Title: My Destiny?! [Part 1]

Genre: apa ya……… yang jelas ini random bin absurd.

Cast: – All 2NE1 and BIGBANG member

[ Hoy, ini FF terpanjang yang gue buat. Karena masih berlanjut dan lagi gue lanjutin. semalem gue sampe mimpi GD sama Seungri segala gara-gara bikin FF ini =_= dan bagi yang merasa gasuka kalau biasnya di absurdin, maka jangan baca FF ini HAHAHAHAHAHA. selamat membaca!]

~

Halo, namaku Minzy. Yap, aku masih 16 tahun namun aku sudah duduk di bangku kuliah. Tempat kuliahku ini lebih seperti sekolah sih, sekolah para orang jenius. Tapi menamakan diri sebagai universitas. Hmm, mereka bilang aku jenius karena aku dapat masuk ke universitas itu pada umurku yang sangat muda ini. Namun mereka salah. Itu karena aku berusaha agar aku berada jauh didepan teman-teman seumurku. Aku benci mereka. Mereka bilang aku jelek dan bodoh, dan mereka sering bilang seniman itu otaknya kosong (dengan lirikkan pedas padaku karena seluruh anggota keluargaku berprofesi sebagai seniman). Dan aku ingin membuktikkan kepada mereka bahwa mereka salah. Dan yap, aku sudah membuktikannya sekarang.

Guru-guru sekolahku sering bilang aku memiliki cara berpikir analisis-logis-realistis yang luar biasa. Padahal menurutku kata-kata itu cukup lebay! Aku hanya membuka mataku, telingaku dan mulutku untuk lebih perhatian dengan lingkungan, lebih update dengan segala hal yang telah terjadi di dunia dan mengatakan segala fakta nyata dan ide-ide serta kritis dalam segala hal. Itu kunci kesuksesanku.

Banyak orang yang bilang “aku ingin sepertimu, minzy-ah~!” dan rata-rata dari mereka adalah orang yang tak memiliki cita-cita dan hanya bisa melihat kesuksesan dari orang lain. Pffft kasihan.

Ah iya kembali ke topic awal pembicaraan, yap aku sudah bisa membuktikkan bahwa seniman tidaklah bodoh. Tapi………satu hal yang mereka tidak tau, aku bukanlah seniman seperti para anggota keluargaku yang lain. Entahlah, aku tidak mendapatkan jiwa seni seperti yang dimiliki keluargaku. Aku iri dengan satu hal itu.

Aku sering mencari tau bagaimana supaya aku bisa mendapatkan jiwa seni seperti mereka. Aku mencoba menyanyi, namun aku merasa kemampuan vokalku jelek. Aku mencoba menari, namun kurasa…entahlah, aku tidak suka. Menggambar? Ah aku tidak bisa menggambar.

Namun aku akan menemukannya nanti.

**

“HHAAAIIIGGHHOOOOHHH!!!!!!!!” teriak para ahjumma dan ahjussi sambil bergerombol didepan apartemen besar. Aku menoleh karena terkejut. Entah kejadian aneh apalagi yang akan menimpa di hari pertamaku kuliah ini. Tadi pagi eomma terpeleset mobil-mobilan milik adik, lalu menabrak appa yang sedang mambawa secangkir penuh kopi panas yang langsung tumpah ke kepala botak aboji yang sedang duduk sambil membaca Koran. Jadi disaat itu juga adikku menangis karena mobil-mobilannya rusak, eomma marah-marah karena adikku menaruh mobilnya sembarangan, appa marah-marah ke eomma sekaligus dimarahi habis-habisan oleh aboji. Karena tak mau ikutan tertimpa musibah beruntun itu, maka aku melarikan diri dan bergegas ke kampus.

“HAIGOOOHHH! HAIGOOOHH!!!” jeritan ahjumma yang makin menggila itu membuatku penasaran.

“HEI KAU TURUN DARI SITU, LELAKI GILA!” seorang ahjussi menunjuk-nunjuk ke arah lelaki yang sedang memanjat apartemen tanpa menggunakan alat bantu apapun.

“Dia sedang apa?” tanyaku refleks.

“Entahlah, mungkin dia mau bunuh diri atau apa, mungkin dia orang gila” Jawab ahjumma yang berada di samping ahjussi itu.

Aku membetulkan kacamataku yang melorot dan aku mencoba memfokuskan penglihatanku ke lelaki yang katanya gila itu.

Ah iya, sepertinya memang lelaki gila. Rambutnya berantakan. Ia menggunakan sweater abu-abu dan kemeja pink. Rambutnya berantakan dan ia tersenyum-senyum sambil memanjat apartemen yang super tinggi itu. Aku mencoba menebak-nebak kenapa ia gila, apa karena diceraikan oleh istrinya? Atau karena ia telah di PHK?

Aku melirik jam tanganku, ups, hari pertama tidak boleh telat. Aku menarik diri dari kerumunan ahjussi dan ahjumma yang asyik menonton atraksi orang gila memanjat apartemen tersebut. Sesekali aku melirik ke arah apartemen besar tersebut, sudah berhasil memanjat sampai mana dia? Kkk aku penasaran apa yang ia lakukan setelah ia sampai di gedung atas.

“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!” suara teriakan ahjumma melengking membuat kupingku berdengung, aku melirik lagi ke arah orang gila diatas apartemen itu. Oh dia sudah sampai di lantai paling atas apartemen. Tepatnya diatas atap apartemen.

Eh tunggu, dia sedang apa sih? Dia mau meloncat? Benarkah dia mau bunuh diri?

“HAI ANAK MUDA, KAU TIDAK BOLEH BUNUH DIRI! BAGAIMANA DENGAN KELUARGAMU?!” Teriak ahjussi berkepala plontos.

“Aiiish kenapa kalian semua cerewet sekali?!” jawab orang gila itu sambil tersenyum-senyum. Benar-benar sudah gila.

“Hei kau wanita muda! Tolong bujuk dia! Kenapa kau malah melarikan diri?!” Aku menoleh karena merasa peringatan ahjussi itu ditujukan untukku. Aku menyipitkan mata. Para kerumunan orang-orang berkepala tiga dan empat itu memberikan ekspresi “dasar anak muda yang tak peduli dengan manusia lain”-padaku.

Karena aku merasa tersudut dengan tatapan mereka, dengan berat hati dan untuk menjernihkan kembali image-ku dimata para ahju tersebut, maka aku berjalan dan menggabungkan diri dengan mereka, dan ikut berteriak kepada orang gila itu.

“HEI KAU, KAU SUDAH GILA?” teriakku. Tak begitu jelas posisi orang gila itu saat ini. Dia seperti membelakangi kami, seperti duduk di pinggiran atap apartement itu.

“KAU TIDAK PUNYA TELINGA?!” teriakku lagi. Dengan nada kesal. Aku tidak akan bisa keluar dari kerumunan orang-orang ini sebelum orang gila itu turun, karena kalau tidak, aku akan terus merasa bersalah dengan tatapan-tatapan “dasar anak remaja jaman sekarang” para ahju-ahju ini.

Orang gila ini tidak mendengarkanku. Aish, menyebalkan.

Aku berjalan dengan gaduh menuju kedalam apartement yang lumayan besar ini, menaiki ratusan tangga dan hingga akhirnya aku mencapai atap apartement yang bentuknya seperti lapangan.

Dan oh itu dia orang gila berambut acak-acakan itu.

Dia sedang terlentang. Apa yang dia lakukan?

Tunggu dulu, dia………dikerumuni kucing-kucing……

Apa yang kucing-kucing itu lakukan…? Mengapa para kucing tersebut mengendus-endus badan orang gila itu?

………………Apa dia sudah mati?! Lalu kucing-kucing itu ingin memakan mayatnya??!!

“HUUSSHHH!!! HUSSSHHH!!!” usirku refleks kepada segerombolan kucing yang menaiki badan orang gila itu.

“kucing!! Jangan makan mayat manusia!! Hussshhh!!!!” Sedikit demi sedikit beberapa kucing telah menyingkir dari badan orang gila itu.

Orang gila itu tergeletak lemas. Matanya tertutup. Sepertinya benar, orang gila ini benar-benar sudah mati……

“Ya! Kau sudah mati??!!” Kataku dengan bodohnya. Benar-benar bodoh karena aku merasa seperti berbicara dengan sesuatu yang tak akan menjawabnya, sekalipun dijawab………… yah kau taulah, dia orang gila!

Mata orang gila itu tiba-tiba melotot. Aku meloncat karena kaget. Hampir saja jantungku seperti mau copot.

Orang gila itu terduduk. Kemudian melihatku sekilas. Lalu mengeluarkan sesuatu yang aneh dari kantung sweaternya. Seperti biji-biji apalah itu. Para kucing mendekatinya, kemudian memakan biji itu. Oh aku faham, itu makanan kucing.

