam belas tahun. Tidak ada yang berubah, hanya ada yang berbeda.

Jongin tak lagi bermain kerumahku, sekarang dia disibukkan oleh berbagai macam kegiatannya. Mulai dari basket, organisasi sekolah, hingga pentas pianonya.

Dan lagi, Jongin bertransformasi menjadi seorang player. Tidak terhitung berapa gadis disekolah yang sudah diajak kencan olehnya. Setiap sabtu malam pasti berbeda-beda. Aku tidak heran sih, dia kan memang menyebalkan daridulu.

Dia menjauh dan sedikit berbeda. Lagipula hidupku akan lebih tenang jika tidak ada Jongin si Pengganggu.

"Hei kau, aku pinjam buku PR mu."

Itu Jongin. Dan satu lagi perubahannya, dia selalu memanggilku dengan sebutan 'hei kau'. Dia pikir aku tidak punya nama apa?

"Belum selesai." Dustaku.

"Bohong. Kenapa kau pelit sekali sih!"

"Sudah tau aku pelit, kenapa kau masih saja meminjam buku PR padaku?" Tantangku.

"Kita kan tetangga."

"Lalu? Pinjam saja yang lain."

Jongin pun pergi meninggalkanku sambil menggerutu dan mengacak-acak rambutnya frustasi. Rasakan! Siapa suruh datang padaku disaat butuh saja.

Alhasil pada pelajaran Park Seonsaengnim, Jongin dan beberapa anak yang belum mengerjakan PR diusir dari kelas. Jongin melirik sinis kearahku dan kubalas dengan kekehan geli.

Sepulang sekolah aku masih berdiri di depan pintu kelas. Aku ragu melangkahkan kakiku ke rumah karena salju turun dan tubuhku hampir menggigil. Kurapatkan jaket dan topi rajutan di kepalaku. Aku bermaksud mengirim pesan pada ibuku saat Jongin tiba-tiba ada disebelahku dan dengan seenaknya mengambil topi rajutanku.

"Kembalikan!"

Jongin berlari ke dalam kelas. Bodoh, pasti aku tangkap.

"Kembalikan topiku Kim Jongin, aku kedinginan!"

"Tidak akan. Aku akan menghukum dirimu karena kau tidak mau meminjamkan buku PR mu padaku."

Jadi dia balas dendam? Dasar kekanak-kanakan!

Aku tak menggubris perkataannya dan berusaha menghalangi jalannya. Berhasil! Jongin tak lagi berlari. Namun permasalahannya, dia mengangkat topi rajutku tinggi. Apalagi tinggi badanku yang tidak ada apa-apanya dibanding Jongin membuatku kesulitan meraih topi rajutku.

"Tinggi dulu, baru berani mengambil topi." Kekehnya. Sialan!

"Apa sih susahnya mengembalikan topiku?"

"Apasih susahnya meminjamkan buku PR padaku?"

Sialan. Dia malah membalikkan kata-kataku.

Aku mendongak menatap wajahnya dengan tatapan marah. Dan Jongin malah membalas tatapanku dengan wajah minta-digamparnya. Tak lupa senyuman meremehkan tersungging disana.

"Yasudah kalau kau tidak mau mengembalikan."

Aku pun berbalik meninggalkannya. Kurapatkan jaketku kembali dan melangkah keluar kelas.

"Ngambek nih?"

Tak kupedulikan perkataannya dan terus melangkah.

"Tidak seru ah, padahal aku kan hanya bercanda."

Apanya yang bercanda kalau aku jadi kedinginan begini bodoh!

Sunyi. Hanya ada langkah kakiku yang beradu dengan lantai di koridor.

Tiba-tiba saja ada lengan yang melingkar dipundakku, dan rasa hangat langsung menghampiri tubuhku.

"Ini kukembalikan topi.rajutmu."

Aku berhenti melangkah. Jongin memasangkan kembali topi rajut itu dikepalaku. Aku memandang wajahnya yang sedang serius karna topi itu belum terpasang sempurna dikepalaku.

