Da Perfectionist--

Kim Himchan—Jung Jessica


Dia adalah pria bermata segaris dengan kulit putih yang indah. Kesempurnaannya mampu memikat hati kecilku. Aku menatap sesosok lelaki idaman dihadapanku. Dia, adalah Kim Himchan. Yang dipuja-puja para wanita, dingin namun mempesona. Wajah berandalan namun hati bidadari.

 “Sica?” ia menatapku bingung.

 “N-ne?” aku tersadar dari lamunanku.

 “Ada yang salah denganku?” dia menaikkan salah satu alisnya.

 “Tidak, tidak sama sekali” dengan senyum tipisku, aku yakin itu cara terbaik untuk meyakinkannya.

Dia mengangguk-anggukan kepalanya singkat, lalu meraih secangkir kopi hitam disebelahnya.

 “Chan, kenapa kamu sangat suka kopi?” entah alasan apa yang membuatku bertanya seperti itu.

Matanya menerawang setiap inci dari cangkir tersebut, menyentuhnya singkat lalu berkata, “Kopi itu, melambangkan hidup. Sempurna”

 “Sempurna?”

 “Iya”

 “Tapi, kopi kan pahit”

 “Yang membuat kopi sempurna bukan hanya rasa manisnya. Tetapi juga rasa pahit yang menghadirkan sensasi sendiri. Begitu juga hidup”

Aku mengangguk paham, begitulah dia. Sosok Himchan yang bijaksana dan pandai berkata-kata. Bahkan aku saja yang seorang wanita kalah telak jika beradu argumentasi dengannya.


Menjadi seorang kekasih Kim Himchan menjadi tantangan sendiri untukku. Bukan hanya kebahagiaan yang kudapatkan, tapi juga sindiran pedas dilengkapi tatapan sinis dari perempuan-perempuan kampus. Jangan terkejut jika kalian mendapati bahwa teman kampusku yang perempuan hanya sedikit. Apalagi sahabat. Namun, beruntung tuhan mengirimkan seorang Kim Hyoyeon padaku. Sahabat terbaik, dan terawet. Juga tercerewet.

Aku, Hyoyeon, Himchan, Zelo, dan Eunhyuk memang suka ngumpul. Sekedar mengobrol dan mengisi waktu luang. Selama ini, kami tidak pernah membentuk geng atau kelompok seperti apalah itu. Tapi, kami hanya bersahabat. Entah gosip darimana bahwa kami adalah anak geng.

 “Tidak berasa, kalian berdua sudah bersama selama 2 tahun” ledek Zelo.

Aku dan Himchan hanya tertawa kecil.

 “Nanti, tunggu selesai sidang” jawab Himchan singkat.

Semua memandang Himchan kaget, tidak terkecuali aku.

 “Skripsi?” tanya Eunhyuk dengan ekspresi serius.

 “Diterima. Tinggal siap-siap untuk sidang” Himchan mengedipkan matanya.

Senyuman bahagia mengembang dari bibir kami, yang bukan lain adalah sahabatnya. Kami memeluknya memberi ucapan selamat. Sebentar lagi, Himchan akan menghadapi sidang. Tuhan, luluskanlah dia. Dia menatap mataku lalu tersenyum. Aku membalas senyumannya.


 “Sekarang, kamu sudah lulus Himchan” aku menatap bangga pria tinggi dengan toga dihadapanku ini.

 “Kamu juga sic, kamu juga” intonasinya menunjukkan betapa bahagianya dia. Pasalnya, sulit menurutnya untuk lulus dari sebuah universitas ternama dengan nilai kumlaud.

Aku memeluknya erat, “Kamu hebat, chan”

Dia membalas pelukanku, “Kamu yang lebih sica. Mulai sekarang kita bisa memulai hubungan kita ke jenjang yang lebih serius” dia melepas pelukannya dan mengecup keningku singkat.

Pipiku bersemu merah, aku memukul bahunya singkat. Bagaimana bisa dia mengecup keningku didepan para mahasiswa/i lainnya? Memang gila anak ini.

Aku senang, bangga dan beruntung mempunyai kekasih hebat seperti dia. Aku, bangga mempunyaimu, Kim Himchan.


Butiran pasir putih tersebar luas dan banyak di pantai ini. Aku mengambilnya sebagian dan menjatuhkannya perlahan. Aku duduk di tepi pantai dengan baju krem selutut  dan topi pantai. Kuluruskan kakiku yang tidak dibalut apapun. Angin pantai berhembus lembut membelai rambut panjangku. Beterbangan, rambutku. Ah, aku sangat senang.

Klik

Kali ini Himchan berhasil memotretku dikala aku tidak menyadari kehadirannya. Setelah berusaha bertahun-tahun kali ini dia menang. Dan sekarang dia memenangkan segalanya. Dia mengambil posisi duduk disebelahku. Mengarahkan kamera ke wajah kami. Aku menyiapkan gaya,

“Satu, dua, tiga” Himchan menghitung maju.

Bibirnya mendarat di pipi mulusku. Kami melihat foto-foto yang sejak tadi diambil. Romantis. Nyata. Menggemaskan. Itu gambaranku tentang ‘kita’. Kamu dan aku.

 “1 minggu lagi ya” ucapku mengganti topik.

 “Iya. Sudah tidak sabar ya” balasnya.

 “Aku deg-degan” Kepalaku menunduk malu.

Tangannya meraih tanganku, “Tenang sica, ada aku disini”

Aku menatapnya dan tersenyum, kusenderkan kepalaku dibahunya. Kami terdiam, tenggelam akan keindahan panorama alam yang tersajikan.


Gaun putih panjang yang simple namun elegant, kini sudah membaluti tubuhku. Riasan wajah yang tidak menor membuatku tampak cantik. Aku tersenyum puas melihat pantulan diriku di cermin yang ada. Ternyata, aku cantik juga. Badanku berputar 360 derajat. Lalu tertawa kecil untuk mengungkapkan kebahagiaan.

Pintu dibuka. Seorang pria yang kini terlihat sangat tampan dibalut oleh tuxedo. Tubuhnya mematung, bibirnya terkunci rapat. Tatapannya lurus memandangku. Sementara aku hanya bingung. Ada apa dengannya? Aku mendekat ke arahnya dan memegang pipinya.

 “Ada yang salah?” tanyaku bingung.

 “Kamu” dia berjalan mendekat.

 “Sangat cantik. Ingat, jangan biarkan yang lain jadi jatuh cinta padamu. Kau hanyalah milikku seorang” ia membisikkannya tepat di telingaku, diakhiri dengan mengecup daun telingaku singkat.

Aku hanya tertawa kecil, “Dasar anak kecil”

Dia menjulurkan lidahnya lalu berjalan keluar, “aku tunggu kamu di altar”

Senyuman tipis dengan sendirinya terukir di bibirku.


Semua janji dan ikrar telah kami ucapkan dihadapan tuhan. Janji suci untuk selalu bersama sedih maupun senang, susah maupun tidak. Bagaimanapun keadaan kami, kami telah berjanji agar selalu bersama. Menuntun pernikahan kami menjadi pernikahan yang baik dan tentram.

Dan disinilah aku sekarang. Jendela besar dekat kamar. Menunggu padamnya mentari. Sinarnya sudah mulai surut. Tergantikan gelapnya malam. Pemandangan yang dari dulu aku, dan Himchan sangat suka. Aku menyeruput teh hangatku. Menghirupnya menghadirkan ketenangan yang tidak dimiliki minuman lainnya.

Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dagunya diletakkan diatas kepalaku. Dia menghirup aroma shampoo khasku, dan membenamkan wajahnya di jutaan helai rambutku. Aku hanya terdiam, mengunci mulutku. Membiarkan moment ini terjadi begitu saja. Agar suatu saat nanti, ada hal yang bisa kurindukan, dan kukenang.

“Jika suatu saat aku kehilangan kakiku. Apa kau masih mencintaiku?” tanyaku

“Tentu saja. Setiap hari aku akan mendorong kursi rodamu dan membopongmu” jawabnya mesra.

 “Kalau suatu saat aku kehilangan penglihatanku. Apa kau masih mencintaiku?” tanyaku kembali.

 “Tentu saja. Akan kunyanyikan lagu-lagu indah. Membisikkan kalimat-kalimat cinta. Menunjukkanmu, bahwa hitam belum tentu kelam”

 “Kalau suatu saat aku kehilangan kemampuan berbicaraku. Apa kau masih mencintaiku?”

 “Tentu saja. Kita akan menghabiskan waktu dalam diam. Memperbanyak sentuhan dan membaca”

 “Himchan. Kenapa kau masih mau mencintaiku meskipun keadaan fisik maupun mentalku berubah?”

 “Kuning, merah, biru. Apapun warnamu, aku tetap mencintaimu”


 ---@senimanjsy




gomawo admin:]


 
Yesterday was a nightmire

 CAST : Riyoung (oc/you), Lee Donghae 
Genre : Romance, sad (maybe)
Leight : Oneshoot

Author: @kcheonsa_

-----------------------__________________---------------------


Aku memandanginya dengan tatapan miris dan suasana hati yang hancur. Bagaimana tidak, saat ini keadaannya sangat menyedihkan. Tubuhnya yang semakin kurus, tergolek lemas tidak berdaya diatas tempat tidur dengan banyak selang infus dan oksigen yang digunakan untuk membantunya bertahan hidup. Wajahnya pun semakin memucat.
Kuusap airmataku yang kembali menetes. Ya Tuhan, kenapa harus dia yang seperti ini? Kenapa bukan aku? Pasti dia merasa sangat kesakitan. 
Sembuhkan dia, Tuhan …..
Kalian mungkin bingung dan bertanya-tanya siapa yang sedang tergeletak sakit dihadapanku saat ini. Yah, Riyoung.
Riyoungku jatuh sakit dan harus dirawat di ICU. Kata dokter, penyakit lambungnya sudah kronis, dan jika terlambat sedikit saja membawanya kerumah sakit, dia bisa pergi untuk selama-lamanya akibat penyakit itu.
Ini sudah hari keenam Riyoung dirawat disini. Dan yang menyedihkannya, ketika melihat dia siuman, aku juga harus mendengar suara tangisannya karena menahan rasa sakit yang ditimbulkan lambungnya. Hatiku terasa perih melihatnya seperti ini. Dan kalau boleh memilih, biar aku saja yang terbaring sakit seperti ini.
Ku cek kedua kantung infus yang hampir habis. Bahkan, dia harus menggunakan dua infusan sekaligus karena kata dokter, Riyoung tidak mau makan sama sekali, jadi satu-satunya jalan untuk memberinya asupan makanan adalah melalui infusan ini.
Aku bergegas keluar sebentar untuk memanggil suster. Tak lama, wanita paruh baya yang menggunakan pakaian serba putih itu langsung masuk dan langsung mengganti kedua kantung infus. 
“Nanti kalau Riyoung agassi sudah bangun, tolong paksa dia untuk makan ya. Karena, keadaannya bisa semakin parah kalau dia tidak makan apapun”, ucap suster itu setelah selesai mengganti infusan.
Aku mengangguk pelan, “Ye, algesseumnida. Kamsahamnida”.
Setelah suster itu keluar, aku kembali duduk dan menggenggam tangan gadisku ini. Aku rindu dengan senyum manisnya. Aku rindu dengan tawanya, aku dengan perhatiannya, aku rindu semua tentangnya.
“Hmmm ..”, dia menggeliat dan perlahan membuka kedua matanya. Jinja, melihatnya seperti ini, aku ingin menangis lagi.
Tatapan sendunya terlihat sayu. Kulit putihnya memucat. Dia menatap kearahku, kemudian tangan kirinya yang bebas dari selang infus, mengusap pipiku lembut.
“Kau sudah bangun?”, tanyaku pelan sambil menggenggam tangannya yang masih mengusap pipiku.
Dia mengangguk, “Uljima …”, bisiknya.
Aku berusaha tersenyum. Tidak. Dia tidak boleh tahu kalau aku menangis. Aku tidak ingin keadaannya makin memburuk.
“Ani~ aku tidak menangis”, sahutku berbohong.
Dia menatapku seakan berkata, ‘Kau tidak bisa membohongiku, Mr. Lee!’. 
“Aku tidak bohong~”, sanggahku. Kulihat, dia tersenyum tipis.
Cantik. Dia tetap cantik ketika dia tersenyum.
“Sudah berapa lama aku tidur hari ini?”, tanyanya.
“Emmm, hampir setengah hari ini kau tertidur”, sahutku.
Dia mendengus pelan, “Apa aku hibernasi? Aish, badanku bisa sebesar bola kalau hanya tidur terus menerus. Kau sendiri? Tidak tidur berapa hari?”.
Pertanyaannya menohok ulu hatiku. Bagaimana dia bisa tahu kalau hampir satu minggu ini aku tidak bisa tidur? Lagipula, apa kau bisa tidur dengan nyenyak, sedangkan orang yang sangat kau cintai sedang terbaring lemah diruang ICU? Bahkan untuk berpikir tenang saja sangat sulit.
“Aku tidur kok~”, ucapku sambil mengusap wajahku.
“Yang lain kemana? Kenapa hanya kau yang menjagaku?”, tanyanya lagi.
“Abeonim tadi pagi sudah harus berangkat lagi ke Barcelona, sedangkan Eommonim dan yang lain kuminta untuk pulang, karena mereka sejak semalam menjagamu disini”, jelasku.
Dia hanya terdiam sambil mengetik sesuatu di ponselnya. “Kau makan dulu ya”, ucapku sembari mengambil nampan yang berisi bubur.
“Ige mwoya? Bubur? Sihreo”, ucapnya pelan.
“Selama sakit kau tidak makan apa-apa, Riyoung-ya”, sahutku.
Dia menggeleng cuek, “Lambungku masih belum bisa menerima apapun, Hae. Kau mau, aku muntah lagi?”.
“Ya tapi setidaknya, ada asupan makanan yang masuk. Kalau begini terus, kau akan lama keluar darisini”, bujukku. Astaga, sedang sakit pun, dia tetap keras kepala.
Dia langsung menatapku sambil cemberut, “Kau jahat”.
“Jangan pernah bilang begitu. Aku cinta padamu, aku ingin kau cepat sembuh. Kusuapi ya”, kusuapi sesendok bubur ke mulutnya. “Langsung telan, supaya tidak mual”.
Satu sendok, dua sendok, masuk dengan lancar kedalam mulutnya, tapi ketika aku hendak menyuapkan sendok ketiga, tiba-tiba saja dia mengambil wadah yang ada disamping ranjang dan, muntah lagi.
“Enough, Hae .. Jangan membunuhku”, keluhnya. 
Aku pun meletakkan mangkuk bubur diatas meja dan mengambilkan air hangat untuknya. Maafkan aku, Riyoung-ya.
“Mianhae ..”, ucapku pelan. Pasti sangat menderita sakit seperti ini.
“Lidahku terasa pahit”, lirihnya.
“Mau kubelikan permen atau cokelat?”, tanyaku.
“Apapun, asal jangan cokelat”, pintanya.
“Jakamman. Keundae, kau tidak apa-apa kutinggal sendiri?”, tanyaku ragu.
Dia mengangguk pelan. Aku pun bergegas keluar ruang ICU, dan langsung menuju kantin rumah sakit. Kubeli beberapa bungkus permen. Hemm, apalagi ya? Aku terdiam bingung didepan rak-rak yang berisi dengan keranjang permen dan cokelat. Riyoung anti dengan cokelat, ah baiklah, mungkin aku hanya akan membelikannya permen dan sari buah apel saja.
Setelah membayar semuanya, aku bergegas menuju lift dan hendak kembali keruang ICU, tempat Riyoung dirawat. Begitu kubuka pintu, terdengar suara muntahan yang berasal dari kamar mandi. Astaga, dia muntah-muntah lagi?
Aku pun langsung melempar belanjaanku ke lantai dan berlari menuju kamar mandi. Benar saja, saat ini kulihat Riyoung sedang bersandar lemas pada dinding kamar mandi dan selang infusnya terjatuh, hingga darah segar mulai keluar dari tangannya.
“Riyoung-ya !!”, aku mengambil kantung infusnya dan menggendongnya dengan sekali rengkuhan. Wajahnya semakin pucat dan sepertinya kesadarannya mulai hilang.
“Yeobo, aku akan memanggilkan dokter ya. Tunggu sebentar! Jangan kemana-mana”, aku bergegas keluarr dan berteriak memanggil dokter seperti orang gila. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku heran.
Dokter Park dan beberapa suster pun segera masuk kedalam dan memeriksa keadaan Riyoung. Tapi sayang, mereka memintaku untuk menunggu diluar. Dan selama menunggu didepan ruang ICU, aku mulai menangis keras. 
Bodoh! Harusnya aku tidak pergi keluar tadi! Kenapa kau bodoh sekali, Lee Donghae ?!?
“Hae hyung … Donghae hyung ..”, suara Rinho mengejutkanku. Aku pun mendongakkan wajahku yang penuh dengan airmata.
“Hyung, waeyo? Noona dimana?”, tanyanya bingung.

“Noona mu sedang diperiksa dokter, Rinho-ya”, lirihku.
Rinho langsung duduk disebelahku, “Noona kenapa lagi, hyung ?? Keadaannya sudah mulai membaik kan ?? Please answer my question, hyung!”.
Dia menatapku gusar. Aku sendiri bingung harus menjawab apa. Dan tiba-tiba dokter Park keluar dari ruang ICU. Aku pun buru-buru menghampirinya, “Bagaimana keadaan Riyoung?”.
Dia tersenyum tipis. Entah apa maksudnya. “Nanti sore, nona Choi sudah bisa keluar dari ICU. Keadaannya lumayan membaik. Tadi dia hanya muntah-muntah karena memaksakan diri untuk meminum air hangat sebanyak-banyaknya, tapi itu sangat bagus untuk kondisinya. Dan yang kulihat, hari ini dia sudah mau makan”, jelasnya yang langsung membuatku sedikit merasa lega.
“Kalau begitu, aku permisi dulu”, pamit dokter Park.
Aku pun membungkuk, “Kamsahamnida! Jeongmal kamsahamnida!”.
Rinho menepuk bahuku, dia tersenyum senang. Aku langsung memeluknya erat.
Kami berdua langsung masuk ke dalam dan melihat Riyoung yang sedang memejamkan matanya. Ah, melihatnya seperti ini lagi, aku kembali meneteskan airmataku.
“Hyung, kata Eomma, kalau kau lelah , kau bisa pulang. Nanti aku yang menjaga noona”, ucap Rinho.
Aku menatap kearah Riyoung yang sudah tidak terlalu pucat sekarang dan kuusap kepalanya, “Nanti sore saja saat dia sudah keluar darisini”.
“Kau pulang saja sekarang … Lelah kan sudah menjagaku?”, tiba-tiba Riyoung membuka matanya yang sayu dan menatapku.
Aku tersenyum tipis sambil mengelus pipinya, “Nanti saja. Aku tidak pernah merasa lelah menjagamu”.
“Aigo, senangnya melihat kalian akur seperti ini. Noona bersikap lebih lembut pada Hae hyung”, goda Rinho sehingga membuatku tersenyum malu, begitu juga dengan Riyoung.
Padahal kukira dia akan memukulku atau Rinho (.___.)
**************************************************
Hari ini, begitu selesai latihan, sambil ditemani Jungsoo hyung dan Hyukjae, aku kembali menjenguk Riyoung. Menurut kondisi yang kupantau kemarin lewat telepon, keadaannya sudah mulai membaik meskipun dia masih sering muntah.
Sambil membawakan sebuket mawar putih kesukaannya dan buah-buahan, kami bertiga pun sampai dirumah sakit dan segera memasuki kamar rawat 407. Hhihiii, nomor kamarnya mengingatkanku dengan id twitternya Siwon xD
“Annyeong haseyo …”, sapa kami bertiga begitu membuk pintu. Kulihat Riyoung sedang menonton drama di tv. Sedangkan Riyeon sedang sibuk dengan iPadnya, dan Eommonim terlihat sedang menelepon seseorang dan dia hanya tersenyum ramah kearah kami sambil membungkuk singkat.
“Annyeong haseyo, oppadeul!”, sapa Riyeong riang. 
“Riyoung-ah, bagaimana keadaanmu? Aku senang melihatmu sudah bisa keluar dari ICU”, ucap Jungsoo hyung. Riyoung yang semula fokus dengan drama yang ditontonnya, langsung mengalihkan tatapannya kearah leaderku itu.
“Ah, gomapseumnida, oppa”, sahutnya.
“Riyoung-ya, kau menonton drama apa? Secret Garden? Atau It’s Okay Daddy’s Daughter?”, tanya Hyukjae sambil duduk disebelah ranjang Riyoung.
“Ani~ ini dorama Jepang, oppa. Yukan Club”, jawab Riyoung singkat.
Aku tertegun sejenak, berusaha mengingat sesuatu. Eh ?! Yukan Club bukannya dorama Jepang yang ada Akanishi Jin namja yang akhir-akhir ini sering dipuji Riyoung didepanku ya ?? 
“Kau pindah sana!”, aku menyeret Hyukjae untuk berpindah tempat duduk, dan aku langsung duduk disebelah ranjangnya Riyoung sambil kedua mataku fokus menonton dorama yang sedang diputarkan di tv. Aish, bahkan ini dvd!
“Haeee, aku kan juga mau menonton. Selama ini aku hampir tidak pernah menonton dorama Jepang”, gerutu Hyuk. Tapi tidak kupedulikan ocehannya. Dengan serius kupandangi satu persatu pemain dorama itu. Rata-rata dari mereka berpostur tinggi dan berambut pirang. Aku heran dengan kekasihku ini, apa sih yang membuatnya tergila-gila dengan si pria Jepang itu ?! Padahalkan, aku tidak kalah tampan! (•˘з˘•) 
“Kau juga suka dorama?”, tanya Riyoung.
Aku menggeleng pelan tanpa mengalihkan tatapanku dari layar tv. Haish, mana sih si Jin-Jin itu ??
“Lalu kenapa terlihat antusias sekali?”, tanyanya lagi.
“Yang mana sih si Akanishi Jin itu? Aku penasaran dengan wajahnya”, cetusku tiba-tiba.
Kudengar Riyoung terkekeh, “Yakin, mau lihat?”.
Aku mengangguk gemas. Tentu saja aku mau lihat! Apa dia bukan pemeran utama di dorama ini? Ah, poor you, Jin ssi!
“Itu dia …”, Riyoung menunjuk kearah tv yang sedang menshoot seorang namja dengan rambut gondrong dan pirang, menatap sinis sambil mengemut lollipop dimulutnya. Ohh, jadi ini yang namanya Akanishi Jin ?! Sekilas, wajahnya mirip Taeminnie. Hanya saja dia lebih dewasa.
“Berapa usianya?”, tanyaku.
“Sama dengan Jongwoon oppa, Youngwoon oppa dan Hangeng gege”, sahut Riyoung singkat, “Tampan kan? Dan juga seksi”.
Aku hanya terdiam bete mendengarnya, “Iya, tapi sudah tua”.
“Apa bedanya denganmu? Kau juga sudah tua. Perhatikan garis-garis usia diwajahmu itu”, dia menusuk-nusuk pipiku dengan jari telunjuknya. Hahahaaa~ aku rindu dengannya yang seperti ini.
Aku pun tersenyum dibuatnya, “Tapi, bukankah kau tetap mencintaiku?”. “Aish, siapa bilang ??”, candanya.
Aku pura-pura marah sambil mengerucutkan bibirku. Aku tahu, dia sangat suka melihatku begini :p
“Aigo~ mirip Donald Duck!”, ledeknya.
“Omo~ Eomma rasa, Riyoung akan cepat sembuh kalau begini terus. Hahaaaa …”, goda Eommonim.
—————————————–
Malam ini, karena sudah selesai latihan dan besok tidak ada jadwal, aku pun mendapat ijin dari manager dan Jungsoo hyung untuk tidak menginap di dorm. Aku akan ke rumah sakit ~(‾‾~) (~‾‾)~ aku mau menjaga Riyoungku sampai pagi. Kebetulan aku sudah mengantungi ijin dari Eommonim.
Dan baru saja aku sampai didepan pintu kamar rawat Riyoung, tiba-tiba saja Eomma meneleponku. Ada apa ya?
“Yoboseyo, Eomma~”
“Donghae-ya! Kenapa tidak memberitahu Eomma kalau Riyoung masuk rumah sakit? Bahkan sempat masuk ICU juga. Aish, kau ini!”
Aku sempat menjauhkan ponselku dari telinga. Aigooo, Eomma suaranya kenapa nyaring sekali? ._.
“Eomma tahu darimana? Riyoung memang sempat masuk ICU selama enam hari. Tapi sekarang dia sudah pindah ke kamar rawat. Keadaannya juga sudah mulai membaik. Aku terrus menjaganya, Eomma jangan khawatir”
“Eomma diberitahu hyungmu, dan dia sempat melihat status di facebook Riyoung yang mengatakan kalau dia ada dirumah sakit. Sakit apa sampai masuk ICU?”
“Lambungnya sudah kronis, Eomma”
“Omo, omooo !! Kronis? Omoooo ….! Kenapa parah sekali? Lalu, apa dia sudah mau makan? Kenapa bisa sampai seperti itu? Haish, saat mendengarnya masuk ICU saja Eomma sudah ketakutan. Eomma terus-terusa berdoa supaya tidak terjadi sesuatu pada Riyoung. Sekarang kau ada dimana?”
“Aku baru sampai dirumah sakit, rencananya malam ini aku yang akan menjaga Riyoung sampai besok pagi. Kebetulan sampai besok, aku tidak ada jadwal”
“Kau sudah dirumah sakit? Ppali, berikan teleponnya pada Riyoung …”
“Jakamman …”
Aku pun bergegas memasuki kamar rawat Riyoung dan mendapatinya sedang memakan buah sambil ditemani Jung ajumma.
“Annyeong!”, sapaku, “Riyoung-ya, Eomma menelepon dari Mokpo, dan dia bilang ingin bicara denganmu”.
Riyoung pun menerima ponselku dan mulai mengobrol dengan Eomma.
“Yeoboseyo~ De, eommonim. Nado bogosipeo~ Ah, aku ingin main kesana lagi. Tunggu aku ya, Eommonim! Ne? Ah, y-ye~ tapi tidak begitu parah, jangan khawatir. Keadaanku sudah mulai membaik, Eommonim. Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Kabar Eommonim dan Donghwa oppa sendiri bagaimana? Aku rindu Eommonim~”
Obrolan mereka terus berlanjut, bahkan sampai Riyoung meneteskan airmatanya. Entah apa yang mereka bicarakan.
“De~ arayo~ gomapseumnida, Eommonim. Saranghaeyo~”, dia pun mengakhiri teleponnya dengan Eomma dan menyodorkan ponselku. 
Aku menatapnya bingung, “Kalian membicarakan apa? Kenapa sampai menangis?”.
“Rahasia perempuan”, ketusnya.
“Arasseo~ sebaiknya kau tidur, sudah malam”, ucapku.
Kukira dia akan membantahku, tapi ternyata perkiraanku salah. Dia menurut dan segera merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kukecup lembut dahinya, “Jaljayo”.
“Jaljayo …”, sahutnya.
“Mau dimatikan, atau dinyalakan lampunya?”, tanyaku. Jujur, aku sendiri takut kalau lampunya dimatikan.
“Nyalakan saja”, pintanya. Hhhh, syukurlah!
“Ya sudah, kau cepat tidur”, ucapku.
“Kau tidur dimana?”, tanyanya.
“Di sofa”, jawabku sambil menunjuk kearah sofa kecil yang ada dikamar rawat ini. Entah, akan muat atau tidak. +_+
Dia menatap ragu kearah sofa itu, “Memangnya muat?”. Aku tersenyum padanya. Kenapa bisa sepikiran denganku?
“Kakiku tidak sepanjang Siwon atau Kyuhyun, sayang. Lumayan bisa. Sudah ya, sebaiknya kau tidur”.