Aku masih terheran-heran melihat orang gila ini.

Deg! Orang gila menoleh padaku, menatapku dengan matanya yang menyeramkan itu. aku bergidik ketakutan, entah kenapa keringat dingin muncul. Apa yang akan dilakukan orang gila ini padaku…? Sungguh, aku sangat takut. Ah tapi berpikirlah positif minzy, bagaimanapun orang gila ya orang gila. Yang akan ia lakukan hanyalah melakukan hal bodoh. Tapi bagaimana kalau dia akan mendorongku hingga jatuh dari apartemen..? bukankah itu tindakan bodoh juga..? bagaimana kalau diamenendangku hingga jatuh dari sini? Paling buruk……….bagaimana kalau dia memerkosaku??!!!

“Hei, kau mau?” Orang gila menawarkan makanan kucing yang ada di genggaman tangannya. Aku melongo.

“Kau tak mau? Ini penuh gizi!” Kata orang gila itu, lalu memakan satu butir makanan kucing tersebut. Ewh. Benar-benar gila.

Maka sebelum aku ikut tertular kegilaannya, maka aku menjauh beberapa meter darinya.

Dari sini aku melihat pertunjukan spektakuler: orang gila dan segerombolan kucing saling berbagi wishkash dan memakannya bersama-sama.

Baiklah, sudah cukup. Aku merasa bahwa sedetik lebih lama disini aku malah akan ikut bergabung dalam pesta makan mereka.

Aku pergi menuruni apartement, oh gerombolan para ahju yang penasaran dengan orang gila itu sudah tidak ada. lalu dengan leluasa dan sedikit tergesa aku menuju ke kampusku.

**

“Selamat pagi para mahasiswa dan mahasiswi baru kampus tercinta kita. Semoga pagi ini kita mendapatkan sebuah keajaiban, sebuah ide cemerlang yang bisa membangun bangsa……” hoaam, aku bosan. Tidak beda dengan sekolah, kenapa harus ada upacara sambutan pagi seperti ini? Tidak asyik. Dan mengapa pidato selalu berbentuk seperti ini? Maksudku dengan nada yang membuat ngantuk dan intonasi naik turun yang seakan membuat tubuh melayang dan akhirnya malah akan membuat kita tertidur pulas, seharusnya ada metode pidato yang efektif sehingga kita akan merasa senang menerima pidato tersebut. hmm..

“……Kalian yang berada disini adalah para manusia yang terpilih dan berbakat, dan juga memiliki kecerdasan yang tinggi, yang akan bersaing satu sama lain di masa depan…………” wah aku merasa terpanggil dengan sebutan ‘memiliki kecerdasan yang tinggi’, pffft.

“……maka dari itu, kalian harus berbangga dan terus memperjuangkan masa depan kalian.” Para mahasiswa dan mahasiswi bertepuk tangan tanda pidato telah berakhir. Aku ikut bertepuk tangan. Sudah beberapa kali menguap mendengar pidatonya yang super panjang itu.

“Baiklah, kali ini ada sambutan dari Prof. Seunghyun sebagai pidato terakhir sekaligus penutup upacara sambutan mahasiswa baru. Sihlahkan, professor..”

“KYAAAAAAA SEUNGHYUN-AAH” eh? Ada apa dengan reaksi para yeoja ini?

“KYAAAAAAAAAAAAAA” Aduh ini aneh, mengapa para yeoja ini berteriak histeris begini? Apa prof. seunghyun adalah actor? Apa dia tampan? Aneh sekali, ini professor loh. Tidak mungkin kan para yeoja menggilai Proffesor tua berambut putih dan berkacamata tebal? Tidak mungkin.

“Good Morning, everybody..” Terdengar suara berat menggema dari mic. Oke, ini tidak terdengar seperti suara seorang lelaki remaja yang baru pubertas. Aku mencoba beberapa kali melihat ke atas panggung, tapi orang-orang didepanku ini jauh lebih tinggi dariku. Aish, aku penasaran seperti apa Prof. seunghyun ini.

“Everybody here please stand up, and lemme said something. Yo gurls and boys ya know who am I? Imma seunghyun-ssi, girl call me seunghyun-ahh~!” ….mulutku ternganga mendengar Prof. tua itu malah ngerapp di atas panggung… dan teriakan wanita-wanita ini makin membuat telingaku nyeri. Baiklah, aku tau sekarang mengapa professor ini digilai para wanita. Namun tetap saja, aku tak dapat melihat wajahnya.

“Einstein can make wonderful thing, how about us? Yes we can!”

Karena pnesaran, maka aku menyerobot barisan depan dan akhirnya berada di barisan paling dekat dengan panggung. Dan ketika aku mendongak…

“Galileo, Aristoteles, Graham bell! Next? You’ll hear ma name~!” aku sangat terkejut melihat seorang pria setinggi 170-an di atas panggung yang sedang ngerapp ini.

“……orang gila??!!!” Kataku kaget. Untung saja aku mengatakannya dengan volume yang rendah. Tapi sungguh, dia ini, yang ada dihadapanku ini, adalah orang gila yang makan wishkash bersama kucing-kucing di atap apartemen tadi pagi! Aku yakin! Aku tidak salah lihat!! Hanya saja rambutnya sudah dirapikan, dan ia memakai kacamata serta jas abu-abu. Masih dengan kemeja pink yang tadi pagi ia pakai. Aku melongo. Ia masih terus ngerapp dan saking cepatnya, aku tidak menangkap apa yang ia katakan. Hanya beberapa kalimat, yang pasti isinya tentang para tokoh ilmuwah bersejarah. Entahlah.

“..Goodbye and adios~!” Orang gila- maksudku prof. seunghyun kemudian mem-bow dan langsung pergi ke meninggalkan panggung. Sorak soray para yeoja seperti sedang menonton konser bergerumuh memantul kesana kemari. Aku-masih-melongo. Biar aku simpulkan lagi, jadi orang ini adalah orang gila pemakan wishkash-professor-dan sekaligus rapper?………… baiklah, aku masih tidak mengerti.

Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang sangat panjang untukku.

**

“Minzy, ne?” Panggil seorang lelaki dengan lingkaran hitam di matanya.

“Ne? Apa aku mengenalmu?” ku telusuri detail wajah lelaki di depanku ini, namun tetap saja aku merasa tak mengenalinya.

“Tidak, kau tak mengenaliku.” Jawabnya dengan wajah mengantuknya itu.

“Eh? Lalu?” Lelaki itu tidak menjawab. Tiba-tiba ia nyengir, lalu mengulurkan tangannya sambil membuka matanya lebar-lebar.

“Lee Seunghyun! Call me Seungri!” Katanya. Aku melongo, kemudian menyambut uluran tangannya dan ikut berkenalan “Gong Minzy imnida..” kataku sopan.

“aku bisa merasakan masa depanmu……” Seungri meraba-raba telapak tanganku, aku yang bingung hanya bisa diam sambil melihat apa yang ia lakukan pada tanganku. Makhluk aneh apa lagi ini?!

“Masa depanmu……seorang pria di masa depanmu… pria aneh… Professor Seunghyun?!” Seungri mendelik. Aku lebih parah. Sambil melongo dan melotot, aku tarik tanganku dari makhluk aneh bernama Seungri ini kemudian menatapnya sinis.

“Kau ini, jangan berpira-pura bisa meramal! Aku tidak percaya ramalan!” Yap, aku tidak suka ramalan karena ramalan itu tidak realistis. Jika 12 zodiac bisa mewakili sifat lebih dari 1 miliar orang di dunia, perpecahan pasti sangat mudah untuk diatasi dong, kan ide dan pemikiran seseorang akan sama dalam perbandingan 1:12. ah sudahlah, yang jelas ramalan itu tidak dapat dipercaya.

Aku hampir melangkah pergi, namun kemudian makhluk bermata panda itu menarik tanganku lagi.

“Aigoo, kenapa lagi?!” Sentakku sebal.

“Minzy, kau tipeku……” Aish ada apa lagi orang ini?!

“Kau bilang aku tipemu, namun kau meramal bahwa professor Seunghyun adalah pria masa depanku, kau bagaimana sih?!”

“Jadi kau percaya bahwa aku bisa meramal?”

“Kau gila!” segera aku memelintir kulit tangannya sehingga sukses membuat ia melepaskan cengkraman di tanganku dan jeritan kesakitannya menggema di lorong kampusku ini.

Aku segera kabur dan masuk ke kelas sebelum dia melakukan hal aneh lagi.