Ada rasa yang hangat. Di pipiku. Padahal ini musim salju.

"Sudah terpasang rapi. Kulihat kau sepertinya benar-benar kedinginan. Daripada kau nanti mati beku di tengah jalan karena aku, lebih baik ku kembalikan. Kau bisa pulang sekarang. Dah! Aku masih mengurus sesuatu." Ujar Jongin panjang lebar.

Saat tubuhnya tak lagi terlihat di kedua mataku, tanganku refleks memegang dada. Sepertinya ada yang salah dengan jantungku.

***

Musim gugur. Musim yang paling aku sukai. Hawa sejuk, daun berjatuhan, langit oranye. Sempurna.

Aku sedang di gedung pertunjukan seni bersama ibu dan Jongin. Kami berdua sama-sama mengikuti lomba piano. Aku sih tidak berharap akan menang karena tarian jemari Jongin diatas tuts piano lebih indah daripada aku.

Waktu itu kami bosan menunggu, karena listrik tiba-tiba mati. Ibuku sedang menemui temannya diujung sana. Aku dan Jongin duduk dikursi penonton paling depan, menatap kosong kearah panggung.

"Bagaimana kalau kita bermain-main dulu." Suara Jongin memecahkan keheningan diantara kami.

"Umurku enam belas, Jongin-ah."

"Aku juga enam belas, memangnya ada yang salah? Lagipula kita sama-sama bosan. Kau bayangkan berapa lama lagi listrik akan menyala. Aku heran kenapa mereka tidak menggunakan diesel saja, kan tidak bakal beresiko listrik mati."

Jongin benar juga. Aku bisa mati kebosanan disini. Lagipula orang-orang sedang sibuk sendiri, mungkin mereka tak akan memperhatikan kami.

"Jadi kau ada usul apa?" Tanyaku.

"Main petak umpet." Jawab Jongin, diiringi smirk nya.

"Kau gila Kim Jongin."

Namun aku tetap mengikuti usulnya. Kami bermain petak umpet di belakang panggung. Kali pertama, Jongin yang jaga.

Aku berlari mencari tempat persembunyian yang aman. Awalnya di bawah grand piano, tapi terlalu mudah ditemukan. Di dalam kardus? Terlalu kecil kardusnya. Hingga mataku menemukan ruangan kecil di ujung. Sempit. Seperti gudang.

Namun banyak alat-alat yang tidak dipakai memenuhi rak. Aku sengaja tidak menutup pintunya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aku harap tempat ini benar-benar tempat yang aman.

Sudah lima menit dan aku belum menemukan tanda-tanda Jongin berjalan kearah sini.

Aku bermaksud melangkahkan kaki ketika suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar di telingaku. Aku yakin itu Jongin. Aku makin yakin itu Jongin ketika aroma pinus menguar di udara.

Oke. Aku kalah.

"Disini kau rupanya. Gotcha!"

Entah darimana sewaktu Jongin berjalan kearahku, aku malah berlari menghindarinya.

Dan kalian tau, aku tersandung. Alat-alat jatuh. Rak jatuh. Dan pintu tertutup rak. Hebat. Aku terkunci. Dan hebatnya lagi, lampu menyala.

"Bagus. Kita terkunci." Jongin malah memanas-manasi.

"Aku juga tau kalau kita terkunci."

"Iya, gara-gara kau kan."

"Kenapa kau malah menyalahkanku?"

"Coba kutanya, siapa yang ceroboh dan membuat isi gudang ini jatuh semua?" Tanya Jongin sarkastik. Dia mulai menyebalkan.

"Siapa suruh mengajakku bermain petak umpet?"

"Siapa suruh bersembunyi ditempat seperti ini?"

Sial. Jika beradu mulut dengan Jongin, aku pasti kalah.

"Baiklah baiklah salahku!"

"Memang kau yang salah kan."

GRRRR KIM JONGIN!

"Terserah. Lagipula ada baiknya, bukan kau yang tertimpa rak itu." Ujarku.

"Kalau aku yang tertimpa rak, aku akan membawamu ke kantor polisi."

"Kau berlebihan, Kim Jongin."

"Tidak juga. Lagipula aku gagal memenangkan kejuaraan kali ini. Padahal uangnya akan kugunakan untuk membeli sesuatu."

"Jadi kau menyalahkanku sebagai akibat kau gagal mendapat juara?" Tanyaku kesal.

"Iya. Kau pikir siapa lagi yang salah?"

Oke. Cukup. Aku mulai emosi.

"Kau pikir kau pianist hebat sedunia?"

"Ya. Aku akan menjadi seperti itu. Kim Jongin, pianist paling hebat sedunia."

"Tidak akan pernah, karena aku yang akan menjadi pianist paling hebat."

"Kenapa kau seyakin itu?" Tanyanya meremehkan.

"Memangnya tidak boleh? Lagipula permainanku juga tidak jelek." Bela ku.

"Memang tidak jelek, tapi apa kau bisa menciptakan lagu dengan pianomu itu?"

Menciptakan lagu?

"Tidak bisa kan?" Tanya Jongin meremehkan.

"Bisa! Memangnya hanya kau apa yang bisa!"

"Begitu ya. Oke, setelah keluar dari sini kutantang kau menciptakan satu lagu dalam sebulan. Tepat 21 Desember besok, kau sudah menyelesaikannya. Aku juga akan membuat lagu. Bagaimana?"

Nada suara Jongin terdengar meremehkan sekali! Dia pikir hanya dia apa yang bisa melakukan segalanya? Walaupun aku belum pernah menciptakan lagu, tapi tak masalah. Akan kuberi dia pelajaran agar tak seenaknya meremehkan orang!

"Baiklah. Aku setuju."

Tak lama kemudian ada bantuan. Ternyata ibu menyadari ketidakhadiran kami berdua dan meminta tolong petugas untuk mencari kami. Aku dan Jongin pun tetap mementaskan permainan piano kami, namun tak satupun dari kami yang mendapat juara.

***

20 Desember. Dan lagu yang kubuat baru selesai satu baris.

Ternyata susah sekali membuat lagu menggunakan piano. Membuat sebuah irama yang nyaman diperdengarkan di telinga itu tidak semudah kelihatannya.

Jongin sudah mengirimiku pesan singkat, memintaku kerumahnya esok hari. Aku yakin dia telah menyelesaikan lagunya. Baiklah, mungkin sebaiknya aku mengaku kalah.

Esok paginya aku sudah berdiri di depan pintu rumah Jongin. Sudah lima menit aku berdiri disana, tetapi belum juga memencet bel.

Partitur di tangan kananku belum selesai sama sekali.

Kuberanikan diri menekan bel, dan Jongin serta senyuman khasnya menyambutku.

Lagi-lagi tubuhku menghangat melihat senyumannya. Dan lagi-lagi jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Aku tebak kau belum menyelesaikan lagumu, bukan begitu?" Tanyanya seraya terkekeh.

Aku mengangguk sebal.

"Sudah kuduga." Dia menghampiriku dan mengacak-acak rambutku.

"Ya ya kau menang."

"Hahaha. Jangan cemberut begitu. Kau mau mendengarkan lagu ciptaanku?"

"Terserah kau saja."

Disanalah Jongin. Duduk diatas grand piano hitamnya. Jemarinya menari dengan lincah diatas tuts piano. Dia terlihat sedikit.... berkharisma.

Tapi ada yang aneh, rasa-rasanya lagu ini sangat familier di telingaku.

Tunggu tunggu.... Ini bukannya.... Winter Sonata?

Kau mau menipuku ya, Kim Jongin.

"Jongin-ah." Panggilku. Dia hanya diam saja dan terus memainkan lagunya.

Dengan sebal aku melangkahkan kaki kearahnya, melipat tangan didepan dada dan menatap sadis kewajahnya.

Tapi Jongin tetap tidak menggubris dan malah asyik memainkan lagu sambil menatap partitur dihadapannya.

Dengan kesal aku mengambil partiturnya. Jongin menoleh kearahku dengan raut protes.

"Kau curang! Ini kan bukan lagumu! Ini Winter Sonata kan."

Jongin hanya terkekeh. Kuangkat partitur dan bermaksud melemparkan kearahnya ketika aku melihat tulisan aneh diatas partitur itu.

Seketika tubuhku membeku.

"WOULD YOU BE MINE?"

Tidak lucu. Apa-apaan sih Kim Jongin.

"Apa maksudnya ini." Aku menjulurkan kertas itu kearahnya.

"Kau tidak tau artinya? Itu maksudnya, maukah kau jadi milikku? Jadi kekasihku?"

Jongin menatap mataku dan mengunci tatapanku kearah wajahnya. Lagi-lagi tubuhku menghangat padahal ini musim salju.

"Kim Jongin tidak lucu."

"Apakah aku terlihat sedang bercanda?"

Jongin berdiri, menunduk, menatapku.

"Aku menyukaimu. Aku menyukaimu sejak pertama kali kau memanggilku hidung jambu. Aku menyukaimu sejak setiap hari aku.berkunjung kerumahmu dan bermain disana, berharap dengan kehadiranku kau juga bisa menyukaiku. Aku menyukai caramu marah ketika aku mengganggumu. Aku menyukai caramu tersenyum, tertawa, cemberut, semuanya. Aku menyukai dirimu yang berusaha menjadi pemain piano yang akan mengalahkanku. Semuanya. Aku menyukaimu sejak aku berumur 10 tahun."

Aku hanya bisa diam. Membeku. Kaget. Tidak menyangka karna selama ini Jongin mencari perhatianku.

"Kalau kau menyukaiku, kenapa kau berkencan dengan banyak gadis yang berbeda?"

"Kau memperhatikanku juga?"

"Ti...Tidak!"

Jongin tersenyum, manis sekali.

"Aku hanya mencari pelarian. Berharap kau akan marah-marah padaku dan memintaku agar tidak berdekatan dengan gadis-gadis itu. Tetapi kau tidak melakukannya. Aku kira kau tidak menyukaiku. Dan kurasa kau memang benar-benar tidak menyukaiku."

"Aku..."

"Lupakan saja. Lupakan permintaanku yang tadi. Aku hanya ingin kau tau kalau aku menyukaimu, menyayangimu, mencintaimu." Ujarnya masih menatap mataku. Kehangatan merayap dipipiku. Kupu-kupu menari di dalam perutku.

Kim Jongin, jangan memainkan detak jantungku. Bisa?

"Apa kau bisa menjelaskan tentang ini?" Tanyaku, memegang jantungku dan menekannya.

"Apa?" Jongin terlihat bingung.

"Coba jelaskan padaku kenapa aku suka mencuri pandang di kelas untuk melihatmu. Jelaskan padaku kenapa jantungku berdetak lebih cepat ketika kau berdiri disampingku. Jelaskan padaku kenapa tubuhku selalu hangat di musim dingin ketika kau berada disekitarku. Bisa kau jelaskan mengapa, Kim Jongin?"

Jongin tersenyum lebar, manis sekali. Dan dalam hitungan detik tubuhku berada dalam pelukannya. Hangat. Sangat hangat.

"Itu juga yang kurasakan jika kau ada disekitarku, pendek."

Aku tidak menjawab ucapannya, berusaha menghirup aroma tubuhnya yang menenangkanku.

Jongin melepaskan pelukan dan merengkuh wajahku di kedua telapak tangannya.

Hangat. Itu yang kurasakan saat ia mengecup bibirku. Musim dingin tak akan pernah membekukanku jika ada Kim Jongin disana.

He is my warmness. He is Kim Jongin. And I love him.

----- FIN -----

this FF dedicated to you, K. Hope you like it. sorry for typos, hehehe.