Ketika aku merebahkan diri diatas sofa, tiba-tiba kulihat Riyoung masih duduk diatas kasurnya dan menatap kearahku, “Wae?”, tanyaku bingung.
“Pindah kesini”, ucapnya pelan.
Kedua alisku bertaut. Tunggu, tunggu! Pindah? Pindah kemana?
“Oddie?”, tanyaku bingung.
“Kesini, disebelahku. Kasurku cukup besar kok untuk dua orang, asal kau tidak menendangku saat tidur”, jelasnya..
Aishhh, hahahaaaaa! Aku tidak sedang bermimpi kan? Riyoung menyuruhku untuk tidur seranjang dengannya? Ah ani, kenapa jadi terdengar yadong begini ?!
Aku menatapnya dengan tatapan takjub, “Maksudmu? Aku tidak mengerti”. 
Dia berdecak sebal, “Kau tidur disebelahku sini, diranjangku, asal jangan memakan tempat!”, omelnya.
Hmmppfhhhh! Kugigit bibirku, berusaha menyembunyikan senyumanku. 
“Otakmu sudah terkontaminasi otak yadong Hyukkie oppa ya?”, cetusnya.
Aku menggaruk leherku yang tidak gatal, aduh buaang jauh-jauh pikiran anehmu, Donghae-ya !!
“Aku tidak tega membiarkanmu semalaman tidur disana”, sahutnya lagi.
Sambil malu-malu, aku pun menghampiri tempat tidur Riyoung dan merebahkan tubuhku disebelahnya.
“Kau tidak merasa sempit kan?”, tanyaku.
Dia menggeleng sambil menghadap kearahku. Kuusap rambutnya lembut dan kuciumi dahinya, “Sudah malam, sebaiknya kau istirahat”.
Kupeluk tubuh mungilnya dalam dekapanku dan dia terlihat sangat nyaman.
“Riyoung-ya, kau tahu?”, tanyaku pelan sambil memainkan mengusap kepalanya.
“Hmm?”, sahutnya sambil memejamkan mata, tapi tidak tidur.
“Saat hampir seminggu kemarin kau masuk ICU, aku merasa sangat takut. Aku terus menangis memikirkanmu … Bahkan ketika dokter mengatakan kalau penyakitmu sudah sangat parah, aku benar-benar takut kehilanganmu”, ucapku.
Kulihat dia membuka kedua matanya dan menatap kearahku, “Kau takut kehilanganku?”, tanyanya polos.
Aku mengangguk dan menatap balik kedua manik matanya, “Aku sangat takut kau pergi meninggalkanku. Jujur, aku tidak ingin lagi kehilangan orang-orang yang kucintai. Memang terdengar egois, tapi itulah aku. Terlalu penakut …”.
“Aku juga seperti itu .. Tapi, jangan khawatir, aku tidak akan pernah meninggalkanmu”, katanya sambil tersenyum.
Kuusap pipinya, “Mau berjanji satu hal padaku?”.
“Janji apa?”, tanyanya bingung.
“Jangan pernah lagi membuatku ketakutan seperti kemarin-kemarin. Itu mimpi buruk bagiku …”
Dia mengangguk pelan sambil tersenyum. Aku pun kembali mengecup dahinya dan memeluknya, “Saranghaeyo”.
“Nado~”, balasnya.
“Sekarang, tidurlah. Kau tidak boleh tidur terlalu malam”, ucapku sambil menyelimutinya.
Tak lama, dia memejamkan kedua matanya dan tertidur pula didekapanku. Kuperhatikan wajah cantiknya. Aku merasa namja yang paling beruntung karena memiliki kekasih seperti seorang Choi Riyoung. Dia mendekati kata sempurna.
Berlebihan memang, tapi menurutku memang begitu. Dan aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Aku akan terus mencintainya, karena dia adalah jodoh yang diberikan Tuhan untukku …..

———end——--

 
Only One

By: absurdmind

Warning: Longshoot,feel gadapet.aoks._.v dan,minho sama sulli ceritanya satu lines.


“Saat ini kau tidak akan merasakannya!”

Rasa? Rasa apa?”

“Fikir saja sendiri! Otakmu memang lemah ya! Ahahahahaha!!”

“Kau!!”


You’re only getting farther – you’re the only one




Seoul Café,2011.

“Sulli-ya..kan kita sudah kenal lama..apakah kau tidak merasakan suatu hal? Kita sudah kenal semenjak di bangku sekolah menengah pertama..” Gadis yang dipanggil Sulli hanya menoleh dan tersenyum. Rambut panjang hitam kecoklatannya tergerai alami.

            “Kau mengigau bodoh? Kali keberapa kau berbicara seperti itu padaku? Lihatlah,banyak cewek lain yang ngantri! Aku sampai bingung apa yang mereka cari darimu..” Gadis itu mengikat rambut panjangnya kebelakang,kembali menatap lawan bicaranya yang kembali menyeruput segelas Tiramisu hangat. “Mungkin kau lelah,Choi Minho”

            “Sull,aku serius kali ini!” Laki-laki yang bernama Minho itu kini memegang tangan Sulli yang tadi memegang daftar menu. “Jangan anggap aku pernah main-main”

            Sulli tergelak mendengar perkataan cowok yang bernama Minho itu. Kali ini,raut di wajah babyface-nya berubah menjadi sedikit lebih serius. Keheningan melanda 2 orang yang berada di ujung usia belasannya. Genggaman tangan Minho semakin erat.

            “Sudahlah,jangan dilanjutkan bodoh. Wajahmu semakin terlihat jelek dan tua..” Sulli melepaskan genggaman tangan Minho. Minho terkekeh dan kembali menyeruput tiramisu hangatnya. Diapun mengeluarkan IPhone hitamnya dan mengetik sesuatu. Sulli yang tengah asyik dengan menu,perlahan tertarik dengan aktifitas lawannya.

            CKRIK! Terdengar suara yang familiar di telinga Sulli,namun dia tak mengindahkannya. Tak lama,IPhone putih milik Sulli bergetar,ada notifikasi.

            ‘ #sulli #cafe #ditolak #friends #heartbreak #childish #aneh @SulliChoi’ update dari instagram milik minho,dengan mengetag username instagram Sulli,lengkap dengan fotonya yang sedang asyik melihat daftar menu. Sulli lantas menatap Minho tajam. Minho yang sadar dirinya tengah di perhatikan,langsung membuang mukanya dan bersiul…gak jelas sih.

            “Hei bodoh. Memalukaaaan!!” Sulli menggerutu dan mengacak-ngacak rambut Minho hingga sedikit lebih berantakan.

            “Maaf ssul,ehehehe” Minho memasang wajah memelas dengan tangan berpose ‘peace’. Sulli mengambil nafas panjang.

As much as I loved you, you’re the only one



                ‘D’ SMA,Seoul. 2012

Sepasang kaki kecil menulusuri tangga SMA di Seoul. Sepatu kanvas berwarna hitamnya beradu dengan tangga. Mata bulatnya terlihat mencari seseorang. Sepasang kaki itu kembali bergerak menelusuri koridor yang dilapisi lantai berwarna abu-abu. Beberapa murid sebaya dengan dirinya dia lewati. Tangannya menggenggam secarik piagam penghargaan. Ya,Sulli baru saja memenangkan lomba yang ia jalani beberapa hari yang lalu. Kini,dia menggenggam sertifikat yang menyatakan bahwa ia telah meraih juara ke 2 yang telah diberikan Jung Songsangnim tadi.

            Kaki itu kini beradu dengan tanah lapang,melewati perbatasan antara sekolah untuk wanita dan pria. Kaki itu kembali beradu dengan ubin berwarna hitam,lalu beradu dengan tangga,dan dia sampai di kelas yang dia cari. Kelas 3-C. Mata bulatnya mencari sosok yang dia cari,namun tak menemukannya.

            “Sulli-sshi..nyari siapa?” suara berat mengagetkan Sulli. Sulli sontak menoleh kebelakang untuk mengetahui siapa yang memanggilnya.

            “Ah,Sehun-sshi. Kamu lihat Minho nggak?” Sulli tersenyum lebar sambil menggaruk kepalanya.

            “Tadi dia ada di lapangan indoor untuk sekolah wanita..tadi ya tadi” Sehun mengingat-ingat kembali perkataan Minho setengah jam yang lalu.

            Tanpa basa-basi,Sulli langsung berlari ke tempat yang disebut oleh Sehun. Kaki kecilnya kini bergerak lebih cepat,dia juga menerobos beberapa orang dan mengabaikan beberapa orang yang mengucapkan selamat baginya. Sesampainya di depan lapangan indoor,dia berhenti sejenak,karena melihat banyak teman-temannya yang mengerubuni pintu berkaca tersebut.

            “Permisi..ada apa ya..”Sulli perlahan menerobos beberapa orang di depannya.

            “Unnie!! Jangan masuk!” Suara hoobae-nya yang sangat dia kenal mengagetkannya.

            “Kenapa jangan,Naeun?” Sulli menghentikan langkahnya. Karena Naeun tidak merespon,diapun kembali melanjutkan aksinya dan membuka pintu itu lebar lebar.

 

It hurts and hurts and it’s foolish but good bye



            Mata bulatnya kini semakin membulat melihat apa yang terjadi di depannya. Sahabatnya sejak masih kecil,kini tengah memainkan gitar-yang sepertinya sudah di akhir lagu- dan seorang teman seangkatan yang tidak begitu dia kenal,kini sudah berkaca-kaca di hadapannya. Sulli menahan diri untuk tidak bersuara dan tidak mendekat,tangannya menggenggam sertifikatnya dengan erat. Terdengar bisik-bisik dari luar ruangan itu. “Hei lihat,kini ini akan menjadi sebuah drama..tragis ya,Jisook?”.

            Minho yang-sepertinya- tidak menyadari kedatangan Sulli,beranjak dari gitarnya menuju gadis berambut hitam ikal tersebut,lalu memegang tangannya dan berlutut.

            “Would you be mine? Krystal Jung?” suara berat Minho menggema seantero ruangan. Gadis yang bernama Krystal itu kini menangis sejadi-jadinya. Terlintas satu kata di otak Sulli. Lebay.

            Cewek yang mukanya sedikit blasteran itu spontan mengangguk dan menarik Minho yang tengah berlutut untuk berdiri. Sulli menatap mereka dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dia senang,sahabatnya sudah mendapatkan pasangan..Namun,dia tidak ingin membohongi dirinya sendiri. Hati kecilnya merasakan sakit yang amat sakit.

            Dan,Sepasang kekasih-baru jadian- itu kini tengah menatap satu sama lain,Minho menghapuskan air mata yang menggenang di mata indah Krystal. Sertifikat yang Sulli pegang,kini sudah tak berbentuk. Robek-Kucel-Lecek. Sertifikat loh itu,ciyus deh.

            Ketika mereka sudah mulai tenang,Sulli mengambil langkah pelan mendekati mereka berdua. Ketika sudah sampai di dekat sepasang kekasih itu. Sulli menjulurkan tangannya. Gemetar. Minho yang baru menyadari ada Sulli disini,sedikit tersentak dan menatap Sulli dengan tatapan sendu. Sementara Krystal menatap Sulli dengan tatapan ‘menang’.

            “Selamat ya..oppa.” Sulli memberanikan diri untuk menatap mata hitam milik Minho. Aneh? Ya,aneh..Sulli jarang sekali memanggil Minho dengan sebutan ‘oppa’. Minho pun perlahan membalas jabatan tangan dingin Sulli,tanpa sadar..dia menggenggam tangan putih itu dengan erat,menatap Sulli dengan tatapan ‘Maafkan-aku’.

Though I may never see you again, you’re the only one
Only one




            Hari perpisahan bagi seluruh siswa-siswi SMA. Termasuk oleh SMA yang dihuni Sulli cs.  Semenjak kejadian Minho yang menyatakan perasaannya pada Krystal,Sulli sedikit menjaga jarak dengan Minho. Karena dia ingin tetap menjaga persahabatannya dengan Minho,walau kini banyak waktu mereka yang tergantikan oleh waktu Minho dan Krystal. Sulli yang memakai hoodie berwarna abu-abu dan celana jeans panjang dan tas kecil terkalung di lengannya bersiap untuk ‘perjalanan’ terakhir-nya di SMA. Tidak mewah kok,hanya berbelanja dan menonton. Sebatas hangout dengan teman temannya. Namun,sekolah telah membagi acara hangout ini agar tidak bentrok. Jadi,Cewek 3-A dan cowok 3-A satu grup,dan seterusnya. Sulli yang berada di kelas 3-C akhirnya satu grup dengan Minho. Minho pun terpisah dengan Krystal yang berada di kelas 3-A.

            “Hai” Suara familiar itu kembali mengagetkan Sulli yang tengah kebingungan. Karena dia tidak membawa kendaraan pribadi,jadi mau gak mau harus nebeng. Sulli lantas menengok ke sumber suara,dan menatapnya datar. “Ikutlah,di mobilku hanya ada Sehun kok” Tangan cowok itu menarik tangan Sulli,mau tak mau..Sulli harus mengikutinya.

            “Hai Ssul” Sehun yang ada di bangku belakang menyapa Sulli. Sulli tersenyum. “Hai Sehun” Minho mencoba tidak tertarik.

            Singkat cerita,kini mereka sudah sampai di penghujung acara ‘perpisahan’ ini. Di Sungai Han (Untuk kelompok 3-C),di Cinema (3-B),dan di N-Seoul Tower(3-A). Air tenang sungai Han membuat kelompok C semakin terbawa suasana.

            “Lun..aku mau ngomong..sebelum semuanya terlambat..” suara cowok yang sedikit tinggi menarik perhatian 30 orang anggota kelompok C. Gadis yang dipanggil dengan ‘Luna’ itupun segera menoleh,rambut pirang sepunggungnya tertiup angin dengan alami. Menambah kecantikan alami di wajahnya. “Kenapa Jjong?”

            Jonghyun menatap Luna dengan tatapan sendu. “Saya mencintaimu”

            Seantero kelompok C hanya menganga. Mereka tidak menyangka,kalau 2 orang yang sudah kayak Tom & Jerry ini akan berakhir seperti ini. Sementara itu,terlihat Luna yang tersenyum lebar,dan dia mengeluarkan secarik kertas. Jonghyun perlahan membaca tulisannya. “I love you too”

            Serentak,semuanya bertepuk tangan. Sulli yang melihatnya sampai sedikit mengeluarkan air mata. Lama kelamaan,dia terisak. Sehun yang melihatnya,langsung menghampiri Sulli.

            “Kenapa? Kok nangis?” Sehun duduk di sebelah Sulli.

            “Gak kok,Cuma terharu. Lucu aja gitu,temen deket aku..Luna..jadian sama musuh bebuyutannya noh,si Jonghyun..ihihihi” Dia menghapus air mata yang menggenang. Dari kejauhan,Minho menatap Sulli dan Sehun.

            “Mau digituin juga?” Sulli mengangguk dan tertawa renyah

            “Okey,aku sayang kamu ssul,serius deh” Sontak,Sulli menatap Sehun kaget dengan tatapan tidak percaya. Sehun menatap kedua mata bulat Sulli. Di dalam lubuk hatinya,masih ada Minho. Namun,Sehun ada untuknya. Pilihan sulit bukan?

            Otak dan fikiran Sulli kembali berperang. Otaknya meminta untuk berpaling pada Sehun,namun hatinya tetap ada pada Minho. Darah Sulli berdesir. Dia harus menentukan pilihan-nya.

            “Maaf,Sehun..aku bukannya tidak menyukaimu,aku sangat menyukaimu…tapi ada satu alasan yang membuatku tidak bisa kembali mencintaimu. Hatiku stuck di orang lain Sehun,sungguh. Jangan benci aku..” Sulli memalingkan pandangannya. Sehun menatap Sulli dan mengacak-ngacak rambut gadis itu.

            “Tak apa,Ssul” 3 kata itulah yang Sehun ucapkan untuk terakhir kalinya pada saat momen itu.

We awkwardly sit across each other

          November,2012.

            Setengah tahun sudah. Sulli dan Minho sudah jarang ber-komunikasi. Terakhir berkomunikasi..bulan Mei pertengahan. Disaat ada pertemuan pertama para siswa yang lulus pada tahun ajaran itu. Sulli pun sekarang sedang menekuni langkah awal-nya sebagai penulis. Kini,dia menekuni buku pertamanya.

            “…dan kali ini Jihyun tidak bisa menahan lagi perasaan yang menjalar sampai ke ubun-ubunnya. Dia merindukan Minjae..merindukan semu-“ Sulli yang sedang menggumamkan naskah yang ditulisnya,terhenti karena IPhone putihnya berbunyi.

            “Yoboseyo? (Halo?)” Sulli memakaikan headsetnya.

            “Sulli-ya..ingat denganku?”

            Suara itu..suara yang membuat seorang Choi Sulli tak bisa bergerak,tak bisa memalingkan hati,tak bisa berfikir dengan jernih. Orang yang baru dia sadari..orang yang dia cintai dengan sepenuh hati kecilnya. Walaupun pria itu juga yang telah membuat Sulli tersakiti,bahkan bisa gila.

            “Apa,bodoh?” suara-nya terdengar sedikit bergetar,walaupun berusaha distabilkan.

            “Siang ini ada waktu? Kutunggu di ‘F’ café di dekat Seouldae”

            Sejenak,Sulli memikirkan jawabnnya. “Ya,tunggulah jam 1 ya.”

            TUUT TUUT

            Hari ini berlalu dengan sangat cepat,tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sulli yang menyadarinya sontak terhenti dari aktifitasnya. Tubuh mungilnya mulai bergerak mengitari ruangan bercat putih tersebut,mendekati sebuah lemari kayu klasik yang berada di samping rak bukunya. Dengan cepat,ia menyambar semi-dress berwarna coklat muda.

                Selesai dia bersiap-siap,dia segera menuruni tangga rumah minimalisnya itu,setelah keluar,dia mencari bus yang berjurusan ke arah Seouldae. Sepanjang perjalanannya,dia tidak bisa berfikir dengan jernih. Beribu pertanyaan menghujang benaknya. Pertanyaan dari dirinya,yang tidak bisa dia jawab sendiri. Sekali lagi,otak dan hatinya berperang. Perang panjang yang-mungkin-akhirnya akan sulit untuk ditebak. Sampai,kini tubuh mungil itu sudah sampai di depan Seouldae. High-heels coklat yang melapisi kaki putih itu kini beradu dengan tanah. Tas yang dibawa di bahu dengan rantai putih yang mengkilap menambah cantik penampilan gadis muda ini.

            “Sulli-ya” Sulli kini tidak bisa bergerak,sedetik setelah dia masuk ke dalam café,suara itu yang pertamakali dia dengar. Dari arah samping kanannya. Perlahan,Sulli menengok ke sumber suara tersebut,menghampirinya. Dan,dia mematung disana.

            “Kenapa Ssul? Duduklah..” Cowok berperawakan kekar yang memakai kaos santai berwarna putih dan celana jeans gombrang itu kini bangkit dari duduknya,menggeser kursi-calon-lawan main bicaranya kebelakang,dan mempersilakannya duduk.

Making small talk and asking what’s new

            “Apa kabar? Lama tidak bertemu denganmu,Minho-ya” Tangan berjari lentik itu kini terjulur ke depan lawan bicarnya. Tangan kekarpun membalas jabat tangan itu.

            “Aku baik,neo?(kau?)” Pegangan tangan yang-sangat-canggung itu kini terlepas,seperti biasa. Minho mengorder minuman hangat..lagi.

            “Aku juga,aku sekarang menulis buku..mau lihat sinopsis-nya?” Tangan putih itu kini bergerak menuju tas di pangkuannya,dan mengeluarkan selembar kertas berukuran A4 yang sudah dilipat sedemikian rupa. Tangan kekar menyambut kertas itu,iris mata hitam di dalam bola mata onyx itu kini mulai bergerak membaca kertas di hadapannya.

            ‘Melepaskan orang yang benar-benar tulus mencintaiku..demi orang yang sudah tidak bisa dibilang dengan kata jelas. Jihyun. Song Jihyun. Namaku mungkin tidak pantas disebut,karena aku fikir akulah orang yang bodoh dalam situasi ini. Terus mempercayai apa yang tidak bisa dipercaya dengan alasan yang logis. Menunggu orang yang sudah menusuk hatinya dengan seribu jarum. Memanaskan perasaannya dengan berliter liter air mendidih,dan membanjiri matanya dengan seember air mata. Namun,hal yang orang orang sebut dengan cinta itulah..yang membuat dia bisa menunggu seorang Kang Minjae’

 

The moments when the conversation stop for a moment
The cold silence freezes us




            Hening. Keheningan menimpa kedua orang yang sedang duduk berhadapan dan dibatasi kursi tersebut. Membuat mereka seakan ‘membeku’ di tempat itu. Jemari putih hanya bisa memainkan rantai putih tasnya. Jemari kekar hanya bisa bergetar sembari memegang secarik kertas tersebut.

We will become strangers at this place right now
Someone will shed tears and be left alone but..


        “Minho-yaaa~!!” suara berat seorang wanita meleburkan keheningan diantara 2 orang yang benar benar tersesat di dalam sebuah permainan yang bernama cinta. Satu satunya laki-laki diantara mereka berdiri dan menghampiri wanita yang memakai kemeja santai dengan black jeans yang membuatnya semakin terlihat cantik.

“Ah..kenapa..chagi?(sayang?)” Sulli sebisa mungkin menahan diri untuk tidak berteriak seperti orang kemalingan-lagi. Dia berusaha menahan emosinya sekarang. Ternyata penantiannya selama ini memang bodoh,sirna sudah. Setelah anak blasteran si Jung Krystal itu,sekarang seorang Minho mengencani sunbae SMA mereka yang lebih tua 2 tahun dari mereka. Idola para laki-laki,Kwon Yuri.

Mata indah Yuri kini beralih ke Sulli yang sedang duduk mematung di sebelahnya. Terlihat Sulli sedang melipat kembali sinopsis novelnya yang ditinggalkan begitu saja oleh Minho. “Dia siapa,chagi?” Tanya Yuri sambil menunjuk Sulli dan membuat gadis itu sedikit kaget dan dia berdiri.

“Namaku Sulli,Choi Sulli. Aku teman kecilnya Minho..salam kenal eonni” Sulli membungkukkan badannya 90 derajat. Berharap Yuri tidak akan memberikan bad first impression padanya.

“Kwon Yuri.” Jawabnya singkat sambil membalas jabat tangan Sulli. “Chagi,aku harus pergi dulu ya,Tiffie(Tiffany) sudah menungguku di Seouldae,pai pai saranga” Lanjut Yuri sambil mengecup pipi kiri Minho.

Minho melambaikan tangannya sampai pacarnya itu menghilang dari pandangannya. Mood Sulli kini semakin hancur dan sulit dimengerti. Tiba tiba dia terduduk di kursi,setetes air mata mulai menggenangi kelopak matanya dan mengalir pelan di pipinya. Minho yang menyadarinya perlahan mendekati gadis itu,berdiri di sampingnya. Sang gadis hanya bisa mengeluarkan air mata tanpa kendali dan tanpa suara.

“Kau baik baik saja,Sulli-ya?” Minho membuka percakapan yang sudah ‘mati’ dari tadi.

“Apa yang kau lihat?” Suara seraknya yang terdengar diusahakan stabil menjawab pertanyaan bodoh pria itu.

Mata Onyx sang pria menatap gadis yang ada di hadapannya dengan tatapan yang sangat sendu dan teduh.

I hate seeing you try not to scar me and feel ill at ease
So I’ll let you go


        Tangan pria itu kini sudah ada di rambut halus gadis yang terduduk di depannya. Membelai pelan rambut kecoklatan itu. Sementara,gadis yang dia belai kini larut dalam suasana yang sudah lama ia tidak alami.

            Flashback: On

            “Hei! Sulli,kau dimana?” Kaki kekar kini sedang bergerak cepat menyusuri tanah sungai Han yang dingin di malam hari. Hari ini,dia mengajak Sulli untuk berbicara,ya..sekedar bertemu. Tiba-tiba,pandangan iris mata hitam itu menjadi gelap,ada yang menutup matanya dari belakang. Sedetik kemudian, satu kata keluar dari bibir itu. “Sulli!”

            “Hihihi,maafkan aku Minho-ya” Sulli langsung berdiri di depan Minho,menyerahkan segelas Tiramisu hangat berukuran sedang. “Minumlah,ini musim dingin kan..”

            “Thanks,ayo duduk” Minho menarik tangan Sulli,membuat mereka berlari kecil di tengah udara dingin Seoul City. Dan langkah mereka terhenti di hadapan sebuah pohon besar.

            Keheningan tercipta diantara mereka. Angin sepoi sepoi mulai bertiup. Menambah dinginnya Seoul City. Rambut kecoklatan panjang Sulli tertiup angin. Membuat gadis itu menutup matanya. Spontan menarik perhatian Minho,membuat pemuda itu menoleh dan meraih rambut gadis itu dan menyisipkannya di belakang telinga. Sang Gadis menatap Minho dengan tatapan ‘kau-kenapa?’. Namun,tatapan yang diberikan gadis berambut coklat itu tidak diindahkan oleh Minho. Minho mendekatkan wajahnya pada wajah gadis yang polo situ. Sedetik kemudian,sang gadis memejamkan matanya ketika jarak tinggal 30 sentimeter. Sedetik kemudian,sang gadis sadar dan kembali di kuasai otaknya.

            “You are not supposed to do this..” Sulli mencengkram bahu Minho dan menjauhkannya dari hadapannya. Detik berikutnya,Sulli menatap Minho. Minho balik menatap Sulli dengan tatapan ‘Maafkan-aku’.

            “Sa..sa..”Minho tergagap. Sulli menatap Minho dengan tatapan bingung. “A-aniyo..lupakan,Sulli-ya..”

           

            Keheningan kembali menjalar diantara mereka. Tiba-tiba,Minho ‘memecah’kannya.

“Saat ini kau tidak akan merasakannya!” Minho menatap ke depan

“Rasa? Rasa apa?” Sulli menoleh

“Fikir saja sendiri! Otakmu memang lemah ya! Ahahahahaha!!”

“Kau!!”

Sulli mengejar Minho yang sudah kabur detik sebelumnya. Ya,berlarian di tengah Musim Dingin Seoul City,disaksikan oleh saksi bisu. Sungai Han. Pohon pohon yang seolah membatasi ‘dunia’ dengan ‘dunia’ milik mereka berdua.

 

At my sudden works, you seem to be relieved for some reason
Where did we go wrong?


Flashback: Off

“Maaf..”  Minho tersadar duluan. Keduanya,melayangkan fikiran mereka ke masa lalu.

“Tidak perlu..untuk apa?” Sulli menatap Minho dengan tatapan sendu-nya.

Minho terdiam seribu bahasa. Tidak mampu menjawab pertanyaan gadis di depannya. Dia sendiri tidak bisa mendeskripsikan perasaannya pada gadis ini.  Ya,Choi Sulli. Gadis yang menemaninya selama 6 tahun ini. Gadis yang mewarnai kesehariannya. Menyambutnya dengan senyuman,ada di saat dia sedang butuh tempat untuk bersandar. Atau setidaknya untuk sekedar menemani kesendiriannya.

Namun,semenjak hari ‘itu’. Gadis ini sudah tidak seperti dulu. Ya,dia memang sering berada di sekitarnya,namun tidak sesering dulu. Raut wajah cerianya tidak terlihat benar benar ceria. Ketika pacarnya datang,raut di wajah itu menjadi muram yang disembunyikan. Fake smile. Fake expression.

Dia merindukannya. Merindukan Choi Sulli yang dulu. Dan bodohnya,dia baru menyadarinya sekarang. Setelah berbulan-bulan tidak bertemu. Dia harus berperang dengan ego-nya demi bertemu Sulli hari ini. Hatinya mengatakan,bahwa seorang Choi Minho merindukan seorang Choi Sulli Terdengar simple,tapi percayalah. Ini tidak semudah kedengarannya.

 

Did we hope for different places starting from long ago?



            “A-aku harus pergi..” Sulli beranjak dari kursinya. Tidak berani menatap mata Onyx milik Minho.

            “Su-sulli..”

            “Maafkan aku,a-aku ada janji dengan e-editorku. Senang bertemu denganmu. Sampai jumpa” Sulli bergegas keluar café yang menjadi saksi bisu pertemuan ‘tragis’ mereka. Minho menatap nanar sinopsis novel Sulli. Diambilnya kertas itu,dia mencari sesuatu. Benar saja,alamat rumah Sulli tertera di halaman selanjutnya.

            Di saat yang bersamaan,Sulli berjalan menelusuri trotoar. Pandangannya lurus ke depan,bayang-bayang masa lalu berkelebat di pandangannya.

            ‘Apakah aku salah mengenalnya? Haruskah aku memutar balik waktu agar tidak seperti ini? Apakah dia juga mengharapkan untuk tidak mengenalku?’

 

The sharpness of the vast difference of our start and end
And the pain that stabs my heart – why is it so similar?




       

Desember,2012.

            GAKKOONG!GAKKOONG!

            Ringtone IPhone Sulli berbunyi. Menandakan seseorang menelfonnya.

            “Yoboseyo? (Halo?)”

            “Sulli-ya!!” Suara perempuan terdengar jelas sedetik setelah ucapan pertama Sulli. Sangat Familiar. Sulli paham benar itu suara milik siapa.

            “Luna!! Ada apa?”

            “Lusa reuni SMA. Mau ikut? Aku sudah ajak Hyeri dan Jieun juga!!”

            “Ah Jinjjayo? Aku sangat ingin ikut..tapi aku tak ada transportasi kalau tempatnya jauh,Luna-ya”

            “Tidak jauh kok,Di café di dekat sungai Han ituloh..masa kamu gatau?”

            DEG

            Café itulah saksi bisu kejadian sebulan yang lalu..kejadian yang sangat tidak ingin dia ingat namun tidak bisa ia lupakan begitu saja.

            “Sulli?” Lamunan Sulli seketika buyar

            “E-eung..Maaf Lun..Y-ya,akan kuusahakan,aku datang jam 2 saja ya..”

            “Okay,kau hanya terlambat 1 jam kalau begitu. Dadah!”

            “Bye..”

            TUUT TUUT

            Telfon terputus. Sulli menarik nafas panjang. Ya,dia harus menghadapi ini,tidak boleh terus menerus menghindari seorang Minho.

My overwhelmed heart crumbles emptily in just one moment
How can I stand up again?



            Hari Reuni.

            Sulli sudah tidak bisa melawan takdir yang sudah ada di depan matanya. Dia sudah berjanji bahwa dia tidak mau bertemu dengan Choi Minho. Namun,di lubuk hatinya terbesit rindu yang sangat dalam. Namun,Sulli sadar..Minho tidak mungkin memiliki perasaan seperti perasaan yang dia alami. Sudah ada Yuri disisinya. Dan dia yakin kalau Minho pasti sangat bahagia. Sulli rela,akan melakukan apapun..asal Minho bahagia. Walaupun jika Minho harus meninggalkannya.

            Bayang-bayang ilusi masa lalu terus berkelebat. Setetes air mata turun dari mata bulat gadis itu, mengingat kembali berjuta kenangan yang sudah ia alami bersama laki-laki itu. Sakit sekali. Ya,sakit jika dia mengaitkannya dengan kejadian yang sekarang terjadi. Kenyataannya,Minho tidak pernah mencintainya. Cinta bertepuk sebelah tangan. Sulli mengambil nafas berat,menyeka air matanya. Meraih tas selempangnya,lalu dia mulai menelusuri trotoar siang Seoul City.

            Sepatu kanvas hitamnya beradu dengan tanah sungai Han. Menandakan sebentar lagi ia akan sampai ke dalam café itu. Saksi bisu-kedua-pertemuannya dengan saranga-nya.

            Sampai di depan pintu café itu,Sulli menghela nafas panjang.

            “Annyeong..and..Goodbye..”

My love, good bye now – you’re the only one (you’re the only one)
Even at the moment we break up, you’re the only one




        “Annyeong..” Sulli menatap ke-6 orang temannya-termasuk Minho- satu persatu. Lalu dia duduk disamping Jieun. Luna yang merasakan keanehan,langsung menyikut Minho yang ada di sebelahnya.

            “Psst..kalian bukan pasangan?”bisik Luna. Minho menggeleng. “Jinjja?” Minho mengangguk. “Sulit dipercaya..”.

            Suasana mendadak hening. Keheningan kembali tercipta. Hari itu,ada Sulli,Luna,Jieun,Minho,Kyungsoo,Chanyeol,dan Taemin.

            “Chans(panggilan untuk Chanyeol) ambilkan menu buat Sulli bisa kali..” pinta Kyungsoo yang tidak enak dengan keheningan. Chanyeol pun memanggilkan pelayan dan meminta Sulli untuk mengorder.

            “Satu Soup dan Frapucino” jawab Sulli singkat.

            “Kau tidak berubah ya,dari dulu kesukaan-mu pasti Frapucino atau Tiramisu”ujar Taemin.

            “Itu enak,manis”sela Jieun. “Wajar Sulli menyukainya”

            “Pertemuan terakhir kamipun,dia memesan itu” Ucap Minho tiba-tiba. Membuat ke 6 pasang mata lainnya terbelalak.

            “Kalian sudah pernah bertemu? Kapan?” Kyungsoo angkat bicara.

            “Sebulan yang lalu,tidak usah dibahas lagi.” Sulli menjawab pertanyaan Kyungsoo dingin.

            “Sulli-ya...kau kenapa? Kok jadi murung gini?”Chanyeol menepuk bahu Sulli.

            “Tidak,aku tidak apa-apa”

            “Kotjimal,dia berbohong”Minho bangkit dari bangkunya. “Kembalilah menjadi Sulli yang kukenal,Choi Sulli!”Minho menggebrak meja,membuat seantero café menatap ke arahnya.

            Sulli menunduk,menggenggam erat tas-nya.

            “Sudahlah bro,sudah”Taemin mulai menenangkan Minho.

            “Aku tidak berbohong”Sulli berdiri,dia terlihat menarik kembali air mata yang akan turun. Detik berikutnya,dia pergi keluar Café. Detik selanjutnya,Minho mengejarnya. Diikuti Jieun dan Kyungsoo,namun mereka dicegah Luna.

            “Sudahlah,biarkan mereka berdua”Luna angkat bicara dan menyeruput Lemon Tea-nya.

            “Apa kalian tidak kaget? Mereka tidak jadi pasangan sampai sekarang? Kisah mereka bisa dijadikan novel..lol what”Jieun duduk di kursinya.

            “APA? MEREKA BUKAN PASANGAN?” Chanyeol berteriak saking kagetnya. Taemin mendelik kesal dan menjitak Chanyeol,menatapnya dengan tatapan yang seolah berkata  “bodoh”.

            “Aku teman semenjak bangku sekolah menengah pertamanya. Dia sudah terlihat menyukai Minho. Saat tahun pertama sekolam menengah atas,dia sempat berkata bahwa dia tertarik pada Minho,dia menyayanginya. Walaupun dia tidak bisa menyampaikannya..tapi coba hitung. Sulli sampai sekarang belum punya pacar lagi. Sudah berapa lama dia menunggu Minho? Apakah ini tidak tragis? Minho malah berpacaran dengan orang lain,dengan sunbae di Seouldae” Luna menjelaskan panjang lebar. Membuat yang lainnya menganga.

            “Gadis itu..sayang sekali ya”Kyungsoo menepuk jidatnya.

            “Ya..Padahal rasa sayang Sulli pada Minho begitu besar..”

When will my head erase you? (I will let you go)
One day, two days, one month, if long term then a few years (My baby can’t forget)..


            “Sulli!! Choi Sulli!! Tunggu!!” Minho berlari mengejar Sulli yang mempercepat langkahnya. Sampai akhirnya Sulli terjatuh,membuat ‘pelarian’nya terhenti. Minho menghampirinya.

“Apa lagi? Apa yang mau kau jelaskan? Tidak cukup kau menyakitiku? Tidak cukup aku yang berusaha seolah aku tidak apa-apa di depanmu?” Sulli akhirnya menangis. Minho menatap gadis itu dengan tatapan nanar.

“Sulli..”

“Aku mencintaimu bodoh!! Sangat mencintaimu,aku baru mengetahuinya sekarang! Aku sayang padamu! Aku ingin kau bahagia! Walaupun itu menyakitiku sekalipun..”Sulli berdiri,menundukkan kepalanya. Tidak mau menatap mata onyx milik Minho.

“Maafkan aku..aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan..aku hanya tidak mau kita saling menjauh..”

“Lalu apa solusimu sekarang?”

“Aku hanya tidak ingin kehilanganmu..Sulli-ya..”

Sulli terlihat termenung. Dia ingin mengatakan sesuatu. Yang seharusnya tidak ia katakan.

“Dengarkan aku,Choi Minho..” Minho menatap mata Sulli lekat lekat. “Mungkin inilah jalan terbaik. Mulai saat ini,jangan kenal aku lagi. Anggap kita tidak pernah bertemu,hapus semua memori kita dulu..arra? Anggap ini semua mimpi terburuk dan terpanjangmu. Anggaplah nanti,itulah saat kau terbangun dari mimpimu..”Sulli mengambil dua langkah kebelakang. Lalu pergi entah kemana. Pertemuan…tragis.

And someday in your memories,
       I won’t live in it, you will erase me..


Desember 2014. Launching Novel pertama Sulli,di sebuah toko buku terkenal.

Sulli kini sudah berhasil menjadi seorang novelis handal. Kini,dia sedang sibuk menandatagani buku pertamanya. Dengan nama penanya yaitu ‘Jinri’,dia kini sudah diatas semua usaha dan keringatnya masa lalu.

“Terimakasih,selamat membaca bukunya!”Ucap Sulli ketika seorang gadis SMU membeli bukunya,gadis itu kini sudah pergi. Dan,jam penandatanganan novel kini sudah habis,dia beranjak dari bangkunya dan mengambil tasnya.

“Maaf nona! Bisa tolong tanda tangani buku ini? Sekali saja,aku ingin menemui seseorang yang sudah lama kutunggu,aku ingin menghadiahkannya bukumu,karena cerita di bukumu mirip sekali dengan kisah kami!” Seorang pemuda jangkung yang memakai kacamata hitam,yang membuat wajahnya tertutup berkata seperti itu pada Sulli.

“Okay! Semoga kau dan dia bahagia!” Sulli menandatangani buku itu,lalu dia pergi. Begitupula dengan pria itu.

“Yes! Sekarang tinggal menemui Sulli! Kudengar kini dia ada di Busan..aku akan kesana sekarang!”ucap pria itu pada dirinya sendiri,dengan semangat,dia kembali mengendarai mobil Hyundai-nya.

Sementara itu..

“Ya,tolong angkut barang-barangku di rumah yang di Busan,segera pindahkan ya. Aku sudah mendapatkan rumah di Jepang. Aku akan take-off besok. Ya ya,terimakasih Luna!”


Dan begitulah akhir kisah tragis mereka. Saling mencari satu sama lain,namun belum menemukannya. Kapankah mereka akan saling bertemu? Only the time,that can answer it..

Sincerenly,

-APEunji_Crown-


[ps: udah pernah di post di blog gua di simplifyourmind.blogspot.com]

 
Title: Please Don't.

Author: Mihael. (@SUZEY94)

Cast: Chanyeol and You.

Genre: Angst, Fluff, Sad or somekind like that(?)

Rating: PG-13

Length: ±2000 words

Summary: Dia tidak pernah tau. Tetaplah seperti ini. Jangan pergi.

**************

Malam. Bintang diatas cakrawala. Dingin. Jaket. Dan rangkulan tangan Chanyeol.

Kami berjalan berkeliling kompleks perumahan. Chanyeol tadinya mengajakku makan malam di kedai ddokbokki di tepi jalan, namun setelah sepuluh menit berjalan kaki ternyata kedainya tutup. Raut wajah Chanyeol seketika masam karena saat itu dirinya lah yang sedang kelaparan. Aku tertawa dan mencubit hidungnya, dan kami pun berkejar-kejaran layaknya anak kecil. Chanyeol menangkapku, memelukku, dan kita tertawa bersama.

Chanyeol pun memutuskan mengajakku ke supermarket, membeli beberapa ramyun dan makanan ringan.

Dapur menjadi sasaran. Chanyeol merebus ramyun sedangkan aku mengiris bahan-bahan yang akan dicampurkan. Sesekali Chanyeol melirik kearahku dan berceloteh lucu sehingga tawaku seketika meledak. Begitu seterusnya. Kami sibuk tertawa bersama dan tersadar ketika panci rebusan ramyun itu meluapkan airnya karena tekanan. Kami membeku sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak berdua. Selalu seperti itu.

Ramyun matang. Aku menuangkan isinya ke mangkuk selagi Chanyeol berjongkok sedikit mengamati kegiatanku. Aku tersenyum tipis. Jika saja ramyun ini tidak panas mungkin aku sudah menyiram wajah polosnya.

Kami duduk di meja makan. Berhadap-hadapan. Chanyeol makan seperti orang kelaparan dan aku memperhatikannya sambil menahan tawa.

"Apa yang kau lihat?" Chanyeol tiba-tiba bersuara dengan mulut penuhnya.

"Bukan apa-apa." Dustaku seraya menyumpit dan meniup ramyun di tangan. Tak ada balasan dari Chanyeol, dia sibuk dengan ramyun dihadapannya.

Pukul 9 malam. Kami bersantai di sofa sambil dengan acaknya mengganti channel televisi. Lebih tepatnya Chanyeol yang melakukannya, sedangkan aku tiduran dipahanya sambil membaca majalah.

"Aku bosan." Suara bass-nya menggelitik telingaku.

Aku melirik kearah wajahnya, memperhatikan ekspresi sebalnya yang menghadap ke televisi. Senyuman kecil lagi-lagi aku sunggingkan.

"Ini sudah pukul 9 malam. Memangnya kau mau kemana?"

Chanyeol menunduk kearah wajahku, "Main petak umpet?"

Aku menatap matanya, mencari guratan candaan di kedua maniknya. Namun nampaknya Chanyeol serius dengan ucapannya barusan.

Aku duduk menghadap kearahnya, "Kau serius?"

Chanyeol mengangguk. Creepy smile terukir diwajahnya.

Kali pertama Chanyeol yang jaga. Lalu dia berhasil menemukanku yang bersembunyi di dalam kotak pakaian kotor. Kemudian aku yang jaga, dan sepuluh menit kemudian aku menemukan Chanyeol asik berbaring di sofa lantai atas. Aku lantas mengacak-acak rambutnya dan dia balas mengacak-acak rambutku. Lalu kami tertawa lagi.

Kami terus melakukannya hingga hampir larut malam. Kali terakhir Chanyeol yang jaga dan menemukanku di balkon lantai atas yang sedang memandang kearah langit.

Chanyeol duduk dan merengkuh tubuhku dengan kedua tangannya dari belakang.

"Apa yang kau lihat? Bukannya tidak ada bintang diatas sana?"

Chanyeol menempelkan dagunya dibahuku, matanya ikut menatap langit.

"Tidak apa-apa." Jawabku singkat. Chanyeol tak lagi membalas ucapanku.

"Kau tidak tidur?"

Aku hanya menjawab ucapan Chanyeol dengan gelengan. Hening lagi. Sampai lima belas menit kemudian tubuhku terasa berat. Chanyeol tertidur. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku, dan kami terus dalam posisi ini sampai keesokan paginya.

***

Siang. Hujan. Dingin. Serta Chanyeol dengan jaketnya memeluk tubuhku.

Kami berencana ke toko buku berdua, namun hujan deras yang tiba-tiba mengguyur membuat kami terjebak di etalase toko yang letaknya hanya berapa meter dari halte bus.

Aku sudah berkali-kali meminta Chanyeol untuk nekat menerobos hujan dengan berlari-lari kecil menuji halte, tapi dia selalu menolaknya.

Tapi tak masalah. Selama Chanyeol terus memelukku seperti ini aku rasa aku tidak akan berhasil marah padanya.

Aku pikir Chanyeol betah menunggu disini, tetapi ternyata dengan gerakan mendadak Chanyeol mengangkat jaketnya keatas kepala kami berdua, dan memintaku bersiap-siap untuk lari kearah halte.

Aku tersenyum, setengah ingin tertawa. Dan selama beberapa detik kemudian kami pun berlari menerobos hujan dengan jaket Chanyeol diatas kepala.

Kami tertawa berdua ketika sampai di halte. Jaket Chanyeol basah kuyup dan celana jeans-nya juga basah terkena cipratan air, begitu pula denganku.

Chanyeol meninggalkan jaketnya yang basah kuyup di halte saat bus datang. Chanyeol bilang jaket itu telah usang, tapi aku tidak percaya. Mana mungkin dia pergi menemaniku ke toko buku mengenakan jaket yang usang bukan? Tapi biar saja, Chanyeol punya sejuta cara untuk membeli jaket baru.

***

Musim gugur. Sore hari. Dan telapak tangan Chanyeol yang sedang menutupi kedua mataku.

Hari ini ulang tahunku, Chanyeol bilang dia akan memberiku kejutan. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya ketika ulang tahunku tiba, Chanyeol hanya memberiku ucapan serta sebuah kado kecil setelah pulang sekolah. Tidak ada kejutan, tidak seperti hari ini.

Chanyeol sudah menghadangku didepan pintu masuk ketika aku tiba di rumah. Ia lantas menutup kedua mataku dan menuntunku masuk ke dalam.

Jantungku berdebar. Tidak terbayang dipikiranku bentuk kejutan apa yang akan ia berikan.

Ia menuntunku ke lantai atas. Aku rasa ia membawaku ke kamarku.

Chanyeol memperingatkanku untuk tidak membuka mata ketika ia membukakan pintu.

"Tadaaaa!"

Aku lantas membuka mataku.

Kamarku.

Chanyeol.