**

“Kiko-chan!” Aku menoleh walaupun aku bukan orang yg dipanggil. Itu juga refleks. Karena tidak ada siapa-siapa lagi di sepanjang koridor kampus ini selain diriku. Kebetulan juga kelas sudah selesai.

“Ah, maaf salah.. kukira kau kiko.. rambutmu mirip..” Kata laki-laki dengan wajah berantakan dan terlihat sedikit mabuk.

“Ah, ne..” Kataku sambil lalu mencoba berlalu. Entah kenapa aku ada firasat buruk disini. Sepertinya harus segera pulang atau akan bertemu dengan makhluk aneh aneh lagi seperti tadi.

Baru beberapa meter menjauh aku mendengar suara benturan keras dari belakang. Astagaaa! Laki-laki itu terjatuh!

“Ommo!” Kataku shock lalu mendatangi laki-laki kurus ini.

“Kiko…… Kiko-chan… ” Gumamnya. Aku penasaran dengan gadis bernama Kiko yang laki-laki ini sebut dari tadi. Sepertinya benar-benar orang yang penting baginya. Dan sepertinya ia memiliki masalah dengan gadis bernama Kiko ini.

“ahjussi, gwenchana?” tanyaku. Lelaki itu melotot.

“YA! AHJUSSII??!! Aku tidak setua itu!!” lelaki yang lemas itu tiba-tiba langsung bangun.

“Eheheh maaf, habisnya wajahmu berantakan begitu…” kataku nyengir sambil memfokuskan penglihatanku ke jenggot dan kumis tipis lelaki ini.

“ah ne, aku hanya belum bercukur.” Katanya. Aku mengangguk sambil membulatkan bibirku.

“….sebenarnya aku juga belum mandi 5 hari..” kata laki-laki ini sambil mencium ketiaknya sendiri. aku menyerngitkan wajahku. Astaga lelaki ini…

“ah dibagian sini kotorannya menggumpal..” katanya lagi sambil melontokki(?) kulit mati kotor yang biasa disebut daki di tangannya. Aku melongo……

“HEH KAU AHJUSSI JOROK! PULANG DAN MANDI SANA!” bentakku.

“Aku tidak mau pulang sampai Kiko yang menjemputku……” Katanya lemah sambil menyayukan matanya. aku menatapnya sinis.

“Ahjussi, pantas saja wanita yang kau sebut Kiko ini meninggalkanmu, kau namja yang manja dan cengeng begini. Jorok lagi. Dia juga mikir 2 kali lah untuk menjemputmu. Kau bau! Kau pasti akan mengotori mobilnya!”

“ehehe kau pikir begitu?” kata lelaki ini sambil menggaruk rambutnya. Aku memperhatikan rambutnya. Tunggu… ada sesuatu bergerak-gerak disitu. Aku mendekatkan mataku untuk melihat lebih dekat ke rambutnya. Sebuah hewan kecil-hitam bergerak-gerak di kulit kepala lelaki ini…

Pluk! Hewan ini lompat ke rambutku!

“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA KUTUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU!!!! AAAAAAAAAAAAA LOMPAT KE KEPALAKUUUUUUUUUU AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”

**

Aku keluar dari salon paling mahal di korea. Dengan wangi lavender di rambutku. Dan bersama ahjussi yang ternyata senior di kampusku ini dengan badan yang sudah bersih, wangi, jenggot dan kumis yang sudah dicukur dan rambut yang bersih serta setelan baju baru.

“Minzy-aaah~ terimakasiiih hehe” Katanya nyengir. Di salon tadi kita berkenalan. Karena itu ia sudah tau namaku sekarang.  Dan namanya adalah Kwon Jiyong. Aku melihatnya sinis.

“Bertemulah dengan gadis bernama Kiko itu dengan keadaan bersih begini. Apapun kesalahanmu, dia pasti memaafkanmu..” kataku bijak. Jiyong mengerutkan dahinya.

“eh? Kau kira aku bertengkar dengannya?” heh?

“bukankah begitu? Sekali melihat saja aku sudah tau” kataku.

“ah aniya, Kiko meminjam mobilku sebentar. Katanya kucingnya kabur dari rumah. Dia panic lalu ingin mencarinya segera..”

Aku terbengong-bengong lagi.

“lalu untuk apa kau tidak mandi 5 hari?” tanyaku.

“aku hanya malas saja ehehehehehehe” Kata lelaki ini sambil nyengir. Aku melotot. Melongo.

“YA!!!” baru saja aku mau marah-marah tapi Jiyong sudah kabur dan berlari kencang sekali meninggalkanku. Aish! Laki-laki aneh! Ah gila! Aku ditipu! Aku sedah menghabiskan banyak sekali uang untuknya. Padahal maksudku ingin menolong, tapi……ternyata tak ada apapun yang harus ditolong! Aakh!

“Hei bocah, kau tidak pulang?” Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh. Hampir saja melompat saking shocknya. Ini dia laki-laki pemakan wishkash-rapper-sekaligus professor gila yang mengawali kejadian anehku hari ini.

“Ah, Prof. Seunghyun-ah.” Kataku mencoba sopan dan berpura-pura tidak terkejut. Sebenarnya dalam hatiku banyak sekali yang ingin ku tanyakan, seperti apakah dia rapper? Apakah dia benar-benar lelaki yang makan wishkash diatas gedung apartemen tadi pagi? Apakah dia benar seorang professor?

“Iya, aku rapper bername stage T.O.P dan lelaki yang makan wishkash bersama kucing di atas apartemen tadi. Yap, aku professor muda. Professor seni. Senang bisa bertemu denganmu Miss. Gong Minzy.” Kata Prof. Seunghyun. Tunggu dulu…… dia membaca pikiranku?

“Yap, aku membaca pikiranmu.” Aku melotot. B…B…Bagaimana bisa..?!!

“Karena aku jenius.” Aku menepuk jidatku.

“Ya! Berhenti membaca pikiranku!” Kataku.

“Ah ini terjadi secara alami, Miss. Gong. Dalam sejarah keluarga Choi, biasanya kami hanya bisa membaca pikiran orang yang bersangkutan dengan masa depan kami.”

Heh?! Apa mak-

“Ya maksudnya bisa jadi jodoh kami atau keluarga kami yang terpisah.” Jawabnya bahkan sebelum aku berpikir lagi. Aku menganga.

Jadi aku jod-

“Iya kemungkinan kau jodohku.”

Tap-

“Bagaimana lagi, kalau jodoh ya harus menerima.”

BERHE-

“baiklah aku akan berhenti membaca pikiranmu..”

-_-

Prof. Seunghyun tersenyum dengan tatapan teduh padaku. Kemudian terkekeh pelan dan menggandeng tanganku. Aku terkejut. Rasanya ada sesuatu yang mengganjel di hatiku. Entah kenapa aku cuma bisa pasrah digandengnya.

Astaga, sepertinya hari ini memang hari tergila sepanjang hidupku.

Tapi kalau dilihat-lihat dari belakang, dia cukup tampan. Tampan sekali malah. Badannya juga bagus. Tinggi dan tegap. Ku akui ia memiliki fisik yang sempurna. Namun sepertinya otaknya sedikit memiliki pergeseran posisi dari yang seharusnya.

“terimakasih pujiannya.” Ah makhluk ini membaca pikiranku lagi.

Prof. Seunghyung membawaku ke pantai. Ah bukan pantai, apa ya, ke dinding pembatas antara laut dan daratan. Ia naik ke atas dinding itu, kemudian dengan membuatku sangat shock, dia menggendongku naik ke atas dinding itu juga. Seperti seorang kakak menggendong adiknya sendiri. Lalu ia menatap lurus ke arah laut biru yang luas itu sambil tersenyum-senyum sendiri.

“Kau tau laut itu terbuat dari apa?” Tanya Prof. Seunghyung.

“Mmmm, air garam dan beberapa kandungan zat lain kan?” Kataku.

Prof. Seunghyun terkekeh lagi. Kali ini suara kekehannya cukup aneh.

“Kau terlalu kaku, Miss. Gong.” Aku menoleh ke arahnya. Bingung.

“Coba kau lihat sekarang ke arah laut itu, ada berapa banyak warna yg kau liat?” Tanyanya lagi.

“Ngg…aku hanya melihat biru..” Jawabku.

Prof. Seunghyung memegangi kepalaku, memajukan kepalaku secara perlahan ke arah laut. Apa yang ia lakukan?

“coba perhatikan lagi. Kau liat baik-baik, warna apa saja yang kau lihat disana?” Akhirnya ku perhatikan lagi laut yang ada didepanku. Ah iya, sepertinya tidak hanya biru. Ada bermacam-macam biru. Kalau diperhatikan lagi banyak juga warna hijau. Dan pantulan dari langit yang berwarna keoranyean. Aku suka warna hijaunya. Hijau toska. Ada warna merah juga. Tunggu dulu, di dalam sana banyak warna abu-abu. Ah, itu warna ikan yang sedang berenang di dalamnya. Benar, banyak sekali warna yang terkandung di dalam laut. Aku tidak pernah memperhatikannya sebelumnya.

“Ada banyak sekali warna kan?” Aku melirik ke arah Prof. Seunghyun sambil mengangguk.

“Kau hanya melihat sesuatu dari sisi luarnya saja, Miss. Gong. Karena itu kau bukan seniman.” Prof. Seunghyun melepas tangannya dari kepalaku. Aku masih melihat ke arah laut yang sepertinya mau pasang.

Ku rasa ia benar. Aku melihat sesuatunya dari luar saja. Aku memperhatikan orang lain dan mempelajarinya. Tapi tidak merasakan apa yang orang lain rasakan dan menutup hatiku dengan orang lain. Aku masih harus banyak belajar.

“kau mudah berintropeksi diri ya, Miss. Gong. Baiklah aku pergi dulu, masih banyak urusan.” Prof. Seunghyun lompat dari dinding dan lalu berjalan meninggalkanku.

Semakin ia jauh, semakin ia mempercepat langkahnya, semakin aku berharap ia menoleh padaku sebentaaaar saja.

Ah tunggu, ada apa denganku? Apa aku jatuh cinta dengan orang gila itu?

- to be continued -


 
Picture










Title: Warmness Winter.

Author: Mihael.

Cast: Kim Jongin (Kai) and You

Genre: Fluff, Romance

Rating: PG-15

Length: ±4000 words

Summary: Kau tidak tahu bagaimana rasanya memiliki tetangga seperti Kim Jongin.

*************

Musim salju tidak pernah semenyebalkan ini sebelumnya. Tidak sebelum lelaki jangkung itu menempati rumah yang sudah dua tahun kosong yang letaknya disamping rumahku.

Waktu itu usiaku 10 tahun saat ibu memanggilku ke ruang tamu untuk mengenalkanku pada tetangga baru kami.

Dua orang dewasa dan satu anak laki-laki yang seumuran denganku. Anak itu tengil, dan dari raut wajahnya aku dapat membaca kalau dia adalah anak yang menyebalkan. Aku sudah menyugestikan diriku sendiri agar tidak dekat-dekat dengannya. Kalau tidak aku pasti akan dijahili olehnya.

Dan benar saja, hari pertama ia menjadi tetanggaku saja ia sudah berani melemparkan bola salju kearah jendela kamarku yang letaknya di lantai satu. Pada awalnya aku tidak menghiraukan tindakannya, namun lama kelamaan lemparan bola saljunya malah semakin sering.

Dengan geram aku melangkahkan kaki, membuka jendela kamar dan menatap sinis kearahnya.

"Kau mau apa?" Tanyaku dengan nada gusar. Sialnya anak itu malah nyengir tanpa dosa.

"Ayo kita bermain!" Ajaknya.

"Tidak mau, dingin."

"Kalau begitu kita main dirumahmu!"

Dan tanpa persetujuanku, anak laki-laki itu lantas berlari kearah muka rumahku dan satu menit kemudian kudengar ketukan pintu. Pasti dia. Mengganggu saja!

Saat aku membukakan pintu, kudapati dirinya sedang berdiri membelakangiku.

"Kau sedang apa? Ayo masuk aku kedinginan jika berlama-lama di depan pintu!" Pintaku.

Anak laki-laki itu berbalik, dan aku sedikit terkejut ketika kedua tangannya menjulurkan sebuah benda bulat yang aku tak tahu apa itu.

"Ini kunamai kipas penghangat. Kalau kau kedinginan, kau bisa meletakkan telapak tanganmu diatasnya. Aku jamin kau akan merasa hangat." Jelasnya. Aku rasa dia bukan orang yang menyebalkan seperti yang aku kira sebelumnya.

Anak laki-laki itu bernama Kim Jongin, dan ia lebih suka dipanggil Kai. Namun aku lebih suka memanggilnya Jongin daripada Kai. Lebih terdengar manusiawi. Dia pindahan dari Busan, dan mungkin ada banyak hal lain yang belum aku ketahui tentang dirinya.

Kemudian hampir setiap hari dia selalu berkunjung ke rumahku pada musim dingin. Dan setiap kunjungannya, ia selalu membawakan benda benda yang aneh. Stiker yang bisa menyala di malam hari, seruling yang bisa digunakan untuk bermain gelembung, dan yang lainnya.

Setiap Jongin kerumahku, dia selalu menghabiskan makan siang yang dimasak oleh ibu. Tidak sepertiku yang selalu menyisakan makanan. Oleh karena itu, ibu nampak menyayanginya dan terkadang membandingkanku dengan dirinya. Menyebalkan.

Jongin laki-laki yang cerewet, dia gemar sekali menceritakan apa saja. Mulai dari kehidupannya di Busan, teman-temamnya disana, dan kegiatan apa saja yang ia lakukan seharian kemarin. Sebenarnya aku bosan, namun aku tetap saja memperhatikan ceritanya.

Dia bersekolah di sekolah yang sama denganku, tetapi kami bukan teman satu kelas. Kami selalu berangkat bersama dan pulang bersama. Terkadang kami terlambat bersama dan dihukum bersama, namun Jongin selalu bisa mencari alasan agar tidak dihukum terus-terusan. Jongin anak yang supel, baru sebentar bersekolah disini saja dia sudah memiliki banyak teman.

Pernah suatu hari dia membawa 8 orang temannya kerumahku, katanya ia ingin mengenalkan mereka semua padaku. Kami bermain bersama, dan kami bersepuluh kemudian memakan cookies buatan ibuku di halaman belakang.

Aku pikir dia anak yang baik dan menyenangkan, namun ternyata dugaanku selama ini salah.

Musim dingin kedua ku bersama Jongin.

Matahari masih bersembunyi dibalik cakrawala ketika Jongin mengetuk pintu rumahku. Ternyata selama lima hari kedepan orang tuanya mau mengurus pekerjaan di Busan, sehingga Jongin dititipkan dirumah kami.

Hari pertama dia sudah terlihat menyebalkan. Dia selalu menggangguku jika aku sedang melalukan aktifitas apapun. Bahkan boneka kesayanganku nyaris robek telinganya karena Jongin memaksaku untuk meminjamkannya. Rasanya aku ingin menendang tubuhnya, tapi ibu bilang dia akan membelikanku boneka baru. Jadi tak masalah.

Jongin nampak semakin menyebalkan saat jam makan siang. Dia melemparkan kimchi kimchi itu ke mangkukku, dia juga mengambil gelas berisi minumanku dan menghabiskannya. Kalau tidak ada ibu disana, aku pasti sudah melemparkan piring ke wajahnya.

Setelah itu keisengannya semakin menjadi-jadi. Aku tidak bisa tinggal diam sehingga kami pun adu mulut.

"Berikan remotnya padaku!" Aku berteriak kearahnya ketika dia dengan seenaknya mengganti channel yang sedang aku tonton dengan seru.

"Aku ingin menonton acara ini!" Dia malah balik membentak.

"Ini kan televisiku! Lagipula aku duluan kan yang menonton!"

"Terserah, yang membawa remot kan aku."

Sialan!

"Berikan remotnya padaku hidung jambu!"

"Tidak akan! Dasar kau kulit kacang!"

"Hidung jambu!"

"Kulit kacang!"

"Pesek!"

"Pendek!"

ARGH!

Aku pun berjalan kekamar dan membanting pintu. Aku benar-benar marah saat itu.

Kemudian aku melihat Jongin dari arah jendela kamarku, dia datang untuk meminta maaf dan membawakanku sebuah benda mirip seperti gelang. Aku menerimanya dan kami pun berbaikan. Sesederhana itu.

***

Musim semi tiba, bunga-bunga bermekaran dan cakrawala merekah terang.

Aku masih sebal pada Jongin. Kali ini bukan karena dia yang menggangguku terus-terusan seperti dulu. Jongin memang masih sering menjahiliku, kami masih sering adu mulut setiap hari baik di sekolah, di jalan, maupun dirumahku. Namun rasa sebalku tercipta karena hal lain. Jongin mengambil perhatian ibuku.

Setiap mampir kerumah, Jongin selalu memamerkan nilai ulangannya yang selalu lebih tinggi diatasku. Kadang dia bercerita tentang tim basket sekolah yang mendapatkan juara berkat dirinya, atau kisahnya yang menyelamatkan anak kucing diatas pohon yang menyebabkan sikunya terluka.

Dia juga sering cari muka dihadapan ibuku, yang terkadang membuat ibu suka membandingkanku dengan Jongin.

"Harusnya kau lebih rajin belajar agar nilaimu bagus-bagus seperti Jongin."

"Kamu sih lebih suka bermain dengan boneka-bonekamu di kamar daripada berolahraga. Lihatlah Jongin, dia bisa berprestasi dengan bermain basket."

Itu bukan apa-apa, karena ada hal yang paling membuatku sebal hingga ingin menangis.

"Besok ibu diminta Jongin melihatnya tampil memainkan piano. Dia ikut perlombaan. Betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak berbakat seperti Jongin. Kau mau ikut menonton sayang?"

Aku menjawab pertanyaan ibuku dengan gelengan, dan setelah itu aku berlari ke kamar, membanting pintu.

Tadi ibu berkata apa? Bahagia memiliki anak seperti Jongin? Jadi selama ini ibu tidak bahagia memiliki anak sepertiku? Kalau begitu kenapa ibu tidak mengangkat Jongin menjadi anak ibu saja?

Aku ingin menangis. Aku sangat sedih hingga tak bisa menangis. Aku melewatkan makan malam hingga keesokan paginya. Ibuku selalu mengecek kamarku dan membawakan makanan, namun aku tidak menyentuh makanan itu sama sekali. Biarkan saja, aku terlanjur sebal.

Malam harinya ketika aku keluar kamar bermaksud mengambil makanan, aku mendapati ibuku dengan wajahnya yang basah. Kentara sekali dia habis menangis.

"Ibu kenapa menangis?"

Ibu tidak menjawab pertanyaanku. Aku perhatikan dia masih mengenakan pakaian yang bagus, kutebak dia pasti baru pulang dari menonton pertunjukan piano Jongin.

"Ibu kenapa?"

Kuulang lagi pertanyaanku. Kali ini ibu mengangkat wajahnya, membersihka. sisa-sisa air mata di pipinya, lalu berjalan menghampiriku.

"Ibu baik-baik saja. Ibu hanya terharu dengan permainan piano Jongin tadi. Kau tau, sangat menyentuh hati."

Oh, Jongin lagi?

Aku pergi meninggalkan ibu menuju kamarku. Tak ku hiraukan suara ibu yang memanggil-manggil namaku. Malam ini aku menangis sendirian di kamar.

Jadi aku harus bagaimana? Asal kalian tahu aku iri setengah mati pada Jongin. Ibu tak pernah menangis karna prestasiku. Apa aku juga harus jadi pianist seperti Jongin? Tak masalah. Demi ibu.

Aku mengikuti kursus piano di dekat sekolahku. Setiap hari kamis hingga sabtu, jadi setiap pulang sekolah aku akan latihan disana. Aku tak memberitahu Jongin karena aku pasti akan di ledek olehnya nanti.

Langit berganti, hari berlalu, musim berubah.

Tidak terasa sudah musim dingin keenamku bersama Jongin. Usiaku kini enam belas tahun. Tidak ada yang berubah, hanya ada yang berbeda.

Jongin tak lagi bermain kerumahku, sekarang dia disibukkan oleh berbagai macam kegiatannya. Mulai dari basket, organisasi sekolah, hingga pentas pianonya.

Dan lagi, Jongin bertransformasi menjadi seorang player. Tidak terhitung berapa gadis disekolah yang sudah diajak kencan olehnya. Setiap sabtu malam pasti berbeda-beda. Aku tidak heran sih, dia kan memang menyebalkan daridulu.

Dia menjauh dan sedikit berbeda. Lagipula hidupku akan lebih tenang jika tidak ada Jongin si Pengganggu.

"Hei kau, aku pinjam buku PR mu."

Itu Jongin. Dan satu lagi perubahannya, dia selalu memanggilku dengan sebutan 'hei kau'. Dia pikir aku tidak punya nama apa?

"Belum selesai." Dustaku.

"Bohong. Kenapa kau pelit sekali sih!"

"Sudah tau aku pelit, kenapa kau masih saja meminjam buku PR padaku?" Tantangku.

"Kita kan tetangga."

"Lalu? Pinjam saja yang lain."

Jongin pun pergi meninggalkanku sambil menggerutu dan mengacak-acak rambutnya frustasi. Rasakan! Siapa suruh datang padaku disaat butuh saja.

Alhasil pada pelajaran Park Seonsaengnim, Jongin dan beberapa anak yang belum mengerjakan PR diusir dari kelas. Jongin melirik sinis kearahku dan kubalas dengan kekehan geli.

Sepulang sekolah aku masih berdiri di depan pintu kelas. Aku ragu melangkahkan kakiku ke rumah karena salju turun dan tubuhku hampir menggigil. Kurapatkan jaket dan topi rajutan di kepalaku. Aku bermaksud mengirim pesan pada ibuku saat Jongin tiba-tiba ada disebelahku dan dengan seenaknya mengambil topi rajutanku.

"Kembalikan!"

Jongin berlari ke dalam kelas. Bodoh, pasti aku tangkap.

"Kembalikan topiku Kim Jongin, aku kedinginan!"

"Tidak akan. Aku akan menghukum dirimu karena kau tidak mau meminjamkan buku PR mu padaku."

Jadi dia balas dendam? Dasar kekanak-kanakan!

Aku tak menggubris perkataannya dan berusaha menghalangi jalannya. Berhasil! Jongin tak lagi berlari. Namun permasalahannya, dia mengangkat topi rajutku tinggi. Apalagi tinggi badanku yang tidak ada apa-apanya dibanding Jongin membuatku kesulitan meraih topi rajutku.

"Tinggi dulu, baru berani mengambil topi." Kekehnya. Sialan!

"Apa sih susahnya mengembalikan topiku?"

"Apasih susahnya meminjamkan buku PR padaku?"

Sialan. Dia malah membalikkan kata-kataku.

Aku mendongak menatap wajahnya dengan tatapan marah. Dan Jongin malah membalas tatapanku dengan wajah minta-digamparnya. Tak lupa senyuman meremehkan tersungging disana.

"Yasudah kalau kau tidak mau mengembalikan."

Aku pun berbalik meninggalkannya. Kurapatkan jaketku kembali dan melangkah keluar kelas.

"Ngambek nih?"

Tak kupedulikan perkataannya dan terus melangkah.

"Tidak seru ah, padahal aku kan hanya bercanda."

Apanya yang bercanda kalau aku jadi kedinginan begini bodoh!

Sunyi. Hanya ada langkah kakiku yang beradu dengan lantai di koridor.

Tiba-tiba saja ada lengan yang melingkar dipundakku, dan rasa hangat langsung menghampiri tubuhku.

"Ini kukembalikan topi.rajutmu."

Aku berhenti melangkah. Jongin memasangkan kembali topi rajut itu dikepalaku. Aku memandang wajahnya yang sedang serius karna topi itu belum terpasang sempurna dikepalaku.

Ada rasa yang hangat. Di pipiku. Padahal ini musim salju.

"Sudah terpasang rapi. Kulihat kau sepertinya benar-benar kedinginan. Daripada kau nanti mati beku di tengah jalan karena aku, lebih baik ku kembalikan. Kau bisa pulang sekarang. Dah! Aku masih mengurus sesuatu." Ujar Jongin panjang lebar.

Saat tubuhnya tak lagi terlihat di kedua mataku, tanganku refleks memegang dada. Sepertinya ada yang salah dengan jantungku.

***

Musim gugur. Musim yang paling aku sukai. Hawa sejuk, daun berjatuhan, langit oranye. Sempurna.

Aku sedang di gedung pertunjukan seni bersama ibu dan Jongin. Kami berdua sama-sama mengikuti lomba piano. Aku sih tidak berharap akan menang karena tarian jemari Jongin diatas tuts piano lebih indah daripada aku.

Waktu itu kami bosan menunggu, karena listrik tiba-tiba mati. Ibuku sedang menemui temannya diujung sana. Aku dan Jongin duduk dikursi penonton paling depan, menatap kosong kearah panggung.

"Bagaimana kalau kita bermain-main dulu." Suara Jongin memecahkan keheningan diantara kami.

"Umurku enam belas, Jongin-ah."

"Aku juga enam belas, memangnya ada yang salah? Lagipula kita sama-sama bosan. Kau bayangkan berapa lama lagi listrik akan menyala. Aku heran kenapa mereka tidak menggunakan diesel saja, kan tidak bakal beresiko listrik mati."

Jongin benar juga. Aku bisa mati kebosanan disini. Lagipula orang-orang sedang sibuk sendiri, mungkin mereka tak akan memperhatikan kami.

"Jadi kau ada usul apa?" Tanyaku.

"Main petak umpet." Jawab Jongin, diiringi smirk nya.

"Kau gila Kim Jongin."

Namun aku tetap mengikuti usulnya. Kami bermain petak umpet di belakang panggung. Kali pertama, Jongin yang jaga.

Aku berlari mencari tempat persembunyian yang aman. Awalnya di bawah grand piano, tapi terlalu mudah ditemukan. Di dalam kardus? Terlalu kecil kardusnya. Hingga mataku menemukan ruangan kecil di ujung. Sempit. Seperti gudang.

Namun banyak alat-alat yang tidak dipakai memenuhi rak. Aku sengaja tidak menutup pintunya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aku harap tempat ini benar-benar tempat yang aman.

Sudah lima menit dan aku belum menemukan tanda-tanda Jongin berjalan kearah sini.

Aku bermaksud melangkahkan kaki ketika suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar di telingaku. Aku yakin itu Jongin. Aku makin yakin itu Jongin ketika aroma pinus menguar di udara.

Oke. Aku kalah.

"Disini kau rupanya. Gotcha!"

Entah darimana sewaktu Jongin berjalan kearahku, aku malah berlari menghindarinya.

Dan kalian tau, aku tersandung. Alat-alat jatuh. Rak jatuh. Dan pintu tertutup rak. Hebat. Aku terkunci. Dan hebatnya lagi, lampu menyala.

"Bagus. Kita terkunci." Jongin malah memanas-manasi.

"Aku juga tau kalau kita terkunci."

"Iya, gara-gara kau kan."

"Kenapa kau malah menyalahkanku?"

"Coba kutanya, siapa yang ceroboh dan membuat isi gudang ini jatuh semua?" Tanya Jongin sarkastik. Dia mulai menyebalkan.

"Siapa suruh mengajakku bermain petak umpet?"

"Siapa suruh bersembunyi ditempat seperti ini?"

Sial. Jika beradu mulut dengan Jongin, aku pasti kalah.

"Baiklah baiklah salahku!"

"Memang kau yang salah kan."

GRRRR KIM JONGIN!

"Terserah. Lagipula ada baiknya, bukan kau yang tertimpa rak itu." Ujarku.

"Kalau aku yang tertimpa rak, aku akan membawamu ke kantor polisi."

"Kau berlebihan, Kim Jongin."

"Tidak juga. Lagipula aku gagal memenangkan kejuaraan kali ini. Padahal uangnya akan kugunakan untuk membeli sesuatu."

"Jadi kau menyalahkanku sebagai akibat kau gagal mendapat juara?" Tanyaku kesal.

"Iya. Kau pikir siapa lagi yang salah?"

Oke. Cukup. Aku mulai emosi.

"Kau pikir kau pianist hebat sedunia?"

"Ya. Aku akan menjadi seperti itu. Kim Jongin, pianist paling hebat sedunia."

"Tidak akan pernah, karena aku yang akan menjadi pianist paling hebat."

"Kenapa kau seyakin itu?" Tanyanya meremehkan.

"Memangnya tidak boleh? Lagipula permainanku juga tidak jelek." Bela ku.

"Memang tidak jelek, tapi apa kau bisa menciptakan lagu dengan pianomu itu?"

Menciptakan lagu?

"Tidak bisa kan?" Tanya Jongin meremehkan.

"Bisa! Memangnya hanya kau apa yang bisa!"

"Begitu ya. Oke, setelah keluar dari sini kutantang kau menciptakan satu lagu dalam sebulan. Tepat 21 Desember besok, kau sudah menyelesaikannya. Aku juga akan membuat lagu. Bagaimana?"

Nada suara Jongin terdengar meremehkan sekali! Dia pikir hanya dia apa yang bisa melakukan segalanya? Walaupun aku belum pernah menciptakan lagu, tapi tak masalah. Akan kuberi dia pelajaran agar tak seenaknya meremehkan orang!

"Baiklah. Aku setuju."

Tak lama kemudian ada bantuan. Ternyata ibu menyadari ketidakhadiran kami berdua dan meminta tolong petugas untuk mencari kami. Aku dan Jongin pun tetap mementaskan permainan piano kami, namun tak satupun dari kami yang mendapat juara.

***

20 Desember. Dan lagu yang kubuat baru selesai satu baris.

Ternyata susah sekali membuat lagu menggunakan piano. Membuat sebuah irama yang nyaman diperdengarkan di telinga itu tidak semudah kelihatannya.

Jongin sudah mengirimiku pesan singkat, memintaku kerumahnya esok hari. Aku yakin dia telah menyelesaikan lagunya. Baiklah, mungkin sebaiknya aku mengaku kalah.

Esok paginya aku sudah berdiri di depan pintu rumah Jongin. Sudah lima menit aku berdiri disana, tetapi belum juga memencet bel.

Partitur di tangan kananku belum selesai sama sekali.

Kuberanikan diri menekan bel, dan Jongin serta senyuman khasnya menyambutku.

Lagi-lagi tubuhku menghangat melihat senyumannya. Dan lagi-lagi jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Aku tebak kau belum menyelesaikan lagumu, bukan begitu?" Tanyanya seraya terkekeh.

Aku mengangguk sebal.

"Sudah kuduga." Dia menghampiriku dan mengacak-acak rambutku.

"Ya ya kau menang."

"Hahaha. Jangan cemberut begitu. Kau mau mendengarkan lagu ciptaanku?"

"Terserah kau saja."

Disanalah Jongin. Duduk diatas grand piano hitamnya. Jemarinya menari dengan lincah diatas tuts piano. Dia terlihat sedikit.... berkharisma.

Tapi ada yang aneh, rasa-rasanya lagu ini sangat familier di telingaku.

Tunggu tunggu.... Ini bukannya.... Winter Sonata?

Kau mau menipuku ya, Kim Jongin.

"Jongin-ah." Panggilku. Dia hanya diam saja dan terus memainkan lagunya.

Dengan sebal aku melangkahkan kaki kearahnya, melipat tangan didepan dada dan menatap sadis kewajahnya.

Tapi Jongin tetap tidak menggubris dan malah asyik memainkan lagu sambil menatap partitur dihadapannya.

Dengan kesal aku mengambil partiturnya. Jongin menoleh kearahku dengan raut protes.

"Kau curang! Ini kan bukan lagumu! Ini Winter Sonata kan."

Jongin hanya terkekeh. Kuangkat partitur dan bermaksud melemparkan kearahnya ketika aku melihat tulisan aneh diatas partitur itu.

Seketika tubuhku membeku.

"WOULD YOU BE MINE?"

Tidak lucu. Apa-apaan sih Kim Jongin.

"Apa maksudnya ini." Aku menjulurkan kertas itu kearahnya.

"Kau tidak tau artinya? Itu maksudnya, maukah kau jadi milikku? Jadi kekasihku?"

Jongin menatap mataku dan mengunci tatapanku kearah wajahnya. Lagi-lagi tubuhku menghangat padahal ini musim salju.

"Kim Jongin tidak lucu."

"Apakah aku terlihat sedang bercanda?"

Jongin berdiri, menunduk, menatapku.

"Aku menyukaimu. Aku menyukaimu sejak pertama kali kau memanggilku hidung jambu. Aku menyukaimu sejak setiap hari aku.berkunjung kerumahmu dan bermain disana, berharap dengan kehadiranku kau juga bisa menyukaiku. Aku menyukai caramu marah ketika aku mengganggumu. Aku menyukai caramu tersenyum, tertawa, cemberut, semuanya. Aku menyukai dirimu yang berusaha menjadi pemain piano yang akan mengalahkanku. Semuanya. Aku menyukaimu sejak aku berumur 10 tahun."

Aku hanya bisa diam. Membeku. Kaget. Tidak menyangka karna selama ini Jongin mencari perhatianku.

"Kalau kau menyukaiku, kenapa kau berkencan dengan banyak gadis yang berbeda?"

"Kau memperhatikanku juga?"

"Ti...Tidak!"

Jongin tersenyum, manis sekali.

"Aku hanya mencari pelarian. Berharap kau akan marah-marah padaku dan memintaku agar tidak berdekatan dengan gadis-gadis itu. Tetapi kau tidak melakukannya. Aku kira kau tidak menyukaiku. Dan kurasa kau memang benar-benar tidak menyukaiku."

"Aku..."

"Lupakan saja. Lupakan permintaanku yang tadi. Aku hanya ingin kau tau kalau aku menyukaimu, menyayangimu, mencintaimu." Ujarnya masih menatap mataku. Kehangatan merayap dipipiku. Kupu-kupu menari di dalam perutku.

Kim Jongin, jangan memainkan detak jantungku. Bisa?

"Apa kau bisa menjelaskan tentang ini?" Tanyaku, memegang jantungku dan menekannya.

"Apa?" Jongin terlihat bingung.

"Coba jelaskan padaku kenapa aku suka mencuri pandang di kelas untuk melihatmu. Jelaskan padaku kenapa jantungku berdetak lebih cepat ketika kau berdiri disampingku. Jelaskan padaku kenapa tubuhku selalu hangat di musim dingin ketika kau berada disekitarku. Bisa kau jelaskan mengapa, Kim Jongin?"

Jongin tersenyum lebar, manis sekali. Dan dalam hitungan detik tubuhku berada dalam pelukannya. Hangat. Sangat hangat.

"Itu juga yang kurasakan jika kau ada disekitarku, pendek."

Aku tidak menjawab ucapannya, berusaha menghirup aroma tubuhnya yang menenangkanku.

Jongin melepaskan pelukan dan merengkuh wajahku di kedua telapak tangannya.

Hangat. Itu yang kurasakan saat ia mengecup bibirku. Musim dingin tak akan pernah membekukanku jika ada Kim Jongin disana.

He is my warmness. He is Kim Jongin. And I love him.

----- FIN -----

this FF dedicated to you, K. Hope you like it. sorry for typos, hehehe.


 
Author: @apinkpchrng

Note: Ini ff udah gue publish di blog pribadi gue dan pernah gue kirim ke SJFF2010. Bayangin aja itu bias lo sama lo haha. Oh iya itu sudut pandangnya dari cewek jadi sorry buat fanboy ya hwhw. Apalagi ya. Yaudah, udah baca? Ninggalin jejak boleh lah, komen ff absurd gue ini-_- Thankseu:-)



Bayangin aja ini kamu dan bias kamu J

 

 

[FICLET] The Way I Love You

*****

Kau tersenyum ketika mendapati sebuah pesan masuk dari orang yang sangat familiar untukmu. Hanya ucapan selamat malam sebenarnya, namun itu membuatmu tak berhenti tersenyum. Berlebihan? Semua menjadi wajar ketika kau jatuh cinta.

Pria itu bukanlah pria biasa. Pekerjaannya menyita hampir sebagian hidupnya selama beberapa tahun terakhir ini. Ia pun dikelilingi oleh gadis – gadis yang memiliki rupa bagai jelmaan dewi  Aprodhite dengan lekuk tubuh sempurna bagai barbie yang bisa saja membuat kekasihmu berpaling.

Berbagai pemberitaan menimpa kekasihmu. Entah pemberitaan tentang kesuksesaannya maupun tentang kedekatannya dengan gadis lain. Dan untuk kesekian kalinya, kau hanya bisa menghela nafas. Berusaha berpikir positif semua skandal yang menimpa kekasihmu hanyalah bagian dari pekerjaannya.

Meski kau berulang kali di kecewakan olehnya, kau seakan menutup hati untuk tidak mempedulikannya. Bagimu mengetahui dia mencintai itu sudah lebih dari cukup. Karena pada dasarnya, kau terlalu mencintainya.

Kau mencoba menutup matamu, memberi jeda untuk tubuhmu beristirahat setelah seharian penuh melakukan aktivitas. Rasa rindu kembali melanda. Sudah seminggu ini kau tak melihat wajahnya, hanya pesan singkat atau telpon yang membuatmu tetap berkomunikasi dengannya. Itu pun bisa dihitung karena ia tak memiliki banyak waktu luang.

Kau memandang layar ponselmu, seakan mengajaknya berbicara. Kau menarik napas berat, lalu menghelanya kemudian memejamkan kedua matamu. Kau terlalu lelah dengan semuanya, namun kau tak mau berhenti.  Kau ingin tetap bertahan disampingnya meskipun terkadang rasa ragu merasuki pikiranmu.

Kau meraih earphone putih yang berada diatas meja yang terletak didepanmu. Memasangnya di kedua telingamu dan menikmati alunan nada yang masuk kedalam indra pendengaranmu.

I want you, I need you, I hold you~

Tanpa kau sadari setetes air mata jatuh dari pelupuk matamu, namun dengan segera kau menghapusnya dengan punggung tanganmu. Kau bukan gadis yang lemah, pikirmu. Tak seharusnya kau menangis hanya karena sebuah lagu.

Kau merasakan ponselmu bergetar, tanpa melihat kearah layar ponselmu kau menerima panggilan tersebut.

“Aku ada didepan Apartementmu.”

Kau membeku ketika mendengar suaranya. Tanpa berpikir panjang kau pun melepas earphone yang kau pakai dan bangkit dari sofa yang kau duduki, setengah berlari bergegas menuju pintu Apartementmu.

Kau membuka pintu Apartementmu dan mendapati kekasihmu berada didepanmu lengkap dengan berbagai alat penyamarannya. Tangan kanannya menggenggam ponselnya sedangkan tangan kirinya dimasukkan kedalam saku celananya. Ia tersenyum ketika melihatmu.

Kau langsung memeluknya erat, menumpahkan segala rasa rindu yang kau pendam. “Miss you,” balasmu dalam pelukannya.

Ia melepas pelukannya dan mencium keningmu, kau hanya memejamkan matamu.

“Maaf ,” ujarnya pelan, ia menunduk.

Kau mengarahkan tanganmu pada wajahnya, mengelus pipinya lembut. “Maaf untuk apa?”

Ia menatap matamu intens, tersirat rasa bersalah pada kedua matanya. Kau mengerti apa yang ia bicarakan sebenarnya, hanya saja kau tidak ingin membuatnya merasa bersalah.

“Untuk semuanya.”

“Hey, it’s okay. Kau tidak perlu meminta maaf. Aku mengerti,” Katamu mencoba meyakinkannya meskipun kenyataan berbanding terbalik.

“Terima kasih. Terima kasih untuk tetap berada disampingku,” ia kembali memelukmu, dengan erat. Menjatuhkan kepalanya diatas bahumu. Tak hanya kau yang lelah, tapi ia juga merasakan hal yang sama. Lelah dengan segalanya. Kau hanya berharap semuanya kembali normal seperti sebelum ia menjadi seorang Superstar seperti sekarang. Namun kau tak bisa egois, ini adalah mimpinya.

“Terima kasih untuk tidak berpaling dariku.”

Ia tersenyum padamu, “Mana mungkin aku berpaling darimu sedangkan mataku hanya bisa melihatmu seorang.” Perlahan ia mendekatkan wajahnya, deru nafasnya bisa kau rasakan dengan jelas. Kau menutup matamu mengikuti nalurimu. Tak lama kemudian kau merasakan sesuatu menempel di bibirmu. Dia menciummu.

“I love you.”

“I love you more.”

-          END

 


 
My Handsome teacher Part 1♥
Author: Taerin ☺ a.k.a @YDG_GGSooyoung
Genre:
Romance
Cast:
-Oh Se Hun
-Lee Tae Rin (myself *kekeke*)
-Lee Tae Min
-Lee Tae Sun
-Park Ji yeon

***
Annyeong :) ini ff sequel pertama gue^^ Mian ne kalo misalnya jelek atau gak bikin kalian penasaran T^T tapi jangan lupa comment ya :) biar gue tau apa kesalahan gue :D gomawo~
***
Taerin POV:
"Taeriiiin" terdengar suara teriakan eomma dari bawah. Aku pun dengan malas turun ke bawah.
"Waeyo eomma?" Tanyaku yg langsung duduk di samping eomma yg duduk di sofa.
"Kamu tau kan kalo nilai kamu jelek." Ucap eomma.
"Mmm.. Kenapa siih eomma ngungkit2 nilai aku lagi-_-" keluhku males mendengar kata 'nilai' lagi.
"Bukannya gituu. Tapi eomma tuh pengen salah satu anak eomma jadi dokter. Kakak2mu taesun dan taemin pada gamau jadi dokter. Jadi sekarang kamu harus jadi dokter." Ucap eomma. Oalah ternyata itu toh yg dia mau.
"Nah, mulai besok eomma panggilin guru les privat ya. Dia anaknya temen eomma. Dia masih muda kok, masih kuliah."
"Ooh. Yaudah." Ucapku dan langsung pergi meninggalkan eomma.
"Loh? Taerin?? Kok langsung pergi? Eomma belum selesai ngomong." Aku pun pura2 tidak mendengar teriakan eomma dan langsung naik ke atas.
***
Keesokan harinya...
"Taeriin!" Eomma berteriak saat ia melihatku sedang menonton tv.
"Ada apa siih eommaa??" Tanyaku kesal karena jam menonton tv ku terganggu.
"Kamu inget gak sih? Kamu jam 4 tuh harus les. Sedangkan ini udah jam 4 kurang 10. Kamu malah masih santai2 gini. Mana belum mandi lagi. Nanti misalnya guru lesnya gamau ngajar gimana?" Omel eomma panjang lebar.
"Nee eomma aku inget kook. Emangnya aku udah tua apa. Palingan juga gurunya telat. Terus kenapa harus mandi? Gak mandi juga taerin anak eomma ini tetep cantik dan wangi kook." Ucapku pede.
"Pede amat siih..." belum sempat eomma melanjutkan kata2nya terdengar bunyi bel dari bawah. "Eh ada yg dateng. Jangan2 guru lesnya. Eomma ke bawah dulu ya" eomma pun turun ke bawah. Aku pun menonton tv lagi.

Tiba2 eomma datang bersama namja yg ganteng plus plus. Aku pun melongo melihat namja seganteng itu.
"Nah, ini guru les kamu. Nanti kalian kenalan ya. Eomma ke bawah dulu. Belajar yg rajin yaa." Eomma pun turun ke bawah dan meninggalkanku dengan namja ganteng ini. Aigoo. Mimpi apa semalam sampe ketemu namja seganteng dia.
"Kok kamu bengong sih?" Tanya namja itu memulai pembicaraan.
"Haa? Anii. Aku gak bengong kok. Hehe" ucapku amat sangat salting.
"Ooh yasudah. Kenalin. Nama aku Oh Se Hun. Nama kamu siapa?" Tanyanya.
"Namaku Lee Tae Rin. Hehe. Hmmm. Aku manggil kamu apa nih?" Tanyaku.
"Kamu manggil aku oppa aja biar lebih akrab." Jawabnya sambil tersenyum. Aaah seandainya dia pacarku, sudah aku cipok dia.
"Okedeh oppa."
"Oke. Kita mulai belajarnya ya? Hari ini kita belajar math ya? Siap?" Tanyanya.
"Siap dong oppa." Aku pun mengambil buku math ku dengan senang hati.
***
"Sudah jam 6. Waktunya udah habis." Ucapnya saat aku sedang mengerjakan soal. Yaah aku pun kecewa karna tidak bisa bersama dia lagi.
"Jangan khawatir saeng. Lusa, oppa kesini lagi kok buat ngajarin kamu." Ucapnya.
"Siapa yg khawatir?" Tanyaku dengan muka merah.
"Kamu. Aku bisa membacanya lewat mukamu." Ucapnya sambil mencubit pipiku.
"Aw!" Aku berteriak kesakitan+senang karena dicubitnya.
"Hehe. Mian. Aku laper jadi pipi kamu keliatan kayak bakpao. Hehe." Katanya sambil ketawa.
"Mwoo??? Aiishh oppaa!!" Ucapku cemberut.
"Jangan cemberut dong saeng. Kan cuman becanda. Udah ya. Oppa pulang dulu." Ia pun berdiri.
"Hmm. Ne oppa. Sampe ketemu lusa ya. Annyeong." Ucapku sambil melambaikan tangan. Ia pun melambaikan tangannya juga.
***
Author POV:
@ seoul international college (?)
"Sehun-ah!" Panggil seorang yeoja cantik. Sehun yg sedang berjalan di koridor kampus pun menghentikan langkahnya.
"Ne, waeyo noona?" Tanya sehun pada yeoja tersebut yg bernama jiyeon.
"Sehun mau ke cafe gak?" Ajak jiyeon.
"Boleh, mumpung aku lagi ada jam kosong. Ayo noon." Sehun pun menggandeng tangan jiyeon dan pergi bersama ke cafe.

@ cafe
"Kamu masih jadi guru privat chagi?" Tanya jiyeon kepada sehun yg sedang meminum hot choco.
"Masih noon. Buat tambahan uang juga buat berbagi ilmu. Hehe." Ucap sehun sambil tertawa.
"Ooh. Anak baik. Hehe." Ucap jiyeon sambil meminum ice coffee.

Sehun POV:
Noona yg satu ini benar2 membuatku jatuh cinta. Sudah cantik, senyumnya menusuk hatiku. Ah. Aku merasa beruntung punya yeojachingu seperti dia.
"Sehun-ah?" Panggil jiyeon membuyarkan lamunanku.
"Ne chagiya. Hehe." Aku pun tersenyum dan mencium pipi jiyeon noona.
"Sehun-ah. Jangan cium di tempat umum. Kan malu." Ucap jiyeon noona dan aku lihat muka dia sudah merah semerah tomat.
"Jangan malu2 lah noon. Kan dicium sama pacarnya. Kalo sama selingkuhannya baru malu." Ucapku sambil tertawa. Jiyeon noona pun ikutan tertawa. Ah. Aku bahagia sekali saat melihat dia tertawa.
"Noona aku mau ke toilet dulu ne." Aku pun pergi ke toilet. Saat balik dari toilet, aku melihat seorang yeoja yg sepertinya familiar memakai seragam sma sedang duduk sendirian.
"Itu kan taerin." Gumamku dan langsung menghampirinya.
"Annyeong saeng." Sapaku ramah dan sepertinya dia terkejut dan langsung terlihat senang.
"Oppa? Kok oppa bisa disini?" Tanyanya sambil senyum-senyum. Sepertinya dia senang.
"Nee. Aku lagi minum bareng yeojachinguku. Kamu sendiri kok sendirian aja?" Tanyaku. Dan tiba2 muka taerin terlihat kecewa.
"Mwo? Yeojachingu?" Tanya taerin seperti tidak perrcaya.
"Ne. Waeyo?" Tanyaku bingung.
"Hmmm.. Gwenchanna oppa. Aku pergi dulu ya ada urusan penting." Taerin pun tiba2 pergi.
"Loh? Taerin?" Aku ingin mengejarnya tetapi ia sudah pergi keluar. Yasudahlah aku pun balik lagi ke tempat dudukku.
"Kok lama?" Tanya jiyeon noona.
"Ne, tadi ketemu murid les chagiya." Ucapku dan tiba2 muka jiyeon noona kaget.
"Waeyo noon??" Tanyaku panik. "Itu.. Itu.. Di jalan.. Ada yg ketabrak." Ucap jiyeon noona terbata2. Aku pun langsung menengok ke jalan dan jalannya ramai. Kami berdua pun pergi keluar. Karna ramai, kami tak bisa melihat siapa yg kecelakaan.
"Sehun-ah. Itu yg kecelakaan anak sma. Dia pake seragam sma." Ucap jiyeon noona memberitahuku.
"Mwo?? Sma?? Jangan2 taerin." Ucapku panik.
"Taerin?? Dia siapa?" Tanya jiyeon noona.
"Dia murid aku. Aku kesana dulu ya chagi." Aku pun berlari menuju tkp dan ternyata yg kecelakaan benar memakai seragam sma. Tapi mukanya tidak kelihatan. Karena kena darah semua. Apa itu benar2 taerin???

*bersambung*

 
What is LOVE?
by : @BPE_RapEJ

[Main cast : Baro B1A4 and Kim HyunA 4 minute] 
Oneshoot // Romance

-oOo-

Minggu pertama musim gugur di Seoul. Seorang yeoja berambut cokelat panjang bergelombang berjalan santai menyusuri jalan setapak di sisi jalan raya yang masih lengang pagi ini. Tangan kanannya sibuk memainkan ponsel, sedangkan tangan kirinya setia membawa sebuah kantung belanja yg berukuran sedang. Ia berhenti sejenak di sebuah kursi tepat disamping pohon maple besar. "Semua terlihat sama saja, tapi apa itu benar?", gumamnya yg kini memandangi sekelilingnya.

Kim Hyuna, nama yeoja ini. Senyum tipis terukir di wajahnya. Matanya mulai berkaca-kaca, mengingat sesuatu... Ah tidak, seseorang yg tidak pernah lepas dari pikirannya! 

"Baiklah, aku yg akan menemukanmu! Tunggu aku!", katanya lagi. Ia menghela nafas panjang, lalu bangkit dari duduknya. Ia memulai langkah pertamanya.

Sepanjang jalan itu, ia memikirkan seseorang itu. Ia seperti memutar kembali ingatannya. Seperti menonton sebuah film lama.
 
Ponselnya bergetar dari balik saku jeans birunya. Sebuah pesan singkat yang langsung membuatnya tersenyum.

From : Park Lizzy

Hey, what is love?

"Love?", gumamnya seraya memasukan kembali ponselnya kedalam sakunya. Ia tidak langsung membalas pesan Lizzy. Ia ingin memikirkannya lebih dulu.

Love is a strengh feeling that can't be explain.

Nobody can't describe it.

Love is pure ...

Ia meneruskan langkahnya. Angin berhembus kencang, membuat tumpukan dedaunan kering di sisi jalan beterbangan. Ia mengambil sehelai daun maple yg ada disana. Mengamati lalu memejamkan matanya sejenak.

"What is love my prince?", tanyanya dalam hati. