Yesterday was a nightmire

 CAST : Riyoung (oc/you), Lee Donghae 
Genre : Romance, sad (maybe)
Leight : Oneshoot

Author: @kcheonsa_

-----------------------__________________---------------------


Aku memandanginya dengan tatapan miris dan suasana hati yang hancur. Bagaimana tidak, saat ini keadaannya sangat menyedihkan. Tubuhnya yang semakin kurus, tergolek lemas tidak berdaya diatas tempat tidur dengan banyak selang infus dan oksigen yang digunakan untuk membantunya bertahan hidup. Wajahnya pun semakin memucat.
Kuusap airmataku yang kembali menetes. Ya Tuhan, kenapa harus dia yang seperti ini? Kenapa bukan aku? Pasti dia merasa sangat kesakitan. 
Sembuhkan dia, Tuhan …..
Kalian mungkin bingung dan bertanya-tanya siapa yang sedang tergeletak sakit dihadapanku saat ini. Yah, Riyoung.
Riyoungku jatuh sakit dan harus dirawat di ICU. Kata dokter, penyakit lambungnya sudah kronis, dan jika terlambat sedikit saja membawanya kerumah sakit, dia bisa pergi untuk selama-lamanya akibat penyakit itu.
Ini sudah hari keenam Riyoung dirawat disini. Dan yang menyedihkannya, ketika melihat dia siuman, aku juga harus mendengar suara tangisannya karena menahan rasa sakit yang ditimbulkan lambungnya. Hatiku terasa perih melihatnya seperti ini. Dan kalau boleh memilih, biar aku saja yang terbaring sakit seperti ini.
Ku cek kedua kantung infus yang hampir habis. Bahkan, dia harus menggunakan dua infusan sekaligus karena kata dokter, Riyoung tidak mau makan sama sekali, jadi satu-satunya jalan untuk memberinya asupan makanan adalah melalui infusan ini.
Aku bergegas keluar sebentar untuk memanggil suster. Tak lama, wanita paruh baya yang menggunakan pakaian serba putih itu langsung masuk dan langsung mengganti kedua kantung infus. 
“Nanti kalau Riyoung agassi sudah bangun, tolong paksa dia untuk makan ya. Karena, keadaannya bisa semakin parah kalau dia tidak makan apapun”, ucap suster itu setelah selesai mengganti infusan.
Aku mengangguk pelan, “Ye, algesseumnida. Kamsahamnida”.
Setelah suster itu keluar, aku kembali duduk dan menggenggam tangan gadisku ini. Aku rindu dengan senyum manisnya. Aku rindu dengan tawanya, aku dengan perhatiannya, aku rindu semua tentangnya.
“Hmmm ..”, dia menggeliat dan perlahan membuka kedua matanya. Jinja, melihatnya seperti ini, aku ingin menangis lagi.
Tatapan sendunya terlihat sayu. Kulit putihnya memucat. Dia menatap kearahku, kemudian tangan kirinya yang bebas dari selang infus, mengusap pipiku lembut.
“Kau sudah bangun?”, tanyaku pelan sambil menggenggam tangannya yang masih mengusap pipiku.
Dia mengangguk, “Uljima …”, bisiknya.
Aku berusaha tersenyum. Tidak. Dia tidak boleh tahu kalau aku menangis. Aku tidak ingin keadaannya makin memburuk.
“Ani~ aku tidak menangis”, sahutku berbohong.
Dia menatapku seakan berkata, ‘Kau tidak bisa membohongiku, Mr. Lee!’. 
“Aku tidak bohong~”, sanggahku. Kulihat, dia tersenyum tipis.
Cantik. Dia tetap cantik ketika dia tersenyum.
“Sudah berapa lama aku tidur hari ini?”, tanyanya.
“Emmm, hampir setengah hari ini kau tertidur”, sahutku.
Dia mendengus pelan, “Apa aku hibernasi? Aish, badanku bisa sebesar bola kalau hanya tidur terus menerus. Kau sendiri? Tidak tidur berapa hari?”.
Pertanyaannya menohok ulu hatiku. Bagaimana dia bisa tahu kalau hampir satu minggu ini aku tidak bisa tidur? Lagipula, apa kau bisa tidur dengan nyenyak, sedangkan orang yang sangat kau cintai sedang terbaring lemah diruang ICU? Bahkan untuk berpikir tenang saja sangat sulit.
“Aku tidur kok~”, ucapku sambil mengusap wajahku.
“Yang lain kemana? Kenapa hanya kau yang menjagaku?”, tanyanya lagi.
“Abeonim tadi pagi sudah harus berangkat lagi ke Barcelona, sedangkan Eommonim dan yang lain kuminta untuk pulang, karena mereka sejak semalam menjagamu disini”, jelasku.
Dia hanya terdiam sambil mengetik sesuatu di ponselnya. “Kau makan dulu ya”, ucapku sembari mengambil nampan yang berisi bubur.
“Ige mwoya? Bubur? Sihreo”, ucapnya pelan.
“Selama sakit kau tidak makan apa-apa, Riyoung-ya”, sahutku.
Dia menggeleng cuek, “Lambungku masih belum bisa menerima apapun, Hae. Kau mau, aku muntah lagi?”.
“Ya tapi setidaknya, ada asupan makanan yang masuk. Kalau begini terus, kau akan lama keluar darisini”, bujukku. Astaga, sedang sakit pun, dia tetap keras kepala.
Dia langsung menatapku sambil cemberut, “Kau jahat”.
“Jangan pernah bilang begitu. Aku cinta padamu, aku ingin kau cepat sembuh. Kusuapi ya”, kusuapi sesendok bubur ke mulutnya. “Langsung telan, supaya tidak mual”.
Satu sendok, dua sendok, masuk dengan lancar kedalam mulutnya, tapi ketika aku hendak menyuapkan sendok ketiga, tiba-tiba saja dia mengambil wadah yang ada disamping ranjang dan, muntah lagi.
“Enough, Hae .. Jangan membunuhku”, keluhnya. 
Aku pun meletakkan mangkuk bubur diatas meja dan mengambilkan air hangat untuknya. Maafkan aku, Riyoung-ya.
“Mianhae ..”, ucapku pelan. Pasti sangat menderita sakit seperti ini.
“Lidahku terasa pahit”, lirihnya.
“Mau kubelikan permen atau cokelat?”, tanyaku.
“Apapun, asal jangan cokelat”, pintanya.
“Jakamman. Keundae, kau tidak apa-apa kutinggal sendiri?”, tanyaku ragu.
Dia mengangguk pelan. Aku pun bergegas keluar ruang ICU, dan langsung menuju kantin rumah sakit. Kubeli beberapa bungkus permen. Hemm, apalagi ya? Aku terdiam bingung didepan rak-rak yang berisi dengan keranjang permen dan cokelat. Riyoung anti dengan cokelat, ah baiklah, mungkin aku hanya akan membelikannya permen dan sari buah apel saja.
Setelah membayar semuanya, aku bergegas menuju lift dan hendak kembali keruang ICU, tempat Riyoung dirawat. Begitu kubuka pintu, terdengar suara muntahan yang berasal dari kamar mandi. Astaga, dia muntah-muntah lagi?
Aku pun langsung melempar belanjaanku ke lantai dan berlari menuju kamar mandi. Benar saja, saat ini kulihat Riyoung sedang bersandar lemas pada dinding kamar mandi dan selang infusnya terjatuh, hingga darah segar mulai keluar dari tangannya.
“Riyoung-ya !!”, aku mengambil kantung infusnya dan menggendongnya dengan sekali rengkuhan. Wajahnya semakin pucat dan sepertinya kesadarannya mulai hilang.
“Yeobo, aku akan memanggilkan dokter ya. Tunggu sebentar! Jangan kemana-mana”, aku bergegas keluarr dan berteriak memanggil dokter seperti orang gila. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku heran.
Dokter Park dan beberapa suster pun segera masuk kedalam dan memeriksa keadaan Riyoung. Tapi sayang, mereka memintaku untuk menunggu diluar. Dan selama menunggu didepan ruang ICU, aku mulai menangis keras. 
Bodoh! Harusnya aku tidak pergi keluar tadi! Kenapa kau bodoh sekali, Lee Donghae ?!?
“Hae hyung … Donghae hyung ..”, suara Rinho mengejutkanku. Aku pun mendongakkan wajahku yang penuh dengan airmata.
“Hyung, waeyo? Noona dimana?”, tanyanya bingung.

“Noona mu sedang diperiksa dokter, Rinho-ya”, lirihku.
Rinho langsung duduk disebelahku, “Noona kenapa lagi, hyung ?? Keadaannya sudah mulai membaik kan ?? Please answer my question, hyung!”.
Dia menatapku gusar. Aku sendiri bingung harus menjawab apa. Dan tiba-tiba dokter Park keluar dari ruang ICU. Aku pun buru-buru menghampirinya, “Bagaimana keadaan Riyoung?”.
Dia tersenyum tipis. Entah apa maksudnya. “Nanti sore, nona Choi sudah bisa keluar dari ICU. Keadaannya lumayan membaik. Tadi dia hanya muntah-muntah karena memaksakan diri untuk meminum air hangat sebanyak-banyaknya, tapi itu sangat bagus untuk kondisinya. Dan yang kulihat, hari ini dia sudah mau makan”, jelasnya yang langsung membuatku sedikit merasa lega.
“Kalau begitu, aku permisi dulu”, pamit dokter Park.
Aku pun membungkuk, “Kamsahamnida! Jeongmal kamsahamnida!”.
Rinho menepuk bahuku, dia tersenyum senang. Aku langsung memeluknya erat.
Kami berdua langsung masuk ke dalam dan melihat Riyoung yang sedang memejamkan matanya. Ah, melihatnya seperti ini lagi, aku kembali meneteskan airmataku.
“Hyung, kata Eomma, kalau kau lelah , kau bisa pulang. Nanti aku yang menjaga noona”, ucap Rinho.
Aku menatap kearah Riyoung yang sudah tidak terlalu pucat sekarang dan kuusap kepalanya, “Nanti sore saja saat dia sudah keluar darisini”.
“Kau pulang saja sekarang … Lelah kan sudah menjagaku?”, tiba-tiba Riyoung membuka matanya yang sayu dan menatapku.
Aku tersenyum tipis sambil mengelus pipinya, “Nanti saja. Aku tidak pernah merasa lelah menjagamu”.
“Aigo, senangnya melihat kalian akur seperti ini. Noona bersikap lebih lembut pada Hae hyung”, goda Rinho sehingga membuatku tersenyum malu, begitu juga dengan Riyoung.
Padahal kukira dia akan memukulku atau Rinho (.___.)
**************************************************
Hari ini, begitu selesai latihan, sambil ditemani Jungsoo hyung dan Hyukjae, aku kembali menjenguk Riyoung. Menurut kondisi yang kupantau kemarin lewat telepon, keadaannya sudah mulai membaik meskipun dia masih sering muntah.
Sambil membawakan sebuket mawar putih kesukaannya dan buah-buahan, kami bertiga pun sampai dirumah sakit dan segera memasuki kamar rawat 407. Hhihiii, nomor kamarnya mengingatkanku dengan id twitternya Siwon xD
“Annyeong haseyo …”, sapa kami bertiga begitu membuk pintu. Kulihat Riyoung sedang menonton drama di tv. Sedangkan Riyeon sedang sibuk dengan iPadnya, dan Eommonim terlihat sedang menelepon seseorang dan dia hanya tersenyum ramah kearah kami sambil membungkuk singkat.
“Annyeong haseyo, oppadeul!”, sapa Riyeong riang. 
“Riyoung-ah, bagaimana keadaanmu? Aku senang melihatmu sudah bisa keluar dari ICU”, ucap Jungsoo hyung. Riyoung yang semula fokus dengan drama yang ditontonnya, langsung mengalihkan tatapannya kearah leaderku itu.
“Ah, gomapseumnida, oppa”, sahutnya.
“Riyoung-ya, kau menonton drama apa? Secret Garden? Atau It’s Okay Daddy’s Daughter?”, tanya Hyukjae sambil duduk disebelah ranjang Riyoung.
“Ani~ ini dorama Jepang, oppa. Yukan Club”, jawab Riyoung singkat.
Aku tertegun sejenak, berusaha mengingat sesuatu. Eh ?! Yukan Club bukannya dorama Jepang yang ada Akanishi Jin namja yang akhir-akhir ini sering dipuji Riyoung didepanku ya ?? 
“Kau pindah sana!”, aku menyeret Hyukjae untuk berpindah tempat duduk, dan aku langsung duduk disebelah ranjangnya Riyoung sambil kedua mataku fokus menonton dorama yang sedang diputarkan di tv. Aish, bahkan ini dvd!
“Haeee, aku kan juga mau menonton. Selama ini aku hampir tidak pernah menonton dorama Jepang”, gerutu Hyuk. Tapi tidak kupedulikan ocehannya. Dengan serius kupandangi satu persatu pemain dorama itu. Rata-rata dari mereka berpostur tinggi dan berambut pirang. Aku heran dengan kekasihku ini, apa sih yang membuatnya tergila-gila dengan si pria Jepang itu ?! Padahalkan, aku tidak kalah tampan! (•˘з˘•) 
“Kau juga suka dorama?”, tanya Riyoung.
Aku menggeleng pelan tanpa mengalihkan tatapanku dari layar tv. Haish, mana sih si Jin-Jin itu ??
“Lalu kenapa terlihat antusias sekali?”, tanyanya lagi.
“Yang mana sih si Akanishi Jin itu? Aku penasaran dengan wajahnya”, cetusku tiba-tiba.
Kudengar Riyoung terkekeh, “Yakin, mau lihat?”.
Aku mengangguk gemas. Tentu saja aku mau lihat! Apa dia bukan pemeran utama di dorama ini? Ah, poor you, Jin ssi!
“Itu dia …”, Riyoung menunjuk kearah tv yang sedang menshoot seorang namja dengan rambut gondrong dan pirang, menatap sinis sambil mengemut lollipop dimulutnya. Ohh, jadi ini yang namanya Akanishi Jin ?! Sekilas, wajahnya mirip Taeminnie. Hanya saja dia lebih dewasa.
“Berapa usianya?”, tanyaku.
“Sama dengan Jongwoon oppa, Youngwoon oppa dan Hangeng gege”, sahut Riyoung singkat, “Tampan kan? Dan juga seksi”.
Aku hanya terdiam bete mendengarnya, “Iya, tapi sudah tua”.
“Apa bedanya denganmu? Kau juga sudah tua. Perhatikan garis-garis usia diwajahmu itu”, dia menusuk-nusuk pipiku dengan jari telunjuknya. Hahahaaa~ aku rindu dengannya yang seperti ini.
Aku pun tersenyum dibuatnya, “Tapi, bukankah kau tetap mencintaiku?”. “Aish, siapa bilang ??”, candanya.
Aku pura-pura marah sambil mengerucutkan bibirku. Aku tahu, dia sangat suka melihatku begini :p
“Aigo~ mirip Donald Duck!”, ledeknya.
“Omo~ Eomma rasa, Riyoung akan cepat sembuh kalau begini terus. Hahaaaa …”, goda Eommonim.
—————————————–
Malam ini, karena sudah selesai latihan dan besok tidak ada jadwal, aku pun mendapat ijin dari manager dan Jungsoo hyung untuk tidak menginap di dorm. Aku akan ke rumah sakit ~(‾‾~) (~‾‾)~ aku mau menjaga Riyoungku sampai pagi. Kebetulan aku sudah mengantungi ijin dari Eommonim.
Dan baru saja aku sampai didepan pintu kamar rawat Riyoung, tiba-tiba saja Eomma meneleponku. Ada apa ya?
“Yoboseyo, Eomma~”
“Donghae-ya! Kenapa tidak memberitahu Eomma kalau Riyoung masuk rumah sakit? Bahkan sempat masuk ICU juga. Aish, kau ini!”
Aku sempat menjauhkan ponselku dari telinga. Aigooo, Eomma suaranya kenapa nyaring sekali? ._.
“Eomma tahu darimana? Riyoung memang sempat masuk ICU selama enam hari. Tapi sekarang dia sudah pindah ke kamar rawat. Keadaannya juga sudah mulai membaik. Aku terrus menjaganya, Eomma jangan khawatir”
“Eomma diberitahu hyungmu, dan dia sempat melihat status di facebook Riyoung yang mengatakan kalau dia ada dirumah sakit. Sakit apa sampai masuk ICU?”
“Lambungnya sudah kronis, Eomma”
“Omo, omooo !! Kronis? Omoooo ….! Kenapa parah sekali? Lalu, apa dia sudah mau makan? Kenapa bisa sampai seperti itu? Haish, saat mendengarnya masuk ICU saja Eomma sudah ketakutan. Eomma terus-terusa berdoa supaya tidak terjadi sesuatu pada Riyoung. Sekarang kau ada dimana?”
“Aku baru sampai dirumah sakit, rencananya malam ini aku yang akan menjaga Riyoung sampai besok pagi. Kebetulan sampai besok, aku tidak ada jadwal”
“Kau sudah dirumah sakit? Ppali, berikan teleponnya pada Riyoung …”
“Jakamman …”
Aku pun bergegas memasuki kamar rawat Riyoung dan mendapatinya sedang memakan buah sambil ditemani Jung ajumma.
“Annyeong!”, sapaku, “Riyoung-ya, Eomma menelepon dari Mokpo, dan dia bilang ingin bicara denganmu”.
Riyoung pun menerima ponselku dan mulai mengobrol dengan Eomma.
“Yeoboseyo~ De, eommonim. Nado bogosipeo~ Ah, aku ingin main kesana lagi. Tunggu aku ya, Eommonim! Ne? Ah, y-ye~ tapi tidak begitu parah, jangan khawatir. Keadaanku sudah mulai membaik, Eommonim. Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Kabar Eommonim dan Donghwa oppa sendiri bagaimana? Aku rindu Eommonim~”
Obrolan mereka terus berlanjut, bahkan sampai Riyoung meneteskan airmatanya. Entah apa yang mereka bicarakan.
“De~ arayo~ gomapseumnida, Eommonim. Saranghaeyo~”, dia pun mengakhiri teleponnya dengan Eomma dan menyodorkan ponselku. 
Aku menatapnya bingung, “Kalian membicarakan apa? Kenapa sampai menangis?”.
“Rahasia perempuan”, ketusnya.
“Arasseo~ sebaiknya kau tidur, sudah malam”, ucapku.
Kukira dia akan membantahku, tapi ternyata perkiraanku salah. Dia menurut dan segera merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kukecup lembut dahinya, “Jaljayo”.
“Jaljayo …”, sahutnya.
“Mau dimatikan, atau dinyalakan lampunya?”, tanyaku. Jujur, aku sendiri takut kalau lampunya dimatikan.
“Nyalakan saja”, pintanya. Hhhh, syukurlah!
“Ya sudah, kau cepat tidur”, ucapku.
“Kau tidur dimana?”, tanyanya.
“Di sofa”, jawabku sambil menunjuk kearah sofa kecil yang ada dikamar rawat ini. Entah, akan muat atau tidak. +_+
Dia menatap ragu kearah sofa itu, “Memangnya muat?”. Aku tersenyum padanya. Kenapa bisa sepikiran denganku?
“Kakiku tidak sepanjang Siwon atau Kyuhyun, sayang. Lumayan bisa. Sudah ya, sebaiknya kau tidur”.

Ketika aku merebahkan diri diatas sofa, tiba-tiba kulihat Riyoung masih duduk diatas kasurnya dan menatap kearahku, “Wae?”, tanyaku bingung.
“Pindah kesini”, ucapnya pelan.
Kedua alisku bertaut. Tunggu, tunggu! Pindah? Pindah kemana?
“Oddie?”, tanyaku bingung.
“Kesini, disebelahku. Kasurku cukup besar kok untuk dua orang, asal kau tidak menendangku saat tidur”, jelasnya..
Aishhh, hahahaaaaa! Aku tidak sedang bermimpi kan? Riyoung menyuruhku untuk tidur seranjang dengannya? Ah ani, kenapa jadi terdengar yadong begini ?!
Aku menatapnya dengan tatapan takjub, “Maksudmu? Aku tidak mengerti”. 
Dia berdecak sebal, “Kau tidur disebelahku sini, diranjangku, asal jangan memakan tempat!”, omelnya.
Hmmppfhhhh! Kugigit bibirku, berusaha menyembunyikan senyumanku. 
“Otakmu sudah terkontaminasi otak yadong Hyukkie oppa ya?”, cetusnya.
Aku menggaruk leherku yang tidak gatal, aduh buaang jauh-jauh pikiran anehmu, Donghae-ya !!
“Aku tidak tega membiarkanmu semalaman tidur disana”, sahutnya lagi.
Sambil malu-malu, aku pun menghampiri tempat tidur Riyoung dan merebahkan tubuhku disebelahnya.
“Kau tidak merasa sempit kan?”, tanyaku.
Dia menggeleng sambil menghadap kearahku. Kuusap rambutnya lembut dan kuciumi dahinya, “Sudah malam, sebaiknya kau istirahat”.
Kupeluk tubuh mungilnya dalam dekapanku dan dia terlihat sangat nyaman.
“Riyoung-ya, kau tahu?”, tanyaku pelan sambil memainkan mengusap kepalanya.
“Hmm?”, sahutnya sambil memejamkan mata, tapi tidak tidur.
“Saat hampir seminggu kemarin kau masuk ICU, aku merasa sangat takut. Aku terus menangis memikirkanmu … Bahkan ketika dokter mengatakan kalau penyakitmu sudah sangat parah, aku benar-benar takut kehilanganmu”, ucapku.
Kulihat dia membuka kedua matanya dan menatap kearahku, “Kau takut kehilanganku?”, tanyanya polos.
Aku mengangguk dan menatap balik kedua manik matanya, “Aku sangat takut kau pergi meninggalkanku. Jujur, aku tidak ingin lagi kehilangan orang-orang yang kucintai. Memang terdengar egois, tapi itulah aku. Terlalu penakut …”.
“Aku juga seperti itu .. Tapi, jangan khawatir, aku tidak akan pernah meninggalkanmu”, katanya sambil tersenyum.
Kuusap pipinya, “Mau berjanji satu hal padaku?”.
“Janji apa?”, tanyanya bingung.
“Jangan pernah lagi membuatku ketakutan seperti kemarin-kemarin. Itu mimpi buruk bagiku …”
Dia mengangguk pelan sambil tersenyum. Aku pun kembali mengecup dahinya dan memeluknya, “Saranghaeyo”.
“Nado~”, balasnya.
“Sekarang, tidurlah. Kau tidak boleh tidur terlalu malam”, ucapku sambil menyelimutinya.
Tak lama, dia memejamkan kedua matanya dan tertidur pula didekapanku. Kuperhatikan wajah cantiknya. Aku merasa namja yang paling beruntung karena memiliki kekasih seperti seorang Choi Riyoung. Dia mendekati kata sempurna.
Berlebihan memang, tapi menurutku memang begitu. Dan aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Aku akan terus mencintainya, karena dia adalah jodoh yang diberikan Tuhan untukku …..

———end——--