Bukan.

Chanyeol mengacak-acak kamarku!

Aku menoleh kearahnya dengan tatapan sebal tapi ia membalas tatapanku dengan creepy smile-nya, kentara sekali dia berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.

Jadi ini kejutannya? Menghancurkan kamarku? Mati kau Park Chanyeol!!!

Lalu Chanyeol berlari ke lantai bawah. Aku mengejarnya. Berkali-kali Chanyeol mengucapkan kata minta ampun. Enak saja. Dia sudah seenaknya mengerjaiku!

Chanyeol berlari keluar rumah, kearah garasi.

Kakiku menapak ke dalam garasi.

Tiba-tiba lampu menyala.

Didepan sana ada Chanyeol dan beberapa temanku, meneriakkan ucapan selamat ulang tahun padaku sambil menyanyikan lagu.

Garasi mobil disulap menjadi tempat pesta ulang tahun kecil-kecilan yang penuh balon, pita, terompet, dan kue ulang tahun di meja di tengah ruangan.

Chanyeol berada ditengah. Dia yang paling menjulang tinggi sekaligus paling bersemangat.

Mataku panas. Dadaku rasanya ingin meledak. Aku menutup mulut dengan kedua telapak tanganku.

Chanyeol sukses dengan kejutannya.

Ia berjalan kearahku. Mengangkat wajahku dengan kedua telapak tangannya.

"Selamat ulang tahun, cengeng."

Chanyeol mengusap airmataku. Aku memukul tubuhnya.

"Menyebalkan!"

Chanyeol tertawa. Sepertinya ia sangat menikmati.

"Tapi kau suka kan?"

Aku lantas memeluknya. Mengucapkan kata terimakasih berkali-kali. Ia balas memelukku. Kemudian kami ke tengah ruangan, memotong kue.

Potongan pertama berhasil mendarat diwajahnya. Itu balasan dariku karna ia berani mengerjaiku tadi. Lalu kami semua malah saling melempar kue. Saling bersaing mengotori wajah lawan dengan krim.

Aku tertawa. Chanyeol.tertawa. Kami semua tertawa. Aku rasa Chanyeol menyisipkan kebahagiaan di hidupku. Dia selalu bisa membuatku tertawa, apapun caranya.

***

Siang hari. Musim panas. Dan segelas es jeruk serta Chanyeol duduk di teras rumah. Bersama seorang gadis yang tak kukenal.

Aku hanya mengintip dari dalam, berusaha menguping pembicaraan mereka.

Siapa gadis itu? Kenapa Chanyeol membawanya kemari? Apa maunya? Haruskah aku keluar dan mengusir gadis itu pergi? Karna sungguh aku benci dia ada disini.

Dadaku sakit. Aku ingin menangis. Tapi Chanyeol pasti tak akan suka melihatku menangis.

Aku berlari ke kamar. Mengunci pintu. Mengambil kertas dan menulis segala macam makianku untuk Chanyeol dan gadis itu.

Kenapa begini? Kenapa rasanya seperti ini? Kenapa sesakit ini?

Aku menyayangi Chanyeol. Chanyeol itu milikku. Sejak dulu. Aku kekasihnya. Aku milik Chanyeol. Kami saling menyayangi. Kami saling mencintai. Kami ditakdirkan bersama. Selamanya.

Seharusnya seperti itu.

Seharusnya seperti itu jika Chanyeol bukan kakakku. Seharusnya kami bisa pergi bersama, bergandengan tangan kemanapun kami pergi, saling membagi pelukan, dan yang lainnya. Aku tau kami sering melakukannya, namun tetap saja berbeda. Chanyeol hanya sebatas menyayangiku sebagai adiknya. Sebagai adik tirinya. Sebagai satu-satunya keluarga yang ia miliki. Bukan sebagai seorang gadis. Bukan.

Seharusnya aku tau kalau pada akhirnya akan seperti ini. Seharusnya aku tidak usah menyayangi Chanyeol sebagai orang lain. Seharusnya... Seharusnya...

Terlalu banyak kata seharusnya. Dan semuanya sudah terlambat. Chanyeol memiliki seorang pacar. Dan aku akan di nomor duakan.

Dan ini sakit sekali.

Aku masih menangis ketika terdengar ketukan di pintu. Chanyeol mengajakku makan siang di luar tetapi aku menolaknya.

Terus seperti itu. Aku selalu menolak bertatap muka dengan Chanyeol.

Hingga suatu malam saat aku hendak kembali ke kamar, Chanyeol menghadang jalanku.

"Kau kenapa?"

Aku ingin menangis. Sebuah suara dari bibir Chanyeol membuatku ingin menangis. Ingin rasanya aku berteriak padanya, mengeluarkan segala beban yang menyakitkan di dalam dadaku. Tapi aku tidak sanggup. Aku tidak akan pernah mau melakukannya. Chanyeol akan membenciku. Tidak akan.

"Aku baik-baik saja."

Aku berjalan melewati tubuh Chanyeol. Dia tidak menahanku. Yang kudengar hanya suara helaan nafas dan langkah kakinya menjauh.

Aku tiba di kamar. Aku tidak menangis. Lebih tepatnya aku berusaha untuk tidak menangis.

Tapi sia-sia.

Dadaku terlalu sesak. Aku dan Chanyeol menjauh. Tidak ada lagi sarapan bersama, berangkat sekolah bersama, jalan-jalan bersama, tidak ada lagi kata bersama untuk kami berdua.

"Aku mohon katakan, kita kenapa?"

Chanyeol tiba-tiba ada dibelakangku. Sejak kapan? Aku pasti lupa mengunci pintu.

Aku menghapus sisa-sisa air mata sebisaku. Tapi Chanyeol menangkap gerak-gerikku.

"Kau menangis?"

Langkah kaki Chanyeol mendekat.

"Maafkan aku." Ujarnya.

Aku juga minta maaf.

"Maafkan aku. Aku lancang. Aku sudah membaca ini."

Membaca apa?

Aku membalikkan badan menghadap kearahnya.

Jantungku.

Chanyeol mengangkat buku itu. Buku harianku. Satu-satunya benda yang tau betapa aku sangat mencintai Chanyeol.

Aku membeku. Tak bisa berkata-kata lagi. Chanyeol sudah tau. Dan mulai saat ini dia pasti akan membenciku.

"Maafkan aku." Ujarnya lagi.

Ya. Aku tau. Chanyeol minta maaf karena ingin membenciku. Menjauhiku. Aku sudah siap. Maksudku, aku harus siap.

Aku hanya diam. Terlalu sakit. Terlalu sesak. Terlalu banyak yang ingin aku utarakan. Namun semuanya hanya tertahan dibibirku. Aku tidak sanggup mengatakan apa-apa. Seolah kebisuan merenggutku.

Tiba-tiba Chanyeol menghambur. Memelukku. Membisikkan kata-kata yang membuat jantungku seolah ingin lepas dari tempatnya. Membuat mataku mendelik kaget. Membuat syarafku seolah membeku selama beberapa detik.

"Saranghae. Saranghae. Saranghae. Saranghae."

Chanyeol terus-terusan membisikanku kata-kata itu. Membuatku semakin membeku.

"Kau tau betapa susahnya aku memendam perasaan ini? Betapa tersiksanya aku menahan hasrat untuk tidak memelukmu setiap detik? Setiap waktu kapanpun yang aku bisa? Kau tidak tau betapa sulitnya aku menahan diri untuk tidak menyentuhmu, menciummu, mengatakan padamu bahwa aku sangat mencintaimu. Lebih dari perasaan seorang kakak kepada adiknya."

Chanyeol menghela nafas, berusaha menenangkan tubuhnya yang gemetar hebat.

"Aku selalu menahan diri. Berkali-kali berkata pada diriku kalau aku tidak pantas memiliki perasaan itu. Dan perlahan-lahan aku mulai bisa terbiasa dengan kehadiranmu, sebagai adikku. Tetapi disaat aku mulai terbiasa, kau malah seperti ini..."

"Maafkan aku Chanyeol, maafkan aku."

Chanyeol mengangkat wajahku, menatap kedua manik mataku dalam-dalam. Ibu jarinya mengusap sisa air mataku. Kemudian kedua ibu jarinya bergerak ke pipiku kemudian ke bibirku, dan berhenti disana.

Wajah Chanyeol mendekat. Dia mencium ibu jarinya, menggerakkan kedua ibu jarinya perlahan menjauh, dan tubuhku seolah tersengat listrik saat bibir kami bertemu.

Musim gugur. Malam hari. Dan Chanyeol benar-benar milikku. Terus seperti ini. Aku harap benar-benar selamanya.

--------------END---------------

This FF is dedicated to tale. Maaf berantakan. Maaf jelek. Semoga suka ya!

 
My Handsome teacher Part 2♥
Author: Taerin ☺ a.k.a @YDG_GGSooyoung
Genre:
Romance
Cast:
-Oh Se Hun
-Lee Tae Rin (myself *kekeke*)
-Lee Tae Min
-Lee Tae Sun
-Park Ji Yeon
***
Hai readers. kalo yg belum baca part 1 nya, baca dulu ne biar ngerti^^ jangan lupa tinggal commentnya~
***
Sehun POV:
Mukanya tidak kelihatan jelas karena berlumur darah, saat aku ingin melihatnya lebih dekat lagi, korbannya sudah dimasukkan ke dalam ambulance dan aku pun di jegat oleh petugas.
"Mau kemana kamu?" Tanya petugas itu.
"Mau liat korbannya pak. Dia seperti temen saya." Ucapku.
"Temanmu? Jinjja?" Tanya petugas itu dengan muka tak yakin.
"Uhh. Saya juga kurang yakin. Makanya saya ingin meyakinkan diri dengan melihat korbannya pak." Ucapku dan tak lama kemudian ambulancenya pun melesat pergi.
"Taeriiiin!!!" Aku pun teriak memanggil ambulance tersebut.
"Sudah sudah. Kalo itu memang temanmu, nanti kami kabari. Yg tenang nak." Ucap petugas itu menenangkanku. Dan tiba2 jiyeon noona sudah ada di sampingku dan menenangkanku.
"Sudahlah sehun-ah. Kalo misalnya itu taerin, nanti juga kamu dapet kabar kok. Ayo kita pulang aja." Jiyeon noona menggandeng tanganku dan mengajakku pergi.
***
Di dalam bis

"Emang kamu ada hubungan apa sih sama taerin kok kamu panik banget?" Tanya jiyeon noona yg sepertinya cemburu. Aku pun bingung dengan diriku kenapa aku bisa sepanik ini.
"Nggg.. Aku juga gatau chagi.." Ucapku lemas sambil menarik nafas dalam2.
"Yaudah, kalo gatau, gak usah dipikirin chagiya. Kan ini semua udah diatur sama yg di atas. Kita tinggal menerima." Ucap jiyeon noona sambil menepuk2 bahuku.
"Ne noona. Gomawo yaa. Aku sekarang udah agak tenang." Aku pun mencium tangan noona.
***
Sesampainya di rumah, aku tidak berhenti memikirkan kejadian hari itu. Taerin terlihat kecewa saat aku mengatakan aku dateng ke cafe bareng yeojachinguku, dan dia berlari dan terjadi kecelakaan. Apa itu benar taerin yg mengalami kecelakaan?? Kalo dia kecelakaan, berarti aku salah dong. Aku yg membuat dia lari dan pergi dari cafe. Dan kenapa dia lari saat dia tahu bahwa aku punya pacar. Apa dia cemburu? Hmmm.. Memang. Aku sama taerin tidak ada hubungan apa2 tapi aku tidak tenang selama aku belum mengetahui bahwa dia mengalami atau tidak mengalami kecelakaan. Aaaah. Aku harus bagaimana.

Tiba2 handphoneku berbunyi dan ku lihat pacarku menelfon.

"Yeoboseyo. Ada apa chagiya?" Tanyaku.
"Kamu kemana aja siih? Aku sms gak dibales." Ucap jiyeon noona sepertinya agak ngambek.
"Mianhae noon. Aku lagi banyak pikiran."
"Pasti gara2 taerin itu ya? Udah apa chagiyaa. Jangan dipikiriin" ucap jiyeon noona cemburu.
"Cemburu yaa noon?" Tanyaku padanya.
"Nggg.. Menurut kamu?" Dia malah nanya balik.
"Cemburu. Udahlah noon. Jangan cemburu. Dia kan cuman muridku." Ucapku memperjelas dia agar dia tidak cemburu.
"Aaa. Anii. Aku gak cemburu kok." Ucap dia.
"Jinjja? Mmm.. Yaudah ya noon. Aku tidur dulu. Jaljayo chagiya. Mwah." Ucapku pamit.
"Hmm. Yaudadeh chagi. Jaljayo." Ia pun menutup telfonnya.
***
Hari ini ada jadwal les dengan taerin. Hmm.. Apa dia baik2 saja ya? Aku tak bisa berhenti memikirkannya. Ini waktu sudah menunjukkan pukul 3. Aku pun segera pergi menuju rumah taerin.

Author POV:
'Ting tong' bel rumah taerin berbunyi. Eomma nya taerin pun membukakan pintu.
"Annyeong haseo." Sapa sehun ramah.
"Annyeong sehun-ah."
"Tante, apa taerin baik2 saja?" Tanya sehun khawatir.
"Dia tidak baik. Sangat tidak baik." Ucap eomma taerin dan sehun pun amat sangat terkejut.
"Mwo?? Tidak baik??" Tanya sehun mulai panik.
"Nee. Waeyo?" Tanyanya bingung karna melihat sehun panik.
"Jadi bener dia kemarin mengalami kecelekaan?" Tanya sehun panik.
"Mwo?? Kecelakaan??" Tanya eommanya bingung. Dan tiba2 ada yg menepuk bahu sehun.
"Annyeong oppa." Sapa seorang yeoja yg mukanya familiar.
"Taerin??" Sehun pun langsung memeluk taerin. Taerin pun kaget dan eommanya juga kaget. Sehun pun langsung melepaskan pelukannya.
"Aah. Mianhae. Oppa tiba2 memelukmu." Sehun pun membungkukkan badannya.
"Gwenchanna sehun-ah. Ahahaha." Eommanya taerin tertawa girang. Taerin masih mematung tidak mempercayai semua ini.
"Udah yuk kita belajar dulu." Ajak sehun. Ia pun menggandeng tangan taerin.
***
Taerin POV:
Kenapa tiba2 oppa memelukku ya? Hmmm.. Aku senang sekali. Tapi juga bingung. Mana dia gak bahas itu sama sekali. Dia malah bahas kimia yg membosankan ini.
"Taerin?" Panggil sehun membuyarkan lamunanku.
"Ah. Ne." Jawabku.
"Kok kayaknya lagi mikirin sesuatu?" Tanyanya penasaran.
"Ah. Anii. Itu aku lagi mikirin ini kimia! Susah bangeet." Jawabku berbohong sambil tersenyum. Sehun pun kelihatan bingung dan tak yakin.
"Jinjja?" Tanyanya meyakinkan.
"Nee. Udah ah oppa gak usah dipikirin. Lanjut aja kimianya." Ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Hmm. Ini udah jam 6. Jadi, udah selesai belajarnya. Kamu mau belajar lagi?" Tanyanya.
"Mwo? Udah selesai ya. Gamau ah oppa. Udah cukup otakku terbakar gara2 kimia." Jawabku sambil tertawa. Ia pun tiba2 mencubit pipiku. Ah. Kenapa dia mencubit pipiku?
"Aw! Sakit oppa." Ucapku sambil mengelus pipiku.
"Miaan. Abis kamu gemesin. Hehe." Ucap dia sambil tertawa.
"Yee oppa ini. Oia. Oppa tadi kenapa tiba2 memelukku?" Tanyaku.
"Jadi gini saeng. Oppa khawatir kalo kamu tuh ngalamin kecelakaan kemaren. Soalnya. Kemaren ada yg tabrakan di depan cafe dan pake seragam sma. Aku kira itu kamu." Jawab sehun panjang lebar. Dan aku pun tertawa.
"Loh?? Kok kamu malah ketawa sih?" Tanya sehun heran.
"Hahaha. Aku seneng. Kamu khawatir sama aku." Ucapku keceplosan. Aduh. Kenapa aku bicara seperti ini.
"Mwo? Kamu seneng?" Tanya sehun kaget.
"Hmm. Anii. Lupain aja oppa." Ucapku sambil tersenyum.
"Gamau. Oppa gamau lupain. Hmmm.. Apaa jangan2 kamu suka ya sama oppa? Kemaren kamu kenapa lari pas aku kasih tau kalo aku ke cafe bareng pacarku??" Tanyanya serius. Aiih. Kenapa dia bertanya seperti ini. Aku harus jawab apa. Eottoke. God, please help me!!

 
LOVE LETTER~

Casts                     : Choi Eunsoo as YOU

                                : EXO Baekhyun as himself -Byun Baekhyun-

                                : EXO Kai as himself -Kim Jongin-

                                : IU as herself -Lee Jieun-

                                : MissA Suzy as herself -Bae Suji-

                                : And other cameos you can find it if you read my ff :D

Genre                   : Romance, School life, Teenager

Lenght                  : OneShoot 5.290 words

Rate                       : Halah semua umur dah gua jamin! [?]

Author                  : @WM_ChoiJinri

 

 

 

“Bagaimana? Apa sudah ada respon dari Baekhyun sunbae?”

 

“Aku fikir jawabannya darinya pasti iya. Karena.. lihatlah dirimu Eunsoo kau begitu cantik! Rambutmu terurai panjang dan bersinar juga tinggi badan yang oh! Demi apa sungguh membuatku iri.”

Segelintir kalimat penyemangat dari kedua sahabat yeoja bernama Eunsoo itu melalang lintang tanpa henti dikepalanya. Kalimat itu.. kalimat itu selalu mengganggu fikirannya. Memang, kalimat itu adalah kalimat penyamangat dari kedua sahabatnya. Namun baginya kalimat tersebut adalah kalimat yang bisa saja membuatnya memutuskan urat nadinya kapan saja.

TAKK! TAKK! TAKK!

 

Eunsoo menghentak-hentakkan telunjukknya pada meja belajarnya. Kepalanya ia tenggelamkan pada permukaan meja. Mungkin sudah terhitung satu minggu dia rutin melakukan kegiatan tersebut sepulangnya dari sekolah.

Menunggu telpon dari seseorang.

“Haaahhh!!”

Ia meraung kesal dan mengangkat kepalanya tegak. Dipandangnya ponsel miliknya dengan tatapan nanar namun dibalik itu ada rasa kesal dalam dirinya.

“Sudahlah mungkin aku terlalu berharap” Eunsoo berdiri dari tempatnya duduk, diambil ponselnya lalu membanting tubuhnya pada tempat tidur.

Kembali ditatap ponselnya itu. “Maaf sunbae mungkin aku memang ter....”

DRRRTTT DRRTTTT...

 

Belum selesai ia bercuap, ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Dari nomor yang tidak dikenalnya!!

Eo.. Mungkinkah ini Baekhyun sunbae?

Err..

Eunsoo harap iya.

Disentuhnya tombol answer dan seketika itu wajahnya berubah penuh harap. Berharap itu adalah Bakhyun sunbae-nya.

“Yeo..yeoboseyo” Sapa Eunsoo gugup. Tak ada jawaban dari sana. “Yeoboseyo sunbae?” Ulangnya tak berfikir apakah yang menelponnya itu benar-benar Baekhyun sunbae.

“Halo apakah kau benar-benar Choi Eunsoo siswi kelas 11-G?”

Suara namja! Yah ini benar-benar suara seorang namja! Mungkinkah~ mungkinkah ini benar-benar Baekhyun sunbae? Ah tetapi suara namja ini terlalu berat untuk suara Baekhyun sunbae yang sering Eunsoo dengar.

Mungkin karena ini ditelpon, makanya suaranya berbeda. Fikir Eunsoo yang terus berharap namja yang menelponnya benar-benar Baekhyun sunbae.

“Halo? Apa kau masih disana Choi Eunsoo-sshi?” Tanya namja yang Eunsoo fikir adalah Baekhyun.

Eunsoo terhenyak dari lamunan penuh harapnya itu. “I..iya sunbae”

“Sunbae?” Tanya namja disana.

“Ne?” Eunsoo balik bertanya.

“Ah aniya, lupakan saja. Oya soal surat cintamu.. Mhh~ aku terima. Aku akan coba berpacaran denganmu” Ucap namja tersebut dengan logat yah agak bisa dibilang datar.

Kalimat itu, kalimat yang dikeluarkan oleh namja yang entah benar baekhyun atau bukannya tersebut berhasil membuat Eunsoo kalang kabut. Wajahnya seketika berubah matang dan.. dan mulutnya? Yah tentu saja mulutnya terkunci. Dia benar-benar tak tahu harus berkata apa.

“Halo Choi Eunsoo-sshi...”

“....”

“Ah baiklah aku mengerti. Tunggu aku, besok ketika jam istirahat aku akan pergi ke kelasmu. Aku ingin mengobrol denganmu dan tahu lebih banyak tentangmu. Annyeong!”

TUTT TUTT TUTT

 

Sambungan telpon sudah terputus namun Eunsoo dia tetap saja tak bererak sama sekali dari posisi semulanya. Dia masih tak percaya. Mungkinkah ia tengah bermimpi? Mungkinkan dia sudah gila karena seminggu ini menunggu telpon dari Baekhyun? Atau mungkinkah... Ah! Sudahlah jangan fikirkan hal-hal yang menurutmu itu adalah sebuah mimpi atau khayalan, Choi Eunsoo! Yang terpenting sekarang adalah kau sudah resmi menjadi seorang kekasih dari namja bernama Byun Baekhyun itu. Haha tak sia-sia kau menulis nomor telponmu dengan font yang cukup besar di surat cintamu itu.

Esok hari jam istirahat.

“JINCHAAAAAAAAA~!!??”

Teriakan kedua sahabat Eunsoo yang bernama Lee Jieun dan Bae Suji sempurna membuat seisi kelas menatap risih mereka.

“Ya! Pelankan suara kalian!” Tegur Eunsoo -agak- merasa malu.

“Haha kami kan tengah merayakan hari jadianmu dengan Baekhyun sunbae, Soo-ya” jelas Jieun seraya membenarkan letak kacamatanya. Yah yeoja satu ini benar-benar sangat rajin!

“Benarkah itu?! Benarkah itu? Kyaaa~ akhirnya kau mengikuti jejak kami. Tidak jomblo lagi” Suji meremas dengan gemas pipi chubby Eunsoo. Iya benar kini mereka bertiga tidak ada yang jomblo lagi mengingat Suji sudah berpacaran dengan Dongho selama hampir setahun dan Jieun yang baru saja ditembak Wooyoung sunbae tiga bulan yang lalu. Dan kini? Eunsoo pun menyusul mereka!

“Aigoo~ sakit!” Eunsoo menepis tangan Suji. “Hah Suji-ya tenagamu bisa dibilang sama dengan tenaga kuli bangunan ara!” Sambung Eunsoo seraya memegangi pipinya yang yah bisa dibilang sudah -agak- memerah itu.

“Mianhae :3 ” Ucap Suji dengan wajah –sok- imutnya.

“Soo-ya! Ada yang mencarimu!” Teriak salah satu teman sekelas Eunsoo.

“AH! Itu pasti Baekhyun sunbae!” Seru Jieun. “Sana sana pergi! Kami tidak apa kok disini berdua” Suji mendorong tubuh Eunsoo.

“Hey tenanglah! Baik aku pergi, doakan aku yah!” Eunsoo mengepalkan tangan kanannya yang langsung diikuti oleh kedua sahabatnya itu.

Dan berjalan keluar kelas. Dilihatnya sekeliling, tak ada sedikitpun bayangan atau bau [?] dari kehadiran Baekhyun sunbae. Tapi akhirnya ketika Ia berbalik ia dikejutkan dengan kehadiran seorang namja yang tiba-tiba saja sudah berada dihadapannya.

“Annyeong penggemar rahasia” Sapa namja itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku blazernya. “Caramu menyatakan cinta padaku terlalu spontan memang. Tapi.... aku hargai” Namja itu menatap Eunsoo dengan tatapan matanya yang tajam. Kemudian berbalik dan melangkahkan kedua kakinya.

Namun baru saja langkahnya melangkah, ia terhenti. Berbalik “Ya! Kenapa kau hanya diam saja? Ikut aku. Kita mengobrol, aku belum terlalu mengenalmu ‘nae yeojachingu’!” Namja itu menekan perkataannya pada kalimat nae yeojachingu, membuat Eunsoo sempurna menelan ludahnya karena tegang dan yah takut. Bahkan takut sekali.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

BRUUKK!!

 

Eunsoo membanting tubuhnya keatas kursi kantin lalu menenggelamkan kepalanya pada permukaan meja. Kedua sahabatnya Suji dan Jieun bingung melihat sikap Eunsoo yang tiba-tiba –seperti orang- galau tersebut.

“Hey kenapa denganmu? Bagaimana sesi ‘berbagi info satu sama lain’ nya dengan Baekhyun sunbae? Apa kau merasa senang?” Jieun menatap heran sahabatnya yang masih dalam posisi terpuruk itu.

“Aku fikir dia begitu karena terlalu senang, Jieun-ah” Suji ikut berbicara.

Eunsoo mengangkat kepalaya cepat. “Tidak! Ini mimpi buruk!“ Teriak Eunsoo keras, namun karena suasana kantin yang ramai membuat teriakannya tak begitu banyak terdengar. “Arrgghh! Aku pasti sudah gila! Surat cinta itu.. surat cinta itu. Aku tidak memasukkannya pada loker Baekhyun sunbae! Tapi..” Kembali Eunsoo menenggelamkan kepalanya sebelum dia melanjutkan kalimatnya.

“Tapi apa hey?! Jangan-jangan kau salah loker” Suji menggucang kepala Eunsoo yang terkapar dipermukaan meja.

Eunsoo mengangguk dalam posisinya. “Iyaaa. Aku memasukan surat cintaku kedalam loker sipembuat onar Kim Jongin” Ucapnya pasrah seolah tak ada lagi harapan dalam sisa hidupnya [?]

“MWO?!” Kembali mereka berdua berseru.

“Ya! Bagaimana bisa! Apa kau tau Jongin itu benar-benar mengerikan! Kau tak akan tau kapan ajalmu datang jika kau berurusan dengannya” Jieun menakuti Eunsoo dengan raut wajahnya yang malah membuat Suji tertawa terbahak.

“Aku tau. Tapi aku tak berani bilang kalau aku salah memasukkan surat. Aku takut kalau Kim Jongin berfikiran aku tengah mempermainkannya.” Jelas Eunsoo menatap nanar jus alpukat yang dipegang Suji.

“Emm Suji-ya? Boleh kuminta jus mu?” Tanya Eunsoo dan langsung menyambar jus milik Suji. Namun ini aneh, biasanya Suji akan langsung protes jika Eunsoo melakukan hal serupa seperti tadi. Tapi kali ini? Dia benar-benar mematung!

Jieun juga!

“Ya! Kalian kenapa?!” Tanya Eunsoo seraya mengibaskan telapak tangannya didepan wajah kedua sahabatnya itu.

“I..itu” Jieun menunjuk ke depan –arah belakang dimana Eunsoo duduk-

“Mhh? Ada apa?” Tanya Eunsoo asik meneguk jus alpukat milik Suji.

“J..Jo..Jong”

“Chagiya annyeong!”

“UHUKKK!!”

Sapaan seorang namja bersuara -agak- berat sempurna mengagetkan Eunsoo sampai dia tersedak. Eunsoo tau namja itu, namja yang memanggilnya chagiya itu adalah Kim Jongin. ‘Kekasih’nya.

Sejurus setelah batuknya terhenti Eunsoo berbalik menghadap dimana Jongin berdiri tegap. “A-annyeong Jongin-sshi. K..kau mau?” Eunsoo menawarkan jus alpukatnya pada Jongin gugup. Ia takut obrolannya tentang surat cinta tadi terdengar oleh Jongin.

Jongin tersenyum tipis dan karena saking tipisnya tak ada satupun dari ketiga yeoja itu yang menyadari senyumnya. “Tidak terima kasih. Aku kesini hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu Eunsoo-sshi” Ucap Jongin datar dengan ekspresi dingin khas miliknya dan pandangannya tertuju ke arah lain.

Eunsoo menelan ludahnya dia yakin Jongin pasti mendengar obrolannya dengan Jieun-Suji tentang surat cinta itu. “A-apa itu?” Tanya Eunsoo ketakutan. Matanya lekat menatap wajah tampan milik Jongin.

Jongin. Pandangannya yang semula tertuju kelain arah kini terkunci pada kedua bola mata cantik milik Eunsoo. Wajah Jongin mulai memerah “Tetaplah disisiku” Dan dia pergi setelah berkata kalimat indah itu.

“Mwo...mwora...go?!” Eunsoo tak percaya. Suaranya begitu keras namun tak terdengar oleh Jongin yang memang sudah tak terlihat lagi dihadapannya.

“He..hebat~” Guman Suji dan terdengar jelas oleh Eunsoo.

Eunsoo memutar badannya sebelum dia berkata “Apanya yang..!” tetapi kalimatnya ia gantungkan dan wajahnya kembali murung. “Hah~ bagaimana ini? Jongin menanggapi serius surat cintaku” Eunsoo mempoutkan bibirnya. “Jieun-ah, Suji-ah. Eotteokhae?”

“Ah tante, tolong jangan tatap kami seperti itu. Kami benar-benar tak tahu harus menolongmu dengan cara apa” Dengan cepat Jieun mengelak tatapan mata Eunsoo yang memang ingin mereka untuk menolongnya.

“Itu tanggung jawabmu, Soo. Kau yang salah karena ceroboh!” Suji merebut jus alpukatnya dari tangan kanan milik Eunsoo. “Kau juga harus bertanggung jawab karena telah menghabiskan jus alpukatku. Ya!” Seru Suji kesal, namun orang yang dianggap Suji bersalah itu hanya melamun. Tatapan kedua bola matanya kosong.

“Kau benar Suji-ah” Dan Eunsoo kembali menenggelamkan kepalanya diatas permukaan meja.

“Dia menghabiskan jusku, Eun” Adu Suji pada Jieun dan Jieun hanya mengusap-usap punggung Suji mencoba menenangkan sahabatnya itu.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Pagi yang indah, namun tidak indah bagi Eunsoo. Yup ini adalah pagi pertama baginya dan Jongin. Pagi dimana Jongin akan menjemput ke rumahnya untuk berangkat bersama. Entahlah Eunsoo tak tahu harus berkata apa jika orangtuanya melihat ada seorang namja berpakaian seragam seenaknya dan mengendarai sepeda motor yang oh! Demi apa suara knalpotnya sangat berisik! Benar-benar mengganggu.

TIIDDD~!!

 

Suara klakson terdengar nyaring didengar oleh alat indra pendengaran Eunsoo. Kalian tahu, meskipun kamar Eunsoo berada di lantai dua dan jauh dari pekarangan rumah tetapi Eunsoo dapat mendengar jelas suara klakson nyaring milik sepeda motor yang dia kira betul adalah sepeda motor milik Jongin ‘kekasihnya’

“Ah eotteokhae.. Eotteokhae?!”

Eunsoo kalang kabut, dia berjalan memutari kamarnya berkali-kali.

“Soo-yaa! Turunlah ada yang menjemputmu dibawah!” Suara eomma dibalik pintu kamarnya begitu terdengar jelas. Tak tahu! Eunsoo benar-benar tak tahu harus menjawab apa jika eommanya bertanya tentang Jongin.

Perlahan Eunsoo berjalan menuju pintu kamarnya dan mempuka pintu kamarnya hati-hati.

“Se..selamat pagi. Eomma” Sapa Eunsoo gugup dan tersenyum kesan terpaksa.

“Hey cepat turun! Namjachingumu sudah menunggu daritadi”

M..mwo? Kenapa eomma bisa tahu kalau namja itu adalah namjachinguku? Apakah namja didepan sana benar-benar Kim Jongin? Batin Eunsoo.

“Eh?”

“Haha kau ini pintar sekali yah memilih pacar. Cepatlah turun namja mu benar-benar tampan hari ini” Eomma mendorong tubuh Eunsoo sampai menuruni tangga.

“Tunggu eomma, apakah namja itu berambut agak gondrong? Matanya tajam dan.. dan seragamnya berantakan?” Eunsoo bertanya ketika eommanya masih mendorong tubuhnya.

“Hey! Lihat saja sendiri sana” Eomma menghentikan langkahnya ketika dia dan Eunsoo sudah berada di depan pintu keluar. “Eomma bersumpah kau pasti benar-benar beruntung telah mendapatkan namja seperti dia” Dan pergi setelah mengedipkan sebelah matanya pada Eunsoo.

“Hah~” Eunsoo menghela nafas pasrah “Itu karena eomma tidak tahu apa-apa tentang Jongin” dan dibukanya pintu keluar rumahnya yang lumayan besar itu.

Ia berjalan lemas dan gontai. Err.. sepertinya Jongin telah membuatnya benar-benar terpuruk dan tersiksa seperti saat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah kesalahannya. Kesalahannya karena telah ceroboh. Lagipula seharusnya Eunsoo bersyukur karena Jongin tak menghabisinya karena telah mengirimi surat cinta padanya, walaupun itu dengan cara yang tak sengaja.

“Annyeong!”

Suara seorang namja mengagetkan Eunsoo, dia langsung terperangah.

“A..annyeong.” Balas Eunsoo gugup. Dipandanganya namja yang tengah bersandar di sebuah motor ninja hitam yang tengah terstandar tersebut. Eunsoo menatap namja itu dari ujung sepatu sampai ujung rambut. “J..Jongin. Jongin..sshi? Be-benarkah itu kau?” Tunjuk Eunsoo tak percaya.

Jongin tersenyum jengah lalu beranjak berdiri tegak. “Hey!” Dan dia menarik tangan Eunsoo sehingga jarak diantara mereka hanya beberapa senti saja. “Cepatlah naik! Sebentar lagi bel berbunyi” Jongin menyodorkan helm pada Eunsoo.

Eunsoo memakai helm yang diberi dari Jongin kemudian naik keatas motor ninja hitam yang menambah daya gentel bagi pemakainya itu. Namun beberapa detik berlalu, Jongin belum saja menjalankan motornya. “Jongin-sshi..” panggil Eunsoo.

“Berpeganglah.” Perintah Jongin datar namun dibalik kata itu tersirat rasa kekhawatiran dalam diri Jongin.

“M..mwo?” tanya Eunsoo bingung namun terkejut.

“Kubilang berpegangan!” Dengan cepat Jongin menarik kedua tangan milik Eunsoo dan melingkarkannya pada pinggang rampingnya tersebut.

Kalian bisa lihat, kedua wajah pasangan sejoli itu kini terlihat lebih matang! Terlebih Jongin. Ia menjadi salah tingkah karena perbuatannya sendiri.

Aku tak tahu kalau pinggang milik Jongin selebar ini. Kufikir selama ini tubuh Jongin hampir satu ukuran denganku, namun ternyata aku salah. Tubuhnya benar-benar seperti seorang lelaki. Batin Eunsoo dan terukir sempurna senyuman manis dikedua sudut bibirnya.

Tanpa sengaja Eunsoo meraba perut Jongin dan merasakan kotak-kotak abs yang dimiliki oleh Jongin. Wajahnya memerah ketika menyadari apa yang telah ia lakukan barusan. Dan dengan cepat ia melepaskan tangannya.

Tetapi sejurus kemudian Jongin kembali menarik salah satu tangan Eunsoo dengan tangan kirinya. “Pabo!” Ucap Jongin datar dan dingin.

“Mi..mian” Ucap Eunsoo malu atas perbuatannya tadi.

“Apa kau mau mati? Pegang yang erat! Jangan lepas!” Teriak Jongin diantara hiruk pikuknya suara kendaraan bermotor di jalanan kota Seoul tersebut.

Ternyata. Jongin memarahinya bukan karena perbuatan Eunsoo barusan, tetapi Eunsoo melepas pegangannya dari pinggang Jongin.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Sudah satu minggu terlewati. Kini Eunsoo sudah terbiasa dengan hari-harinya yang berstatus sebagai ‘kekasih’ dari si pembuat onar Kim Jongin. Namja yang berantakan, seenaknya keluar masuk sekolah dan tak segan membantah para guru itupun kini mulai berangsur berubah. Tidak total sih, hanya saja dia baru berubah dari penampilannya saja. Seragamnya kini terlihat selalu rapi walau yah kadang kemejanya ia keluarkan atau blazernya tak ia kancing seluruhnya namun itu sudah cukup ada perubahan dalam diri Jongin untuk hal berseragam.

Rambutnya. Yah rambutnya juga kini ia potong -agak- pendek dari sebelumnya. Tak terlalu pendek namun sempurna menghasilkan kesan aura karismatik (?).

Terlihat Eunsoo terus menatap dalam Jongin dari pintu kelasnya, Jongin yang tengah membereskan lokernya dikoridor itu benar-benar masih terlihat keren dan... yah tampan. Eunsoo tau dan semuanya juga tau kalau Jongin benar-benar si pembuat onar di sekolah ini. Namun hanya Eunsoo yang tau kalau dibalik imej jeleknya itu tersimpan sifat baik dalam dirinya yang brutal itu.

Jongin, dia pasti terlihat begitu tampan kalau tersenyum. Eunsoo tersenyum puas memperhatikan ‘kekasih’ nya itu. Mungkin eomma benar. Aku adalah gadis yang beruntung karena telah mendapatkannya.

 

Segelintir kalimat eomma yang pernah terucap kembali melintas difikiran Eunsoo. Membuat Eunsoo sukses kalang kabut dibuatnya. Mulutnya ia tutup dengan kedua tangannya, berharap tak ada yang mendengar gumamannya tadi.

DEGG

 

Tapi...

Tunggu, kenapa ini? Kenapa jantungnya berdetak semakin cepat? Mungkinkah...

Ah tidak! Mana mungkin Eunsoo menyukai Jongin. Ini tidak mungkin! Eunsoo selama ini hanya menyukai Baekhyun sunbae. Dan selamanya debaran jantungnya hanya untuk Baekhyun sunbae seorang /eeaaak~/ Eunsoo berani bersumpah jika dia benar-benar jatuh hati pada Jongin dia pasti sudah kehilangan akal sehatnya.

“Halo. Apa aku mengganggumu?”

Seseorang berdiri didepan Eunsoo yang masih shock dengan perkataannya sendiri. Seorang namja tampan, berpakaian rapi dan berparas ramah tengah berdiri tegap didepan Eunsoo. Dan yah~ kembali Eunsoo membandingkan namja dihadapannya dengan Jongin. Mereka benar-benar mempunyai pribadi yang berkebalikan!

Mata Eunsoo membola ketika ia sadar namja itu adalah “Baek.. Baekhyun... Sunbae?!” Panggilnya.

Namja yang dipanggil hanya tersenyum lebar. “A..apa yang! Kau, se..sejak kapan kau... Disini?” Tanya Eunsoo gelagapan.

“Haha tenanglah Eunsoo-sshi. Oya aku ingin berbicara sesuatu padamu. Ikut aku” Baekhyun menarik tangan Eunsoo namun Eunsoo menahannya. Eunsoo sama sekali tak melangkahkan kakinya selangkahpun untuk mengikuti kemana langkah Baekhyun pergi.

“Hey.. ayo” Kembali Baekhyun menarik tangan Eunsoo. Kali ini dengan -agak- kuat sehingga membuat Eunsoo tertarik namun kembali Eunsoo menahan langkahnya.

Kepalanya tertunduk..

Matanya ia pejamkan erat..

Juga.. Ini aneh! Kenapa ia tak merasakan jantungnya berdebar? Padahal.. padahal saat ini.. tangannya..

Aniyo! Aniyo!

Tolong hilangkan fikiran dimana kau sudah tak menyukai Baekhyun sunbae lagi. Jangan berfikir kalau kini kau mulai menyukai Jongin dan melupakan Baekhyun sunbae. ANIYA!!

“Eunsoo-sshi kau ken....”

GREEP

 

Tiba-tiba seseorang menarik Eunsoo dan memeluknya dari belakang. Bau parfum orang ini sama dengan bau parum milik Jongin yang setiap pagi selalu tertiup angin dan menerobos masuk kedalam hidung Eunsoo. Eunsoo tau betul bau pemilik parfum itu. Pemilik parfum itu adalah Kim Jongin ‘kekasih’ nya!

Sejurus setelah menyadari bau parfum dari orang itu Eunsoo langsung mengadahkan kepalanya. Dan benar saja diatas sana. Diatas kepalanya, terlihat wajah tampan dan kharismatik milik Jongin. Tatapan matanya sama seperti biasanya. Dingin dan tak berekspresi.

Jantungnya mulai berdebar kencang...

“Maaf hyung. Dia milikku” Ucap Jongin lalu pergi meninggalkan Baekhyun. “Kajja!” Jongin menarik tangan Eunsoo. Mereka berdua berjalan menerobos sekumpulan siswa yang menonton ‘pertunjukkan’ mereka yang singkat tadi.

Tangannya besar sekali.

Itulah fikiran Eunsoo melihat tangan mungilnya habis dilahap oleh tangan besar dan berotot milik Jongin. Pandangannya mulai naik. Mulai dari lengan. Kemudian naik ke leher. Dan.. yah berhenti di wajah tampan Jongin.

Wajahnya yang terlihat seperti biasa. Dingin. Namun terasa ada kesan hangat itu perlahan membuat Eunsoo tersipu. Entah apa yang membuat Eunsoo bisa tersipu begitu hanya melihat wajah milik Jongin. Semilir angin menggoyangkan helaian rambut hitam Jongin, membuat kesan sexy kini ada pada diri Jongin.

Di taman ini. Taman yang sepi dibelakang gedung sekolah ini Jongin menghentikan langkahnya dan kemudian diikuti oleh Eunsoo.

Jongin berbalik. “Lain kali jika kau tidak mau. Bilang saja” Ucap Jongin seolah dia menyindir Eunsoo. Menyindir tentang hubungannya dengan Jongin. “Baekhyun hyung dia memang ramah namun kelemahannya itu adalah keras kepala. Dia sangat keras” Lanjut Jongin dingin dan wajah tanpa ekspresi khasnya itu.

Tunggu!

Apa tadi? Barusan Jongin memanggil Baekhyun ‘hyung’ ?

“H..hyung?” Tanya Eunsoo penasaran.

Jongin tersenyum. Ini pertama kalinya Eunsoo melihat senyuman Jongin. Sangat indah dan... tampan. Bahkan lebih tampan dari Jongin yang biasanya. Senyumannya, Eunsoo tau itu senyuman Jongin yang paling tulus yang pernah Jongin tampakkan seumur hidupnya, oke itu terdengar kejam tapi yah bagaimanapun juga Eunsoo berani bersumpah kalau Jongin benar-benar berbeda ketika tersenyum karena senyumannya itu telah sempurna membuat tubuhnya lemas karena jantungnya yang berdetak tak karuan.

Jantungku? Eunsoo merasakan dadanya terasa terdorong karena debaran jantungnya yang semakin kencang itu. Mungkinkah aku mulai menyukainya?

“Iya, dia saudara tiriku” Jelas Jongin. “Dia hyung tiriku, namun dia enggan mengganti marganya meskipun kini sudah 10 tahun ibunya dan ayahku menikah” sambung Jongin.

“Itu...”

“Ohya soal surat cinta itu.. Aku sebenarnya sudah tau dari awal.”

Mata Eunsoo membola tak percaya. Jantungnya kini berpacu berkali lipat. Sungguh tak bisa dia sangka ternyata selama ini Jongin telah mengetahui soal kesalahfahaman surat cintanya itu!

“Hehe maaf yah aku selama ini telah menyembunyikannya darimu. Sebenarnya saat itu, dikantin. Aku mendengar semuanya danhatiku terasa sakit sekali loh. Makanya dari situ aku terus berusaha membuatmu melupakan perasaanmu pada Baekhyun” Jongin tersenyum dan terkekeh, tetapi itu semua ia lakukan dengan paksakan dan Eunsoo tau itu. “Tapi...”

GREEEP

 

Kembali Jongin memeluk Eunsoo, kini pelukannya semakin erat seakan ia tak mau Eunsoo pergi dari hadapannya. “Tapi apa oppa” Tanya Eunsoo, hidungnya kini kembali mencium bau parfum khas milik ‘kekasih’ nya itu. Jongin tersenyum sepintas mendengar Eunsoo memanggilnya seperti itu.

“Tapi nyatanyaaku benar-benar tak berhasil melakukannya. Yang kau sukai bukan aku, tetapi hyungku. Byun Baekhyun. Bagaimanapun itu, sekuat dan seberapa besar berusahanya aku.. itu .. tetap mustahil” Jongin melepas pelukannya. Ia membuang mukanya “Maaf sepertinya aku terlalu egois memaksamu berpacaran denganku. Sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita. Mianhae atas kegoisanku” Jongin pergi tanpa kembali menatap kedua mata Eunsoo yang kini mengeluarkan butiran-butiran kristal basah dari pelupuk matanya itu.

Err...

Ini sakit. Terlalu sakit bahkan.

Haruskah Eunsoo menangis? Bukankah seharusnya dia senang karena kini dia dan Jongin sudah tak ada hubungan lagi? Mereka sudah tak berpacaran lagi hey! Tapi kenapa kau harus menangis sekencang itu? Baiklah sepertinya kini Eunsoo bisa merasakan perasaannya yang sebenarnya. Perasaan sukanya ia tujukan sebenarnya hanya untuk Jongin dan bukan untuk Baekhyun!

Jongin. Dia benar-benar namja yang sangat jahat! Pembuat onar! Dan.. dan tak bertanggung jawab!

Dia dengan seenak jidatnya berkata putus dan pergi meninggalkan Eunsoo dengan mudahnya. Apa dia tak menyadarinya bahwa Eunsoo juga merasa sakit ketika dia mendengar bahwa Jongin mengetahui kalau surat cinta itu sebenarnya ia ajukan untuk Baekhyun?

Ia sakit karena Jongin mengatakannya ketika rasa sukanya pada Jongin mulai tumbuh dalam hatinya. Dan apakah Eunsoo terlihat picik jika dia tak mau melepas Jongin yang sudah ia sakiti?

Jadi..

Siapa yang egois?

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Dua hari berlalu setelah kejadian di taman itu. Dan Jongin, dia benar-benar telah melupakan Eunsoo. Jarang menyapa bahkan untuk menatap Eunsoo pun ia tak berani. Ia tak punya cukup nyali untuk itu setelah kejadian di taman tempo lalu.

“Kau benar-benar putus dengannya?” Suji menatap iba sahabatnya yang tengah menenggelamkan kepalanya pada kedua lutunya itu. “Sudahlah Eunsoo mungkin Jongin bukan orang yang tepat untukmu saat ini” Tersenyum dan mengusap lembut punggung Eunsoo.

“Tidak Suji, dia benar-benar orang yang tepat! Aku menyukainya dan.. dan..” Eunsoo menangis membuat Suji kalang kabut. Sayang, saat ini Jieun orang yang berfikiran paling dewasa diantara mereka bertiga tengah absen karena sakit. Tak ada yang bisa menenangkan Eunsoo.

“Apa kau benar-benar telah menyukainya? Bagaimana dengan Baekhyun sunbae?” Suji melepas tangannya dari punggung Eunsoo ketika Eunsoo mengangkat kepalanya.

Eunsoo menatap Suji sekilas dan kembali menatap kedepan. Dimana para siswa tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing. “Bagaimana menurutmu? Apa aku sudah gila jika aku bilang kalauaku telah menyukai Kim Jongin? Namja yang selama ini aku takuti dan benci.” Eunsoo meraup wajahnya. “Dan tentang perasaanku pada Baekhyun sunbae. Aku baru sadar jika perasaanku padanya hanya sebatas mengagumi saja. Aku kagum pada kepribadiannya yang ramah pada siapapun, juga suaranya yang indah itu”

“Terus bagaimana dengan Jongin? Aku bertanya apa kau benar-benar serius dengan pernyataanmu soal menyukainya?” Ulang Suji belum puas membuat Eunsoo melepas kedua tangannya dari wajahnya dan mengusap air matanya dari pipi chubbynya.

“Sepertinya aku benar-benar menyukainya. Jantungku.. entahlah, mengapa selalu berdetak kencang jika aku tengah berada didekatnya, berbeda jika aku tengah berada didekat Baekhyun sunbae. Dia juga selalu menjagaku dan melindungiku dengan tulus walau dia tau kalau selama ini surat cinta yang kumasukan kedalam lokernya itu aku ajukan untuk Baekhyun sunbae.” Eunsoo mulai mengembungkan pipinya, menahan air mata dari matanya keluar.

“APA?! Ja..jadi.. selama ini dia...?!” Suji berseru tak percaya dengan pernyataan Eunsoo tentang Jongin yang sudah mengetahui tentang surat cinta itu.

Eunsoo tersenyum pahit dan mengangguk. “Dia mendengar pembicaraan kita dikantin tempo lalu” Jelas Eunsoo dengan senyuman yang masih terpatri kencang dikedua sudut bibirnya.

“Pantas saja..” Suji tersenyum puas membuat Eunsoo kebingungan.

“Apanya?” Tanya Eunsoo.

“Kau ingat ketika Jongin tiba-tiba menghampiri kita dan..” Suji menggantungkan kalimatnya memancing Eunsoo agar mengingat kembali kejadian selanjutnya yang terjadi setelah Jongin menghampiri mereka.

Yah, faktanya adalah Eunsoo ingat betul kejadian itu. Kejadian dimana tiba-tiba Jongin menghampirinya dan berkata agar dia tetap selalu disisinya, kalimat yang benar-benar tak bisa Eunsoo hapus dari memori ingatannya.

Eunsoo tertunduk dan tersenyum masam. “Aku ingat, tentu saja” Ucapnya.

“Jadi kesimpulannya?” Tanya Suji.

“Eh? A.. aku. Aku tak tahu” jawab Eunsoo polos.

PLAKK

 

Suji menjitak kepala Eunsoo pelan.

“Dasar bodoh! Kesimpulannya itu adalah Jongin juga menyukaimu! Dia berkata seperti itu karena dia tak mau kehilanganmu, pabo!” Bentak Suji kesal namun Suji tak bermaksud membentak Eunsoo. Ia begini hanya karena ia menyayangi Eunsoo dan tak mau Eunsoo menderita seperti saat ini.

“Ji..jincha?”

“Aigoo~” Suji menopangkan kepalanya pada tangan kanannya pasrah. “Kau ini bodoh atau apa hah? Jongin berkata seperti itu berarti dia menyukaimu juga! Bahkan dia menyukaimu lebih dulu dari kau yang menyukainya!” Geram Suji.

“.......”

“Itulah yang membuatku berkata ‘hebat’ saat itu. Kau hebat telah meluluhkan hati sang pembuat onar” Suji membuang mukanya.

“Suji-ah...” Panggil Eunsoo.

“Ne?”

“Gomawo atas semua masukannya.” Eunsoo beranjak dari duduknya, dibersihkan roknya dari debu-debu rerumputan. “Tapi aku harus kembali ke kelas! Ada hal penting yang harus kulakukan” Lanjut Eunsoo lalu pergi meninggalkan Suji.

Suji tak berkomentar, ia tahu apa yang akan Eunsoo lakukan saat ini. “Kuharap kau melakukan apa yang aku fikirkan, Soo” Tersenyum lebar dan puas, seolah perjuangannya membuat sahabatnya itu bangkit kembali tak berbuah sia-sia.

XOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOXOX

Jam pulang sekolah belum berbunyi namun Eunsoo sudah berdiri tegap menyenderkan tubuhnya pada sebuah pilar yang tak jauh dari pintu kelas Jongin. Memang kelasnya lima menit yang lalu sudah bubar karena mendadak Jessica saem sang guru Bahasa Inggris mendadak ada keperluan, dan itu membuatnya dapat menjalankan rencananya dengan –mungkin- sempurna.

TREEEEENNGGGG

Bel pun akhirnya berbunyi, terdengar hiruk pikuk siswa didalam kelas Jongin yang tengah membereskan barangnya tersebut. Tak lama keluarlah Kyuhyun saem sang guru matematika dari kelas Jongin. Eunsoo terkekeh diam-diam ketika mengetahui dari tadi guru yang mengajar dikelas Jongin adalah guru matematika. Ia tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah datar dan dingin sang pebuat onar ketika belajar matematika.

Siswa mulai berbaur keluar dan yup Eunsoo menangkap sosok Jongin yang baru saja keluar dari kelasnya. Jongin pun dengan sempurna menangkap sosok Eunsoo yang tengah berdiri tak jauh didepannya.

Eunsoo tersenyum. Ingin sekali ia melambaikan tangannya itu, namun sulit. Senyuman diwajahnya dengan cepat memudar sejurus setelah Jongin menghentikan langkahnya dan berjalan berbalik arah.

Eo..

Kenapa? Apa dia menghindari Eunsoo?

“Tung..”

“Hey surat! Apakah ini surat cinta untukku karena dulu kau salah memasukkan surat cintamu?” Seseorang merampas surat beramplopkan pink dari tangan Eunsoo. Hal itu membuat kalimatnya terpotong!

Eunsoo berbalik dan terkejut. “Su..sunbae?” Eunsoo menatap Baekhyun tak percaya. “Ke..kembalikan!” Eunsoo berusaha kembali merampas suratnya dari tangan Baekhyun. Namun nihil. Baekhyun mengangkat surat itu keatas, membuat Eunsoo semakin sulit meraihnya.

“Sudahlah Eunsoo, kau tak perlu gugup seperti itu melihat surat cintamu ada ditanganku. Aku tau setelah kau putus dengan adikku kau kembali menulis ulang surat cintamu dan berniat memberikannya kepadaku kan?” Baekhyun mengoceh namun Eunsoo pandangannya terus berpencar liar berusaha mencari sosok Jongin, ia tak mau kehilangan Jongin untuk kedua kalinya!

“Sunbae!” Panggil Eunsoo geram. “Kubilang kembalikan!” Eunsoo melompat dan akhirnya berhasil merampas suratnya dari tangan Baekhyun.

Baekhyun tersenyum ramah tetapi ada semburat picik dibalik wajah tampannya. “Oh pasti kau mau memasukkan surat itu pada lokerku, kau tak mau aku menerima surat cintamu secara langsung kan? ” Kepedean Baekhyun semakin meningkat membuat Eunsoo geram sampai ke ubun-ubun.

“Ya!! Geumanhaeyo!!” Teriak Eunsoo kesal.

Baekhyun terkejut mendengar Eunsoo membentaknya. Eunsoo pun tersadar dengan kelakuan buruknya pada Baekhyun orang yang ia kagumi –bukan disukai- itu. “A..ah mianhaeyo sunbae. Aku tak bermaksud membentakmu. Tapi.. tolonglah kau tak usah ikut campur, ini masalahku dengan Jongin. Annyeong sunbae maaf sebelumnya karena telah membentakmu” Eunsoo menunduk hormat lalu pergi mengejar Jongin.

Beruntung bagi Eunsoo, ia tak perlu lama dan bersusah payah mencari Jongin. Karena saat ini terlihat Jongin tengah duduk santai di taman belakang sekolah. Tempat yang sepi, itulah mengapa Jongin sering sekali datang kesini.

“YA!! KIM JONGIN!!” Teriak Eunsoo walau kini jaraknya dengan Jongin tak terlalu jauh. Teriakannya benar-benar telah memecahkan keheningan sekitar taman sepi ini.

Jongin hanya menoleh sekilas kebelakang. Diraihnya tas yang ia simpan disamping kanannya lalu berdiri dan melangkahkan kakinya untuk pergi.

“Kajima...” Ucap Eunsoo -agak- pelan. “Jebal.. jebal kajima!” Ulangnya agak keras.

Jongin sejenak menghentikan langkahnya namun beberapa detik kemudian ia kembali melangkahkan kakinya.

GREEEEP

 

Tepat!

Belum sempat Jongin melangkah, Eunsoo sudah berhasil menangkapnya. Dia memeluk erat Jongin dari belakang! “Apa kau tak mendengarkanku, eo?” Tanya Eunsoo. Terasa kini seragam Jongin yang tanpa blazer itu basah karena air mata Eunsoo.

Jongin menunduk. Rasanya ingin sekali ia memeluk balik Eunsoo, namun egonya berkata lain. Dan ia benar-benar tak bisa membantah!

“Lepaskan..” Perintah Jongin pelan.

Eunsoo menggeleng dalam punggung Jongin membuat Jongin dapat merasakan kepala Eunsoo yang mengeleng. “Tidak akan! Aku.. aku tidak akan melepaskanmu! Aku tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya!” Seru Eunsoo yang isakannya makin mengeras.

“Aku tau dan aku baru sadar ternyata selama ini aku menyukai orang yang salah. Kau harus tau Jongin, aku sama sekali tak menyukai Baekhyun sunbae. Aku hanya sebatas mengaguminya tapi aku malah mengartikan rasa kagumku pada Baekhyun sunbae sebagai rasa sukaku padanya. Selama ini aku telah salah, maaf..” Jelas Eunsoo panjang namun tak lebar (?)

“Lalu?” Tanya Jongin yang tak kuat menahan rasa penasarannya.

“Dan sekarang akupun telah sadar bahwa orang yang aku sukai dan aku cintai itu hanyalah kau.” Jongin terdiam mendengar kalimat indah keluar dari mulut Eunsoo itu. Jongin masih mematung membelakangi Eunsoo walau Eunsoo sudah melepas pelukannya.

“Jo..jongin. Kim Jongin oppa. Ini terimalah..”

Eunsoo menyodorkan surat pinknya pada Jongin yang masih membelakanginya. Jongin berbalik perlahan. “Apa itu?” Tanya Jongin naif padahal dia sudah tau itu adalah sebuah surat.

“Surat cinta. Kali ini benar-benar untukmu” Eunsoo tersenyum.

“.....”

Tak lama Jongin bergegas menggerakkan tangannya untuk meraih surat cinta tersebut dari tangannya. Namun ternyata yang ia raih adalah tangan Eunsoo! Ia menarik tangan Eunsoo kencang membuat Eunsoo terjatuh dalam pelukan dadanya yang bidang itu.

Jongin tersenyum lebar. Sangat lebar. Bahkan sampai isakan tangisnya bisa Eunsoo dengar dengan jelas.

“Oppa, kau menangis?” Tanya Eunsoo.

“Gomawo...” Ucap Jongin tanpa menjawab pertanyaan Eunsoo sebelumnya. “Kau satu-satunya orang yang dapat membuatku berubah. Surat cinta itu, aku akan menyimpannya dengan baik” Jongin melepas pelukannya, namun sebelumnya ia menyeka terlebih dahulu air matanya.

“Hehe..” Jongin terkekeh. Manis sekali.

“Kenapa?” Tanya Eunsoo.

“Tidak, aku hanya merasa senang akhirnya perjuanganku membuatmu melupakan Baekhyun hyung berhasil juga” Jelas Jongin.

Eunsoo yang mendengar ucapan Jongin tadi langsung mempoutkan bibirnya. “Ya! Sudah kubilang kan kalau aku tak menyukainya. Aku hanya mengaguminya!” Eunsoo memukul-mukul manja dada Jongin.

“Eh! Hey haha tenanglah!“ Tanpa sengaja Jongin memegang kedua tangan Eunsoo ketika ia berusaha menghentikan amukan Eunsoo. Mereka terlihat gugup satu sama lain.

“Ma..maaf” Jongin melepaskan kedua genggaman tangannya dari pergelangan tangan Eunsoo. Aigoo~ pasangan ini kenapa masih saja terlihat kaku?

“...” Hening.

“Oya oppa, apa aku boleh tau kenapa kau tak marah ketika mendengar perbincanganku dengan Jieun-Suji di kantin tempo lalu?” Kembali pertanyaan yang ingin sekali Eunsoo tanyakan pada Jongin ia utarakan.

Jongin hanya tersenyum lalu berjalan menuju pohon rindang yang tak jauh darinya kemudian duduk. “Entahlah, rasanya aku ingin sekali melindungimu dan menjagamu. Baekhyun hyung dia terlalu keras untuk yeoja lemah sepertimu. Makanya dari situ aku bertekad untuk berpura-pura tak tau soal surat itu dan menjadi ‘kekasih’mu walau aku tau kau sama sekali tak menyukaiku, bahkan dulu kau membenciku kan? Makanya sampai akhirnya aku tak kuat melihatmu terus berpurapura menyukaiku dan disaat itulah ketika aku memutuskan hubungan kita, aku merasa senang melihatmu bahagia karena tak ada lagi seorang Kim Jongin yang mengganggu kehidupanmu lagi” Jongin mengadah menatap wajah Eunsoo penuh tanya.

“A..ah memang. Aku memang merasa sangat senang ketika kau memutuskanku” Eunsoo menunduk. “Mungkin aku bodoh karena harus berterima kasih padamu karena kau sempat memutuskanku. Alasannya cukup kuat. Ketika kau memutuskanku hatiku sakit, bahkan sangat. Disana aku sadar ternyata orang yang kusukai itu bukanlah Baekhyun sunbae si namja populer itu. Tetapi kau, Kim Jongin si namja pembuat onar” Berlari Eunsoo kearah dimana Jongin duduk, lalu dipeluknya erat.

“Apa kau bisa merasakan debaran jantungku?” Tanya Eunsoo dan Jongin mengangguk pelan. “Mulai sekarang, debaran jantungku hanya untukmu saja Kim Jongin” Lanjut Eunsoo.

Jongin tersenyum tersipu mendengarnya.

“Saranghae.. jeongmal saranghae~” Bisik Eunsoo kemudian.

Jongin,  senyumannya berkembang sampai deretan gigi pepsodennya(?) terlihat begitu jelas. Diangkatnya tangannya lalu mengelus lembut rambut hitam panjang terurai nan berkilau milik Eunsoo tersebut. “Nado sarangahe uri pabo yeoja” Balas Jongin membuat Eunsoo terperanga dan melepas pelukannya.

“M..mwo?! Apa katamu tadi, hah?!” Seru Eunsoo lantang seolah kini tak ada lagi rasa takut dalam dirinya ketika menghadapi si namja pembuat onar tersebut.

Yah..

Karena, kini mereka adalah sepasang kekasih seutuhnya. Berpacaran tanpa ada paksaan dari surat cinta ‘nyasar’ haha.

-FIN-


 
Picture










Title: Warmness Winter.

Author: Mihael.

Cast: Kim Jongin (Kai) and You

Genre: Fluff, Romance

Rating: PG-15

Length: ±4000 words

Summary: Kau tidak tahu bagaimana rasanya memiliki tetangga seperti Kim Jongin.

*************

Musim salju tidak pernah semenyebalkan ini sebelumnya. Tidak sebelum lelaki jangkung itu menempati rumah yang sudah dua tahun kosong yang letaknya disamping rumahku.

Waktu itu usiaku 10 tahun saat ibu memanggilku ke ruang tamu untuk mengenalkanku pada tetangga baru kami.

Dua orang dewasa dan satu anak laki-laki yang seumuran denganku. Anak itu tengil, dan dari raut wajahnya aku dapat membaca kalau dia adalah anak yang menyebalkan. Aku sudah menyugestikan diriku sendiri agar tidak dekat-dekat dengannya. Kalau tidak aku pasti akan dijahili olehnya.

Dan benar saja, hari pertama ia menjadi tetanggaku saja ia sudah berani melemparkan bola salju kearah jendela kamarku yang letaknya di lantai satu. Pada awalnya aku tidak menghiraukan tindakannya, namun lama kelamaan lemparan bola saljunya malah semakin sering.

Dengan geram aku melangkahkan kaki, membuka jendela kamar dan menatap sinis kearahnya.

"Kau mau apa?" Tanyaku dengan nada gusar. Sialnya anak itu malah nyengir tanpa dosa.

"Ayo kita bermain!" Ajaknya.

"Tidak mau, dingin."

"Kalau begitu kita main dirumahmu!"

Dan tanpa persetujuanku, anak laki-laki itu lantas berlari kearah muka rumahku dan satu menit kemudian kudengar ketukan pintu. Pasti dia. Mengganggu saja!

Saat aku membukakan pintu, kudapati dirinya sedang berdiri membelakangiku.

"Kau sedang apa? Ayo masuk aku kedinginan jika berlama-lama di depan pintu!" Pintaku.

Anak laki-laki itu berbalik, dan aku sedikit terkejut ketika kedua tangannya menjulurkan sebuah benda bulat yang aku tak tahu apa itu.

"Ini kunamai kipas penghangat. Kalau kau kedinginan, kau bisa meletakkan telapak tanganmu diatasnya. Aku jamin kau akan merasa hangat." Jelasnya. Aku rasa dia bukan orang yang menyebalkan seperti yang aku kira sebelumnya.

Anak laki-laki itu bernama Kim Jongin, dan ia lebih suka dipanggil Kai. Namun aku lebih suka memanggilnya Jongin daripada Kai. Lebih terdengar manusiawi. Dia pindahan dari Busan, dan mungkin ada banyak hal lain yang belum aku ketahui tentang dirinya.

Kemudian hampir setiap hari dia selalu berkunjung ke rumahku pada musim dingin. Dan setiap kunjungannya, ia selalu membawakan benda benda yang aneh. Stiker yang bisa menyala di malam hari, seruling yang bisa digunakan untuk bermain gelembung, dan yang lainnya.

Setiap Jongin kerumahku, dia selalu menghabiskan makan siang yang dimasak oleh ibu. Tidak sepertiku yang selalu menyisakan makanan. Oleh karena itu, ibu nampak menyayanginya dan terkadang membandingkanku dengan dirinya. Menyebalkan.

Jongin laki-laki yang cerewet, dia gemar sekali menceritakan apa saja. Mulai dari kehidupannya di Busan, teman-temamnya disana, dan kegiatan apa saja yang ia lakukan seharian kemarin. Sebenarnya aku bosan, namun aku tetap saja memperhatikan ceritanya.

Dia bersekolah di sekolah yang sama denganku, tetapi kami bukan teman satu kelas. Kami selalu berangkat bersama dan pulang bersama. Terkadang kami terlambat bersama dan dihukum bersama, namun Jongin selalu bisa mencari alasan agar tidak dihukum terus-terusan. Jongin anak yang supel, baru sebentar bersekolah disini saja dia sudah memiliki banyak teman.

Pernah suatu hari dia membawa 8 orang temannya kerumahku, katanya ia ingin mengenalkan mereka semua padaku. Kami bermain bersama, dan kami bersepuluh kemudian memakan cookies buatan ibuku di halaman belakang.

Aku pikir dia anak yang baik dan menyenangkan, namun ternyata dugaanku selama ini salah.

Musim dingin kedua ku bersama Jongin.

Matahari masih bersembunyi dibalik cakrawala ketika Jongin mengetuk pintu rumahku. Ternyata selama lima hari kedepan orang tuanya mau mengurus pekerjaan di Busan, sehingga Jongin dititipkan dirumah kami.

Hari pertama dia sudah terlihat menyebalkan. Dia selalu menggangguku jika aku sedang melalukan aktifitas apapun. Bahkan boneka kesayanganku nyaris robek telinganya karena Jongin memaksaku untuk meminjamkannya. Rasanya aku ingin menendang tubuhnya, tapi ibu bilang dia akan membelikanku boneka baru. Jadi tak masalah.

Jongin nampak semakin menyebalkan saat jam makan siang. Dia melemparkan kimchi kimchi itu ke mangkukku, dia juga mengambil gelas berisi minumanku dan menghabiskannya. Kalau tidak ada ibu disana, aku pasti sudah melemparkan piring ke wajahnya.

Setelah itu keisengannya semakin menjadi-jadi. Aku tidak bisa tinggal diam sehingga kami pun adu mulut.

"Berikan remotnya padaku!" Aku berteriak kearahnya ketika dia dengan seenaknya mengganti channel yang sedang aku tonton dengan seru.

"Aku ingin menonton acara ini!" Dia malah balik membentak.

"Ini kan televisiku! Lagipula aku duluan kan yang menonton!"

"Terserah, yang membawa remot kan aku."

Sialan!

"Berikan remotnya padaku hidung jambu!"

"Tidak akan! Dasar kau kulit kacang!"

"Hidung jambu!"

"Kulit kacang!"

"Pesek!"

"Pendek!"

ARGH!

Aku pun berjalan kekamar dan membanting pintu. Aku benar-benar marah saat itu.

Kemudian aku melihat Jongin dari arah jendela kamarku, dia datang untuk meminta maaf dan membawakanku sebuah benda mirip seperti gelang. Aku menerimanya dan kami pun berbaikan. Sesederhana itu.

***

Musim semi tiba, bunga-bunga bermekaran dan cakrawala merekah terang.

Aku masih sebal pada Jongin. Kali ini bukan karena dia yang menggangguku terus-terusan seperti dulu. Jongin memang masih sering menjahiliku, kami masih sering adu mulut setiap hari baik di sekolah, di jalan, maupun dirumahku. Namun rasa sebalku tercipta karena hal lain. Jongin mengambil perhatian ibuku.

Setiap mampir kerumah, Jongin selalu memamerkan nilai ulangannya yang selalu lebih tinggi diatasku. Kadang dia bercerita tentang tim basket sekolah yang mendapatkan juara berkat dirinya, atau kisahnya yang menyelamatkan anak kucing diatas pohon yang menyebabkan sikunya terluka.

Dia juga sering cari muka dihadapan ibuku, yang terkadang membuat ibu suka membandingkanku dengan Jongin.

"Harusnya kau lebih rajin belajar agar nilaimu bagus-bagus seperti Jongin."

"Kamu sih lebih suka bermain dengan boneka-bonekamu di kamar daripada berolahraga. Lihatlah Jongin, dia bisa berprestasi dengan bermain basket."

Itu bukan apa-apa, karena ada hal yang paling membuatku sebal hingga ingin menangis.

"Besok ibu diminta Jongin melihatnya tampil memainkan piano. Dia ikut perlombaan. Betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak berbakat seperti Jongin. Kau mau ikut menonton sayang?"

Aku menjawab pertanyaan ibuku dengan gelengan, dan setelah itu aku berlari ke kamar, membanting pintu.

Tadi ibu berkata apa? Bahagia memiliki anak seperti Jongin? Jadi selama ini ibu tidak bahagia memiliki anak sepertiku? Kalau begitu kenapa ibu tidak mengangkat Jongin menjadi anak ibu saja?

Aku ingin menangis. Aku sangat sedih hingga tak bisa menangis. Aku melewatkan makan malam hingga keesokan paginya. Ibuku selalu mengecek kamarku dan membawakan makanan, namun aku tidak menyentuh makanan itu sama sekali. Biarkan saja, aku terlanjur sebal.

Malam harinya ketika aku keluar kamar bermaksud mengambil makanan, aku mendapati ibuku dengan wajahnya yang basah. Kentara sekali dia habis menangis.

"Ibu kenapa menangis?"

Ibu tidak menjawab pertanyaanku. Aku perhatikan dia masih mengenakan pakaian yang bagus, kutebak dia pasti baru pulang dari menonton pertunjukan piano Jongin.

"Ibu kenapa?"

Kuulang lagi pertanyaanku. Kali ini ibu mengangkat wajahnya, membersihka. sisa-sisa air mata di pipinya, lalu berjalan menghampiriku.

"Ibu baik-baik saja. Ibu hanya terharu dengan permainan piano Jongin tadi. Kau tau, sangat menyentuh hati."

Oh, Jongin lagi?

Aku pergi meninggalkan ibu menuju kamarku. Tak ku hiraukan suara ibu yang memanggil-manggil namaku. Malam ini aku menangis sendirian di kamar.

Jadi aku harus bagaimana? Asal kalian tahu aku iri setengah mati pada Jongin. Ibu tak pernah menangis karna prestasiku. Apa aku juga harus jadi pianist seperti Jongin? Tak masalah. Demi ibu.

Aku mengikuti kursus piano di dekat sekolahku. Setiap hari kamis hingga sabtu, jadi setiap pulang sekolah aku akan latihan disana. Aku tak memberitahu Jongin karena aku pasti akan di ledek olehnya nanti.

Langit berganti, hari berlalu, musim berubah.

Tidak terasa sudah musim dingin keenamku bersama Jongin. Usiaku kini enam belas tahun. Tidak ada yang berubah, hanya ada yang berbeda.

Jongin tak lagi bermain kerumahku, sekarang dia disibukkan oleh berbagai macam kegiatannya. Mulai dari basket, organisasi sekolah, hingga pentas pianonya.

Dan lagi, Jongin bertransformasi menjadi seorang player. Tidak terhitung berapa gadis disekolah yang sudah diajak kencan olehnya. Setiap sabtu malam pasti berbeda-beda. Aku tidak heran sih, dia kan memang menyebalkan daridulu.

Dia menjauh dan sedikit berbeda. Lagipula hidupku akan lebih tenang jika tidak ada Jongin si Pengganggu.

"Hei kau, aku pinjam buku PR mu."

Itu Jongin. Dan satu lagi perubahannya, dia selalu memanggilku dengan sebutan 'hei kau'. Dia pikir aku tidak punya nama apa?

"Belum selesai." Dustaku.

"Bohong. Kenapa kau pelit sekali sih!"

"Sudah tau aku pelit, kenapa kau masih saja meminjam buku PR padaku?" Tantangku.

"Kita kan tetangga."

"Lalu? Pinjam saja yang lain."

Jongin pun pergi meninggalkanku sambil menggerutu dan mengacak-acak rambutnya frustasi. Rasakan! Siapa suruh datang padaku disaat butuh saja.

Alhasil pada pelajaran Park Seonsaengnim, Jongin dan beberapa anak yang belum mengerjakan PR diusir dari kelas. Jongin melirik sinis kearahku dan kubalas dengan kekehan geli.

Sepulang sekolah aku masih berdiri di depan pintu kelas. Aku ragu melangkahkan kakiku ke rumah karena salju turun dan tubuhku hampir menggigil. Kurapatkan jaket dan topi rajutan di kepalaku. Aku bermaksud mengirim pesan pada ibuku saat Jongin tiba-tiba ada disebelahku dan dengan seenaknya mengambil topi rajutanku.

"Kembalikan!"

Jongin berlari ke dalam kelas. Bodoh, pasti aku tangkap.

"Kembalikan topiku Kim Jongin, aku kedinginan!"

"Tidak akan. Aku akan menghukum dirimu karena kau tidak mau meminjamkan buku PR mu padaku."

Jadi dia balas dendam? Dasar kekanak-kanakan!

Aku tak menggubris perkataannya dan berusaha menghalangi jalannya. Berhasil! Jongin tak lagi berlari. Namun permasalahannya, dia mengangkat topi rajutku tinggi. Apalagi tinggi badanku yang tidak ada apa-apanya dibanding Jongin membuatku kesulitan meraih topi rajutku.

"Tinggi dulu, baru berani mengambil topi." Kekehnya. Sialan!

"Apa sih susahnya mengembalikan topiku?"

"Apasih susahnya meminjamkan buku PR padaku?"

Sialan. Dia malah membalikkan kata-kataku.

Aku mendongak menatap wajahnya dengan tatapan marah. Dan Jongin malah membalas tatapanku dengan wajah minta-digamparnya. Tak lupa senyuman meremehkan tersungging disana.

"Yasudah kalau kau tidak mau mengembalikan."

Aku pun berbalik meninggalkannya. Kurapatkan jaketku kembali dan melangkah keluar kelas.

"Ngambek nih?"

Tak kupedulikan perkataannya dan terus melangkah.

"Tidak seru ah, padahal aku kan hanya bercanda."

Apanya yang bercanda kalau aku jadi kedinginan begini bodoh!

Sunyi. Hanya ada langkah kakiku yang beradu dengan lantai di koridor.

Tiba-tiba saja ada lengan yang melingkar dipundakku, dan rasa hangat langsung menghampiri tubuhku.

"Ini kukembalikan topi.rajutmu."

Aku berhenti melangkah. Jongin memasangkan kembali topi rajut itu dikepalaku. Aku memandang wajahnya yang sedang serius karna topi itu belum terpasang sempurna dikepalaku.

Ada rasa yang hangat. Di pipiku. Padahal ini musim salju.

"Sudah terpasang rapi. Kulihat kau sepertinya benar-benar kedinginan. Daripada kau nanti mati beku di tengah jalan karena aku, lebih baik ku kembalikan. Kau bisa pulang sekarang. Dah! Aku masih mengurus sesuatu." Ujar Jongin panjang lebar.

Saat tubuhnya tak lagi terlihat di kedua mataku, tanganku refleks memegang dada. Sepertinya ada yang salah dengan jantungku.

***

Musim gugur. Musim yang paling aku sukai. Hawa sejuk, daun berjatuhan, langit oranye. Sempurna.

Aku sedang di gedung pertunjukan seni bersama ibu dan Jongin. Kami berdua sama-sama mengikuti lomba piano. Aku sih tidak berharap akan menang karena tarian jemari Jongin diatas tuts piano lebih indah daripada aku.

Waktu itu kami bosan menunggu, karena listrik tiba-tiba mati. Ibuku sedang menemui temannya diujung sana. Aku dan Jongin duduk dikursi penonton paling depan, menatap kosong kearah panggung.

"Bagaimana kalau kita bermain-main dulu." Suara Jongin memecahkan keheningan diantara kami.

"Umurku enam belas, Jongin-ah."

"Aku juga enam belas, memangnya ada yang salah? Lagipula kita sama-sama bosan. Kau bayangkan berapa lama lagi listrik akan menyala. Aku heran kenapa mereka tidak menggunakan diesel saja, kan tidak bakal beresiko listrik mati."

Jongin benar juga. Aku bisa mati kebosanan disini. Lagipula orang-orang sedang sibuk sendiri, mungkin mereka tak akan memperhatikan kami.

"Jadi kau ada usul apa?" Tanyaku.

"Main petak umpet." Jawab Jongin, diiringi smirk nya.

"Kau gila Kim Jongin."

Namun aku tetap mengikuti usulnya. Kami bermain petak umpet di belakang panggung. Kali pertama, Jongin yang jaga.

Aku berlari mencari tempat persembunyian yang aman. Awalnya di bawah grand piano, tapi terlalu mudah ditemukan. Di dalam kardus? Terlalu kecil kardusnya. Hingga mataku menemukan ruangan kecil di ujung. Sempit. Seperti gudang.

Namun banyak alat-alat yang tidak dipakai memenuhi rak. Aku sengaja tidak menutup pintunya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aku harap tempat ini benar-benar tempat yang aman.

Sudah lima menit dan aku belum menemukan tanda-tanda Jongin berjalan kearah sini.

Aku bermaksud melangkahkan kaki ketika suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar di telingaku. Aku yakin itu Jongin. Aku makin yakin itu Jongin ketika aroma pinus menguar di udara.

Oke. Aku kalah.

"Disini kau rupanya. Gotcha!"

Entah darimana sewaktu Jongin berjalan kearahku, aku malah berlari menghindarinya.

Dan kalian tau, aku tersandung. Alat-alat jatuh. Rak jatuh. Dan pintu tertutup rak. Hebat. Aku terkunci. Dan hebatnya lagi, lampu menyala.

"Bagus. Kita terkunci." Jongin malah memanas-manasi.

"Aku juga tau kalau kita terkunci."

"Iya, gara-gara kau kan."

"Kenapa kau malah menyalahkanku?"

"Coba kutanya, siapa yang ceroboh dan membuat isi gudang ini jatuh semua?" Tanya Jongin sarkastik. Dia mulai menyebalkan.

"Siapa suruh mengajakku bermain petak umpet?"

"Siapa suruh bersembunyi ditempat seperti ini?"

Sial. Jika beradu mulut dengan Jongin, aku pasti kalah.

"Baiklah baiklah salahku!"

"Memang kau yang salah kan."

GRRRR KIM JONGIN!

"Terserah. Lagipula ada baiknya, bukan kau yang tertimpa rak itu." Ujarku.

"Kalau aku yang tertimpa rak, aku akan membawamu ke kantor polisi."

"Kau berlebihan, Kim Jongin."

"Tidak juga. Lagipula aku gagal memenangkan kejuaraan kali ini. Padahal uangnya akan kugunakan untuk membeli sesuatu."

"Jadi kau menyalahkanku sebagai akibat kau gagal mendapat juara?" Tanyaku kesal.

"Iya. Kau pikir siapa lagi yang salah?"

Oke. Cukup. Aku mulai emosi.

"Kau pikir kau pianist hebat sedunia?"

"Ya. Aku akan menjadi seperti itu. Kim Jongin, pianist paling hebat sedunia."

"Tidak akan pernah, karena aku yang akan menjadi pianist paling hebat."

"Kenapa kau seyakin itu?" Tanyanya meremehkan.

"Memangnya tidak boleh? Lagipula permainanku juga tidak jelek." Bela ku.

"Memang tidak jelek, tapi apa kau bisa menciptakan lagu dengan pianomu itu?"

Menciptakan lagu?

"Tidak bisa kan?" Tanya Jongin meremehkan.

"Bisa! Memangnya hanya kau apa yang bisa!"

"Begitu ya. Oke, setelah keluar dari sini kutantang kau menciptakan satu lagu dalam sebulan. Tepat 21 Desember besok, kau sudah menyelesaikannya. Aku juga akan membuat lagu. Bagaimana?"

Nada suara Jongin terdengar meremehkan sekali! Dia pikir hanya dia apa yang bisa melakukan segalanya? Walaupun aku belum pernah menciptakan lagu, tapi tak masalah. Akan kuberi dia pelajaran agar tak seenaknya meremehkan orang!

"Baiklah. Aku setuju."

Tak lama kemudian ada bantuan. Ternyata ibu menyadari ketidakhadiran kami berdua dan meminta tolong petugas untuk mencari kami. Aku dan Jongin pun tetap mementaskan permainan piano kami, namun tak satupun dari kami yang mendapat juara.

***

20 Desember. Dan lagu yang kubuat baru selesai satu baris.

Ternyata susah sekali membuat lagu menggunakan piano. Membuat sebuah irama yang nyaman diperdengarkan di telinga itu tidak semudah kelihatannya.

Jongin sudah mengirimiku pesan singkat, memintaku kerumahnya esok hari. Aku yakin dia telah menyelesaikan lagunya. Baiklah, mungkin sebaiknya aku mengaku kalah.

Esok paginya aku sudah berdiri di depan pintu rumah Jongin. Sudah lima menit aku berdiri disana, tetapi belum juga memencet bel.

Partitur di tangan kananku belum selesai sama sekali.

Kuberanikan diri menekan bel, dan Jongin serta senyuman khasnya menyambutku.

Lagi-lagi tubuhku menghangat melihat senyumannya. Dan lagi-lagi jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Aku tebak kau belum menyelesaikan lagumu, bukan begitu?" Tanyanya seraya terkekeh.

Aku mengangguk sebal.

"Sudah kuduga." Dia menghampiriku dan mengacak-acak rambutku.

"Ya ya kau menang."

"Hahaha. Jangan cemberut begitu. Kau mau mendengarkan lagu ciptaanku?"

"Terserah kau saja."

Disanalah Jongin. Duduk diatas grand piano hitamnya. Jemarinya menari dengan lincah diatas tuts piano. Dia terlihat sedikit.... berkharisma.

Tapi ada yang aneh, rasa-rasanya lagu ini sangat familier di telingaku.

Tunggu tunggu.... Ini bukannya.... Winter Sonata?

Kau mau menipuku ya, Kim Jongin.

"Jongin-ah." Panggilku. Dia hanya diam saja dan terus memainkan lagunya.

Dengan sebal aku melangkahkan kaki kearahnya, melipat tangan didepan dada dan menatap sadis kewajahnya.

Tapi Jongin tetap tidak menggubris dan malah asyik memainkan lagu sambil menatap partitur dihadapannya.

Dengan kesal aku mengambil partiturnya. Jongin menoleh kearahku dengan raut protes.

"Kau curang! Ini kan bukan lagumu! Ini Winter Sonata kan."

Jongin hanya terkekeh. Kuangkat partitur dan bermaksud melemparkan kearahnya ketika aku melihat tulisan aneh diatas partitur itu.

Seketika tubuhku membeku.

"WOULD YOU BE MINE?"

Tidak lucu. Apa-apaan sih Kim Jongin.

"Apa maksudnya ini." Aku menjulurkan kertas itu kearahnya.

"Kau tidak tau artinya? Itu maksudnya, maukah kau jadi milikku? Jadi kekasihku?"

Jongin menatap mataku dan mengunci tatapanku kearah wajahnya. Lagi-lagi tubuhku menghangat padahal ini musim salju.

"Kim Jongin tidak lucu."

"Apakah aku terlihat sedang bercanda?"

Jongin berdiri, menunduk, menatapku.

"Aku menyukaimu. Aku menyukaimu sejak pertama kali kau memanggilku hidung jambu. Aku menyukaimu sejak setiap hari aku.berkunjung kerumahmu dan bermain disana, berharap dengan kehadiranku kau juga bisa menyukaiku. Aku menyukai caramu marah ketika aku mengganggumu. Aku menyukai caramu tersenyum, tertawa, cemberut, semuanya. Aku menyukai dirimu yang berusaha menjadi pemain piano yang akan mengalahkanku. Semuanya. Aku menyukaimu sejak aku berumur 10 tahun."

Aku hanya bisa diam. Membeku. Kaget. Tidak menyangka karna selama ini Jongin mencari perhatianku.

"Kalau kau menyukaiku, kenapa kau berkencan dengan banyak gadis yang berbeda?"

"Kau memperhatikanku juga?"

"Ti...Tidak!"

Jongin tersenyum, manis sekali.

"Aku hanya mencari pelarian. Berharap kau akan marah-marah padaku dan memintaku agar tidak berdekatan dengan gadis-gadis itu. Tetapi kau tidak melakukannya. Aku kira kau tidak menyukaiku. Dan kurasa kau memang benar-benar tidak menyukaiku."

"Aku..."

"Lupakan saja. Lupakan permintaanku yang tadi. Aku hanya ingin kau tau kalau aku menyukaimu, menyayangimu, mencintaimu." Ujarnya masih menatap mataku. Kehangatan merayap dipipiku. Kupu-kupu menari di dalam perutku.

Kim Jongin, jangan memainkan detak jantungku. Bisa?

"Apa kau bisa menjelaskan tentang ini?" Tanyaku, memegang jantungku dan menekannya.

"Apa?" Jongin terlihat bingung.

"Coba jelaskan padaku kenapa aku suka mencuri pandang di kelas untuk melihatmu. Jelaskan padaku kenapa jantungku berdetak lebih cepat ketika kau berdiri disampingku. Jelaskan padaku kenapa tubuhku selalu hangat di musim dingin ketika kau berada disekitarku. Bisa kau jelaskan mengapa, Kim Jongin?"

Jongin tersenyum lebar, manis sekali. Dan dalam hitungan detik tubuhku berada dalam pelukannya. Hangat. Sangat hangat.

"Itu juga yang kurasakan jika kau ada disekitarku, pendek."

Aku tidak menjawab ucapannya, berusaha menghirup aroma tubuhnya yang menenangkanku.

Jongin melepaskan pelukan dan merengkuh wajahku di kedua telapak tangannya.

Hangat. Itu yang kurasakan saat ia mengecup bibirku. Musim dingin tak akan pernah membekukanku jika ada Kim Jongin disana.

He is my warmness. He is Kim Jongin. And I love him.

----- FIN -----

this FF dedicated to you, K. Hope you like it. sorry for typos, hehehe.


 
Author: @apinkpchrng

Note: Ini ff udah gue publish di blog pribadi gue dan pernah gue kirim ke SJFF2010. Bayangin aja itu bias lo sama lo haha. Oh iya itu sudut pandangnya dari cewek jadi sorry buat fanboy ya hwhw. Apalagi ya. Yaudah, udah baca? Ninggalin jejak boleh lah, komen ff absurd gue ini-_- Thankseu:-)



Bayangin aja ini kamu dan bias kamu J

 

 

[FICLET] The Way I Love You

*****

Kau tersenyum ketika mendapati sebuah pesan masuk dari orang yang sangat familiar untukmu. Hanya ucapan selamat malam sebenarnya, namun itu membuatmu tak berhenti tersenyum. Berlebihan? Semua menjadi wajar ketika kau jatuh cinta.

Pria itu bukanlah pria biasa. Pekerjaannya menyita hampir sebagian hidupnya selama beberapa tahun terakhir ini. Ia pun dikelilingi oleh gadis – gadis yang memiliki rupa bagai jelmaan dewi  Aprodhite dengan lekuk tubuh sempurna bagai barbie yang bisa saja membuat kekasihmu berpaling.

Berbagai pemberitaan menimpa kekasihmu. Entah pemberitaan tentang kesuksesaannya maupun tentang kedekatannya dengan gadis lain. Dan untuk kesekian kalinya, kau hanya bisa menghela nafas. Berusaha berpikir positif semua skandal yang menimpa kekasihmu hanyalah bagian dari pekerjaannya.

Meski kau berulang kali di kecewakan olehnya, kau seakan menutup hati untuk tidak mempedulikannya. Bagimu mengetahui dia mencintai itu sudah lebih dari cukup. Karena pada dasarnya, kau terlalu mencintainya.

Kau mencoba menutup matamu, memberi jeda untuk tubuhmu beristirahat setelah seharian penuh melakukan aktivitas. Rasa rindu kembali melanda. Sudah seminggu ini kau tak melihat wajahnya, hanya pesan singkat atau telpon yang membuatmu tetap berkomunikasi dengannya. Itu pun bisa dihitung karena ia tak memiliki banyak waktu luang.

Kau memandang layar ponselmu, seakan mengajaknya berbicara. Kau menarik napas berat, lalu menghelanya kemudian memejamkan kedua matamu. Kau terlalu lelah dengan semuanya, namun kau tak mau berhenti.  Kau ingin tetap bertahan disampingnya meskipun terkadang rasa ragu merasuki pikiranmu.

Kau meraih earphone putih yang berada diatas meja yang terletak didepanmu. Memasangnya di kedua telingamu dan menikmati alunan nada yang masuk kedalam indra pendengaranmu.

I want you, I need you, I hold you~

Tanpa kau sadari setetes air mata jatuh dari pelupuk matamu, namun dengan segera kau menghapusnya dengan punggung tanganmu. Kau bukan gadis yang lemah, pikirmu. Tak seharusnya kau menangis hanya karena sebuah lagu.

Kau merasakan ponselmu bergetar, tanpa melihat kearah layar ponselmu kau menerima panggilan tersebut.

“Aku ada didepan Apartementmu.”

Kau membeku ketika mendengar suaranya. Tanpa berpikir panjang kau pun melepas earphone yang kau pakai dan bangkit dari sofa yang kau duduki, setengah berlari bergegas menuju pintu Apartementmu.

Kau membuka pintu Apartementmu dan mendapati kekasihmu berada didepanmu lengkap dengan berbagai alat penyamarannya. Tangan kanannya menggenggam ponselnya sedangkan tangan kirinya dimasukkan kedalam saku celananya. Ia tersenyum ketika melihatmu.

Kau langsung memeluknya erat, menumpahkan segala rasa rindu yang kau pendam. “Miss you,” balasmu dalam pelukannya.

Ia melepas pelukannya dan mencium keningmu, kau hanya memejamkan matamu.

“Maaf ,” ujarnya pelan, ia menunduk.

Kau mengarahkan tanganmu pada wajahnya, mengelus pipinya lembut. “Maaf untuk apa?”

Ia menatap matamu intens, tersirat rasa bersalah pada kedua matanya. Kau mengerti apa yang ia bicarakan sebenarnya, hanya saja kau tidak ingin membuatnya merasa bersalah.

“Untuk semuanya.”

“Hey, it’s okay. Kau tidak perlu meminta maaf. Aku mengerti,” Katamu mencoba meyakinkannya meskipun kenyataan berbanding terbalik.

“Terima kasih. Terima kasih untuk tetap berada disampingku,” ia kembali memelukmu, dengan erat. Menjatuhkan kepalanya diatas bahumu. Tak hanya kau yang lelah, tapi ia juga merasakan hal yang sama. Lelah dengan segalanya. Kau hanya berharap semuanya kembali normal seperti sebelum ia menjadi seorang Superstar seperti sekarang. Namun kau tak bisa egois, ini adalah mimpinya.

“Terima kasih untuk tidak berpaling dariku.”

Ia tersenyum padamu, “Mana mungkin aku berpaling darimu sedangkan mataku hanya bisa melihatmu seorang.” Perlahan ia mendekatkan wajahnya, deru nafasnya bisa kau rasakan dengan jelas. Kau menutup matamu mengikuti nalurimu. Tak lama kemudian kau merasakan sesuatu menempel di bibirmu. Dia menciummu.

“I love you.”

“I love you more.”

-          END

 


 
My Handsome teacher Part 1♥
Author: Taerin ☺ a.k.a @YDG_GGSooyoung
Genre:
Romance
Cast:
-Oh Se Hun
-Lee Tae Rin (myself *kekeke*)
-Lee Tae Min
-Lee Tae Sun
-Park Ji yeon

***
Annyeong :) ini ff sequel pertama gue^^ Mian ne kalo misalnya jelek atau gak bikin kalian penasaran T^T tapi jangan lupa comment ya :) biar gue tau apa kesalahan gue :D gomawo~
***
Taerin POV:
"Taeriiiin" terdengar suara teriakan eomma dari bawah. Aku pun dengan malas turun ke bawah.
"Waeyo eomma?" Tanyaku yg langsung duduk di samping eomma yg duduk di sofa.
"Kamu tau kan kalo nilai kamu jelek." Ucap eomma.
"Mmm.. Kenapa siih eomma ngungkit2 nilai aku lagi-_-" keluhku males mendengar kata 'nilai' lagi.
"Bukannya gituu. Tapi eomma tuh pengen salah satu anak eomma jadi dokter. Kakak2mu taesun dan taemin pada gamau jadi dokter. Jadi sekarang kamu harus jadi dokter." Ucap eomma. Oalah ternyata itu toh yg dia mau.
"Nah, mulai besok eomma panggilin guru les privat ya. Dia anaknya temen eomma. Dia masih muda kok, masih kuliah."
"Ooh. Yaudah." Ucapku dan langsung pergi meninggalkan eomma.
"Loh? Taerin?? Kok langsung pergi? Eomma belum selesai ngomong." Aku pun pura2 tidak mendengar teriakan eomma dan langsung naik ke atas.
***
Keesokan harinya...
"Taeriin!" Eomma berteriak saat ia melihatku sedang menonton tv.
"Ada apa siih eommaa??" Tanyaku kesal karena jam menonton tv ku terganggu.
"Kamu inget gak sih? Kamu jam 4 tuh harus les. Sedangkan ini udah jam 4 kurang 10. Kamu malah masih santai2 gini. Mana belum mandi lagi. Nanti misalnya guru lesnya gamau ngajar gimana?" Omel eomma panjang lebar.
"Nee eomma aku inget kook. Emangnya aku udah tua apa. Palingan juga gurunya telat. Terus kenapa harus mandi? Gak mandi juga taerin anak eomma ini tetep cantik dan wangi kook." Ucapku pede.
"Pede amat siih..." belum sempat eomma melanjutkan kata2nya terdengar bunyi bel dari bawah. "Eh ada yg dateng. Jangan2 guru lesnya. Eomma ke bawah dulu ya" eomma pun turun ke bawah. Aku pun menonton tv lagi.

Tiba2 eomma datang bersama namja yg ganteng plus plus. Aku pun melongo melihat namja seganteng itu.
"Nah, ini guru les kamu. Nanti kalian kenalan ya. Eomma ke bawah dulu. Belajar yg rajin yaa." Eomma pun turun ke bawah dan meninggalkanku dengan namja ganteng ini. Aigoo. Mimpi apa semalam sampe ketemu namja seganteng dia.
"Kok kamu bengong sih?" Tanya namja itu memulai pembicaraan.
"Haa? Anii. Aku gak bengong kok. Hehe" ucapku amat sangat salting.
"Ooh yasudah. Kenalin. Nama aku Oh Se Hun. Nama kamu siapa?" Tanyanya.
"Namaku Lee Tae Rin. Hehe. Hmmm. Aku manggil kamu apa nih?" Tanyaku.
"Kamu manggil aku oppa aja biar lebih akrab." Jawabnya sambil tersenyum. Aaah seandainya dia pacarku, sudah aku cipok dia.
"Okedeh oppa."
"Oke. Kita mulai belajarnya ya? Hari ini kita belajar math ya? Siap?" Tanyanya.
"Siap dong oppa." Aku pun mengambil buku math ku dengan senang hati.
***
"Sudah jam 6. Waktunya udah habis." Ucapnya saat aku sedang mengerjakan soal. Yaah aku pun kecewa karna tidak bisa bersama dia lagi.
"Jangan khawatir saeng. Lusa, oppa kesini lagi kok buat ngajarin kamu." Ucapnya.
"Siapa yg khawatir?" Tanyaku dengan muka merah.
"Kamu. Aku bisa membacanya lewat mukamu." Ucapnya sambil mencubit pipiku.
"Aw!" Aku berteriak kesakitan+senang karena dicubitnya.
"Hehe. Mian. Aku laper jadi pipi kamu keliatan kayak bakpao. Hehe." Katanya sambil ketawa.
"Mwoo??? Aiishh oppaa!!" Ucapku cemberut.
"Jangan cemberut dong saeng. Kan cuman becanda. Udah ya. Oppa pulang dulu." Ia pun berdiri.
"Hmm. Ne oppa. Sampe ketemu lusa ya. Annyeong." Ucapku sambil melambaikan tangan. Ia pun melambaikan tangannya juga.
***
Author POV:
@ seoul international college (?)
"Sehun-ah!" Panggil seorang yeoja cantik. Sehun yg sedang berjalan di koridor kampus pun menghentikan langkahnya.
"Ne, waeyo noona?" Tanya sehun pada yeoja tersebut yg bernama jiyeon.
"Sehun mau ke cafe gak?" Ajak jiyeon.
"Boleh, mumpung aku lagi ada jam kosong. Ayo noon." Sehun pun menggandeng tangan jiyeon dan pergi bersama ke cafe.

@ cafe
"Kamu masih jadi guru privat chagi?" Tanya jiyeon kepada sehun yg sedang meminum hot choco.
"Masih noon. Buat tambahan uang juga buat berbagi ilmu. Hehe." Ucap sehun sambil tertawa.
"Ooh. Anak baik. Hehe." Ucap jiyeon sambil meminum ice coffee.

Sehun POV:
Noona yg satu ini benar2 membuatku jatuh cinta. Sudah cantik, senyumnya menusuk hatiku. Ah. Aku merasa beruntung punya yeojachingu seperti dia.
"Sehun-ah?" Panggil jiyeon membuyarkan lamunanku.
"Ne chagiya. Hehe." Aku pun tersenyum dan mencium pipi jiyeon noona.
"Sehun-ah. Jangan cium di tempat umum. Kan malu." Ucap jiyeon noona dan aku lihat muka dia sudah merah semerah tomat.
"Jangan malu2 lah noon. Kan dicium sama pacarnya. Kalo sama selingkuhannya baru malu." Ucapku sambil tertawa. Jiyeon noona pun ikutan tertawa. Ah. Aku bahagia sekali saat melihat dia tertawa.
"Noona aku mau ke toilet dulu ne." Aku pun pergi ke toilet. Saat balik dari toilet, aku melihat seorang yeoja yg sepertinya familiar memakai seragam sma sedang duduk sendirian.
"Itu kan taerin." Gumamku dan langsung menghampirinya.
"Annyeong saeng." Sapaku ramah dan sepertinya dia terkejut dan langsung terlihat senang.
"Oppa? Kok oppa bisa disini?" Tanyanya sambil senyum-senyum. Sepertinya dia senang.
"Nee. Aku lagi minum bareng yeojachinguku. Kamu sendiri kok sendirian aja?" Tanyaku. Dan tiba2 muka taerin terlihat kecewa.
"Mwo? Yeojachingu?" Tanya taerin seperti tidak perrcaya.
"Ne. Waeyo?" Tanyaku bingung.
"Hmmm.. Gwenchanna oppa. Aku pergi dulu ya ada urusan penting." Taerin pun tiba2 pergi.
"Loh? Taerin?" Aku ingin mengejarnya tetapi ia sudah pergi keluar. Yasudahlah aku pun balik lagi ke tempat dudukku.
"Kok lama?" Tanya jiyeon noona.
"Ne, tadi ketemu murid les chagiya." Ucapku dan tiba2 muka jiyeon noona kaget.
"Waeyo noon??" Tanyaku panik. "Itu.. Itu.. Di jalan.. Ada yg ketabrak." Ucap jiyeon noona terbata2. Aku pun langsung menengok ke jalan dan jalannya ramai. Kami berdua pun pergi keluar. Karna ramai, kami tak bisa melihat siapa yg kecelakaan.
"Sehun-ah. Itu yg kecelakaan anak sma. Dia pake seragam sma." Ucap jiyeon noona memberitahuku.
"Mwo?? Sma?? Jangan2 taerin." Ucapku panik.
"Taerin?? Dia siapa?" Tanya jiyeon noona.
"Dia murid aku. Aku kesana dulu ya chagi." Aku pun berlari menuju tkp dan ternyata yg kecelakaan benar memakai seragam sma. Tapi mukanya tidak kelihatan. Karena kena darah semua. Apa itu benar2 taerin???

*bersambung*

 
What is LOVE?
by : @BPE_RapEJ

[Main cast : Baro B1A4 and Kim HyunA 4 minute] 
Oneshoot // Romance

-oOo-

Minggu pertama musim gugur di Seoul. Seorang yeoja berambut cokelat panjang bergelombang berjalan santai menyusuri jalan setapak di sisi jalan raya yang masih lengang pagi ini. Tangan kanannya sibuk memainkan ponsel, sedangkan tangan kirinya setia membawa sebuah kantung belanja yg berukuran sedang. Ia berhenti sejenak di sebuah kursi tepat disamping pohon maple besar. "Semua terlihat sama saja, tapi apa itu benar?", gumamnya yg kini memandangi sekelilingnya.

Kim Hyuna, nama yeoja ini. Senyum tipis terukir di wajahnya. Matanya mulai berkaca-kaca, mengingat sesuatu... Ah tidak, seseorang yg tidak pernah lepas dari pikirannya! 

"Baiklah, aku yg akan menemukanmu! Tunggu aku!", katanya lagi. Ia menghela nafas panjang, lalu bangkit dari duduknya. Ia memulai langkah pertamanya.

Sepanjang jalan itu, ia memikirkan seseorang itu. Ia seperti memutar kembali ingatannya. Seperti menonton sebuah film lama.
 
Ponselnya bergetar dari balik saku jeans birunya. Sebuah pesan singkat yang langsung membuatnya tersenyum.

From : Park Lizzy

Hey, what is love?

"Love?", gumamnya seraya memasukan kembali ponselnya kedalam sakunya. Ia tidak langsung membalas pesan Lizzy. Ia ingin memikirkannya lebih dulu.

Love is a strengh feeling that can't be explain.

Nobody can't describe it.

Love is pure ...

Ia meneruskan langkahnya. Angin berhembus kencang, membuat tumpukan dedaunan kering di sisi jalan beterbangan. Ia mengambil sehelai daun maple yg ada disana. Mengamati lalu memejamkan matanya sejenak.

"What is love my prince?", tanyanya dalam hati. Ia mencoba mengingat wajah namja yg mengajarinya banyak hal tentang cinta. 

Namja tampan dng senyuman manisnya. Namja pintar yg bisa diandalkan. Namja bersuara indah. Namja dengan pelukan terhangat yg pernah dirasakannya.

Cha Sun Woo.
 
.
.
.
 
[Hyuna's PoV]

Aku memutuskan untuk memulai hari yang luar biasa ini dengan pergi ke toko buku. Hari ini matahari bersinar cukup terik dan menyilaukan mata. Hah, untung saja aku sudah tiba di toko buku yang sering ku kunjungi dulu...

Ruangan yg di dominasi warna kayu ini memberi kesan hangat meski udara di dalam sini sangat sejuk. Aku menyusuri rak-rak buku yg tertata rapi itu. Memperhatikan tempat yang... Tidak berubah banyak sejak terakhir kali aku mengunjunginya.

To : Park Lizzy

Love is when you don't matter the differences, whatever it is.

Sent!

Aku memilih tempat di pojok ruangan dengan jendela besar yg menghadap taman bunga tepat di samping toko buku itu. Sebelumnya aku sudah mengambil beberapa buku humor, termasuk komik kesukaanku.

-Flashback-

"Membosankan", cibir ku saat melihat namja chingu ku itu tengah sibuk dengan buku tebalnya. Ia hanya melirikku sekilas sambil membenahi posisi kacamatanya.

"Ck! Komik lagi? Basi", sindirnya ketika melihat buku di tanganku, komik naruto
 
"Kau teruskan saja dgn buku biologimu itu, aku juga akan konsentrasi dgn komikku tuan Cha Sun Woo",

"YA! Kau marah nona Kim?", Sunwoo menarik paksa komikku dan menangkup kedua pipiku agar bisa menghadapnya langsung. "Sebaiknya kau mulai membiasakan membaca buku pelajaran, chagiyaa. Kita kan sudah di kelas akhir, belajarlah lebih giat sedikit", katanya lembut.

Oh my... Aku bisa melihat jelas wajah Sunwoo ku ini. Sorot matanya yg teduh, dan pembawaannya yg tenang. "Wah, kau semakin keren Sunwoo-ah", ujarku begitu saja yg langsung di respon dengan jitakan kecil di dahiku.

"Appo! Menyebalkan", kataku lagi sambil membereskan buku komikku dan juga buku biologi Sunwoo.

"Tapi aku belum selesai!", protes Sunwoo yg kini berjalan mengikutiku keluar dr toko buku ini.


"Ini sudah sore! Kau kan ada jadwal les", ujarku saat kami sudah berada di luar toko buku. Sunwoo tersenyum sekilas, ia menarik pipi kiriku. Sungguh menyebalkan.

"Ok, kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang sebentar. Kajja!", Sunwoo mulai menyalakan sepeda motornya yg berwarna hitam itu.

"Tidak usah, aku naik bis saja! Sudah sana pergi",

"Kau yakin?",

"Iya sayang", aku memasukan buku biologi kedalam tas Sunwoo.

"Gomawo, hyuna-ya. Eh, berikan aku komikmu itu"

"Untuk apa?"

"Aku akan menyitanya, haha", Sunwoo mengambil paksa komikku itu. Ck! Dia memang menyebalkan! Tak lama kemudian, ia sudah melaju pergi meninggalkanku di halte bus.

Aku pun mengeluarkan komik lain dari dalam tasku, membacanya sambil menunggu bis tumpanganku datang.

-Flashback end-

"Gamshahamnida", kataku saat selesai membayar beberapa buku yg kupilih tadi. Aku segera menyebrang ke arah halte bus.

Sungguh, saat cinta itu datang, ia tidak lagi peduli dgn perbedaan yg ada.
 
Aku berbeda sekali dgn Sunwoo! Aku ini lebih suka bermain dan bermalas-malasan dgn komik dan buku sketsa ku. Sedangkan Sunwoo... Yap! Dia murid kelas unggulan di sekolahku, pintar dan populer. 

"Perbedaan itulah yang membuat kita saling melengkapi", hah... Aku masih ingat betul perkataan Sunwoo itu.

.
.
.

Kota Paju, yg jarak perjalanannya bisa ditempuh selama 1 jam dari kota Seoul ini menjadi tempat tujuan kedua ku. Aku merapikan sebentar rambutku yg tertiup angin tadi.

Paju adalah pusat pertokoan yg sangat ramai dan cukup terkenal. Dan di tempat inilah, aku pernah menghabiskan waktu bersama Sunwoo dulu.

To : Park Lizzy

Love is when you can share everything, even for an ice cream

Sent!


Aku mengedarkan pandanganku ke sekitarku yang sudah di padati pengunjung itu. Hmm… tapi mataku terhenti begitu saja di depan sebuah toko pakaian yang jaraknya hanya beberapa langkah saja dari tempatku. Aku melihat ada sepasang remaja yang sedang sibuk memilih pakaian untuk satu sama lain. Aku tersenyum kecil, hah, mereka bahkan masih mengenakan seragam sekolahnya. Cinta itu tidak mengenal usia kan?.
 
Kuputuskan untuk membeli es krim saja dan duduk bersantai sejenak di depan toko itu. Bangku panjang berwarna kayu ini dulu terasa hangat… ya dulu, saat Sunwoo masih ada, duduk di sampingku.

-Flashback-
"Setidaknya kau harus punya baju hangat keren untuk trainee nanti kan?", ujarku seraya menyerahkan tas belanja yg berisi baju hangat untuk Sunwoo.

"Hyuna-ya...", Sunwoo memelukku, "Aku akan mentraktirmu es krim", bisiknya yang dilanjutkan dgn mencium sekilas keningku.
 
Sunwoo menyuruhku untuk duduk diam disana, sedangkan ia sendiri berjalan pergi. Tak lama kemudian, ia datang dengan sebuah es krim vanila.

"Payah sekali, disana hanya tersisa satu es krim saja", katanya dgn wajah sedikit kesal.

Aku segera melahap es krim ku, sesekali melirik ke arah Sunwoo yg terus saja melihat isi tas belanja yg kuberikan tadi.

"Ini enak! Kau harus coba", aku menyodorkan es krim ku itu kearahnya.

Sunwoo tersenyum dan langsung melahapnya. Tidak! Dia menghabiskannya sendirian... Arrgghhh, dia memang menyebalkan!

-Flashback End-

Aku melahap es krim ku yg sudah sedikit lumer mengenai tanganku. Aku bisa merasakan air mataku mulai turun perlahan. "I miss you, Cha Sun Woo...", ujarku pelan.

.
.
.


Malam ini hujan turun begitu derasnya, kontras sekali dengan cuaca di siang hari yang begitu terik. Aku masih saja berjalan santai menyusuri tepi jalan raya yang memang mulai sepi ini. Aku melirik jam di tanganku, ternyata masih jam 7! Cuaca seperti ini membuat orang-orang memilih bersembunyi di balik selimut hangat. Tapi tidak denganku, aku harus meneruskan langkahku. Menuju sebuah tempat yang setidaknya… semoga, dan setidaknya… bias membuatku tenang.
 
Aku berhenti di sebuah taman bermain yang tentu saja sudah sepi.
 
Taman yang begitu familiar di seputaran distrik gangnam. Aku langsung menuju ke sebuah ayunan di sana. Duduk diam, mengingat dia… dibawah naungan payung biru ku. Aku tidak lagi peduli dgn dinginnya angin saat ini, juga tetesan hujan yang sesekali menerpa tubuhku.
 
-Flashback-
 
“Aku akan sangat sibuk mulai besok. Jadwal trainee ku makin padat, sekolah, les… aku tidak yakin bisa sering menemanimu lagi hyun. Mianhae…”, ujar Sunwoo yang bisa kulihat jelas ada rasa bersalah di matanya itu.
 
Aku tersenyum, menyentuh tangannya. “Hei, gwaenchana sunwoo-ah. Aku mengerti kok! Fighting ne!!!”, seruku mencoba menyemangatinya. “Hmm, lagi pula, kita masih bisa bertemu di sekolah kan? Kau focus saja dengan kegiatanmu”, lanjutku lagi.
 
"Kau harus janji, saat kau tidak tahan lagi dgn kesibukanku ini, kau harus bilang. Kau boleh meninggalkanku, hyuna-ya".
 
“Kalaupun kita berpisah nanti, kaulah yang harus melepaskanku lebih dulu, Cha Sunwoo. Aku akan terus bersamamu sampai kau tidak membutuhkanku lagi”, balasku sepenuh hati. Aku benar-benar tidak berniat melepaskannya.
 
Aku mencoba tidak menangis, tapi air mataku turun begitu saja. Aku sungguh takut kehilangan Sunwoo.
 
“Mian, aku membuatmu sedih”, Sunwoo menyeka air mataku dengan tangan hangatnya dan membawaku kedalam pelukannya. “Tolong jangan menangis saat aku tidak ada didekatmu. Itu akan membuatku merasa buruk”, katanya lagi.
-Flashback End-
 
“Haaaahhh… Sunwoo!!! Kau menyebalkan, kau tau eoh?! Aku akan menendang kakimu saat kita bertemu nanti!”, seru ku di tengah hujan yg semakin deras itu.
 
Kuputuskan untuk mengirimi pesan singkat kepada temanku, Lizzy.
 
To : Park Lizzy
 
Love is wiping the tears and faces the fears.
 
Sent!
 
Aku mulai membayangkan wajah bingung, Lizzy sejak menerima beberapa pesanku tentang definisi “LOVE” itu.
 
.
.
.
 
Saat ini aku sudah berdiri di depan gedung yang sudah dipadati para fans dari grup boyband B1A4! Oh my... Aku bisa melihat banyak poster dan banner yang memuat wajah kelima namja tampan itu. Dan mataku hanya terfokus pada salah seorang diantaranya... 

To : Park Lizzy

Even when you hurted, you still believe that is LOVE.

Sent!

"Aku terluka, dan dia pun juga merasakan yang sama. Itu benar kan, Sunwoo-ah?". Aku berjanji akan bertemu dengan Lizzy di tempat ini, ia akan memberikan akses khusu padaku untuk menemui Sunwoo. Dan jujur saja, jantungku berdetak tidak karuan saat ini. Membayangkan dalam beberapa menit kedepan, dia sudah menjadi nyata di depanku!

-Flashback-

"Selanjutnya kita akan seperti apa, hyuna-ya? Aku semakin jauh darimu", Sunwoo berdiri dihadapanku sambil mengulurkan tangannya menyentuh pundakku. Aku diam, mencoba merenungkan dan memahami arah pembicaraan Sunwoo. Ku lihat kuku-kuku ditangannya mulai panjang.

"Jam berapa Jinyoung akan menjemputmu?", tanyaku. Aku mengeluarkan pemotong kuku dari dalam tasku. "Biar kurapikan kukumu ya, kau pasti sangat sibuk sampai tidak sempat melakukannya", kataku lagi.

Aku membayangkan... mungkin nanti akan ada orang lain yang melakukan ini untuknya. Hatiku sangat sakit! Ya... I miss the old you, my Sunwoo! Aku pasti akan merindukan ocehan cerewetmu itu, senyuman mu, semua hal tentangmu.

Sunwoo berjongkok, menyamakan tingginya denganku yang sedang duduk di bangku halte ini. Aku menunduk sejak tadi. Aku takut Sunwoo melihat wajah sedihku ini.

"Mianhae Hyuna", 
"Gwaenchana..",
"Aku akan mengatakan sesuatu yang... demi Tuhan, aku yakin ini akan melukaimu", Sunwoo menangkup kedua tanganku. Kami berbicara dekat sekali. Aku bisa menatap lekat-lekat wajah Sunwoo. Ya... mungkin ini yang terakhir kalinya.

"Aku tau apa yang akan kau katakan", ujarku menyela Sunwoo. Aku tidak mau mendengar itu dari mulutnya! Biarkan aku memahaminya sendiri. Aku mencoba tidak menangis! Tapi mataku bekerja tidak sinkron dengan hatiku.

"Chukkae-yo! Kudengar lusa nanti kau sudah mulai debut kan? Kau hebat Sunwoo", kataku lagi.

Sunwoo tidak mengatakan apapun. Aku sempat melihat matanya berkaca-kaca sesaat sebelum menarikku ke dalam dekapannya. "Kita berpisah sebentar ya. Aku janji saat waktu-ku mulai stabil, aku akan mencarimu! Kau bisa menungguku kan?",

Aku hanya mengangguk pelan.

Tak lama kemudian, mobil Jinyoung sudah berhenti tepat didepan halte tempat kami 'berpisah' sekarang. Aku memakaikan syal hitam tebal di leher Sunwoo. "Kau tau Sunwoo, selama kau mencoba untuk tetap bersamaku, aku akan ada disini menunggumu", ucapku dengan senyuman paling tulus kepadanya.

"Aku percaya itu. Jeongmal saranghae, Kim Hyuna. Jaga dirimu!"

-Flashback End-

"Hei, disini kau rupanya?!", seru yeoja berambut blonde dengan dress baby pink yang tengah berdiri di hadapanku. Aku tersenyum lebar dan langsung memeluknya. "Aigoo, kau cantik sekali Lizzy-ah",

"Kau juga terlihat ... berbeda! Huaaa Chukkae ya, kau menang kompetisi 'OSAKA EXPO' kan? Kau sudah jadi desaigner hebat! Good Job!!!", Lizzy menepuk punggungku. Hmm, kami sudah lama sekali tidak bertemu. 4 tahun!

Dengan tidak sabar, Lizzy menarikku masuk kedalam gedung. Kami berlari kecil menerobos beberapa kru yang sibuk menyiapkan panggung dan lain-lainnya. Di sepanjang perjalanan menuju kamar ganti B1A4 ini, aku mengingat kembali semua kejadian saat bersama Sunwoo dulu.

Tok Tok Tok.

"Kami tidak pesan pizza!", seru Jinyoung dengan wajah meledek saat membukakan pintu kamar itu. Tentu saja langsung dibalas dengan tendangan 'kecil' tepat di tulang kering namja itu oleh Lizzy. Hahaha, dua orang ini selalu seperti ini sejak dulu.

"Jinyoung... kali ini aku sedang serius! Kau jangan bertingkah aneh ne! Sana mundurlah dan duduk diam di sudut sana!", seru Lizzy sambil menerobos masuk dan menujuk ke arah sudut ruangan. Jinyoung yang masih meringis kesakitan ini malah membalas Lizzy dengan melempar bantal sofa.

Hyuna masih menunggu di luar ruangan. 

"Sunwoo-ah, aku membawakanmu kado ulang tahun yang sangat spesial!", 

Namja bernama Cha Sunwoo ini melirik Lizzy dari cermin besarnya. "Kau tidak membawa apapun di tanganmu", katanya. Ia sibuk merapikan topi lucunya yang akan ia kenakan untuk tampil sebentar lagi.

Jinyoung berniat keluar ruangan untuk mengambil sesuatu...

"KIM HYUNA?! OH MY.... ", teriaknya terkejut saat melihat yeoja bermantel putih itu kini berdiri dan tersenyum manis di hadapannya.

Sunwoo langsung menoleh dan melirik Lizzy, "Kalian mengerjaiku kan?!", tuduhnya. Lizzy tersenyum penuh arti dan mendorong temannya ini keluar ruangan. C.Nu, Gongchan dan Sandeul pun mengikuti mereka.

Lizzy menarik kerah baju Jinyoung, "Kemari kau rubah jelek, biarkan mereka berdua saja".

.
.
.

"Aku menunggumu di tempat itu setiap hari, tapi kau tidak datang. Kau juga tidak mengabariku", Aku membuka suara di tengah kebisuan kami saat ini. Sunwoo seperti orang yang kebingungan. Kadang ia berdiri tegak, lalau semenit kemudian ia jongkok, lalu beranjak duduk.

"Benar kau hyuna ku?", tanyanya yang kini menyentuh pipiku dengan tangannya. Aku hanya mengangguk pelan.

"Aku pernah sekali mencoba menemuimu, tapi... kau tidak ada. Kau menghilang dariku Hyuna-ya",

"Aku memutuskan untuk pergi, mewujudkan mimpiku sebagai desaigner. Kau tau, aku hanya ingin menjadi yeoja yang pantas untukmu. Aku ini tidak berotak cerdas, tidak kaya, aku tidak punya apapun yang bisa kubanggakan untuk berdiri di sampingmu. Aku berusaha keras setiap harinya. Aku tau kau tidak mementingkan itu semua, tapi kau ini seorang bintang, apa jadinya bila orang tau kalau yeoja mu ini hanya yeoja biasa yang tidak berarti sama sekali. Aku tidak mau dianggap 'parasit' dalam perjalanan karirmu. Dan... kali ini, aku datang sendiri. Aku ingin memberi taumu kalau aku... sudah menjadi desaigner. Aku...aku... merindukanmu Sunwoo-ah...hiks", terangku panjang lebar. 

Sunwoo pun menarikku kedalam pelukannya. Ia mencium keningku. Aku hanya bisa menangis tanpa suara...

"Jangan pernah berpikir untuk menghilang lagi Kim Hyuna! Mulai sekarang, kau dalam pengawasanku", serunya dengan mimik wajah serius namun justru terlihat lucu untukku. "Tapi... tunggu sebentar... ", katanya lagi.

Ia mencari temannya yang kini sedang beradu argumen dengan Jinyoung.

"YA! PARK LIZZY, JADI SELAMA INI KAU TAU KEBERADAAN HYUNA?! AWAS KAU YA!", teriak Sunwoo yang langsung membuat Lizzy menjulurkan lidahnya.

Aku berlari ke arah Lizzy dan membisikkan sesuatu...

"Love is Jung Jin Young..."

Lizzy melirik ngeri kearah Jinyoung. Namja itu kini sedang sibuk dengan ponselnya.

"Kau gila ya?", balas Lizzy kepadaku.

"Kalian itu cocok! Semangat ne?", kataku lagi yang langsung menuai mimik muka protes dari Lizzy. Aku tidak peduli. Aku meninggalkannya dan berjalan mendekati Sunwooku.

Lizzy melirik Jinyoung sekali lagi, "Aigoo, mengerikan! Dia itu mengerikan! Aku benci player", gumamnya yang ternyata didengar Jinyoung.

"Kau membicarakanku? Kau memperhatikanku sejak tadi...", Jinyoung berjalan mendekati Lizzy. "Apa kau baru sadar ketampananku? Kau menyukaiku kan? Mengaku saja", kini ia malah menyudutkan Lizzy ke dinding.

"Kau ini tidak waras ya?", Lizzy mendorong tubuh Jinyoung menjauhinya. "Kalau didunia ini hanya tersisa 1 org namja, dan itu KAU. Mungkin akan ku pertimbangkan untuk menyukaimu... hmm... mengerikan", katanya lagi.

Jinyoung berlari mengejar Lizzy yang tadi sempat merebut ponselnya.

Aku hanya diam sambil tersenyum memperhatikan tingkah mereka...

Love will find their own way uniquely with unpredictable ending... Aku dan Sunwoo 

Dan mungkin selanjutnya Lizzy dan Jinyoung.

-END-

Author's say...
Udah bacanya? Komen bisa kali ._.)9 Hmm, btw FYI aja siiiih... itu based on true story kisah RP mix RL gue aokaok B)
Sip, banyakan ngoceh bisa ngurangin kekecean... Bye.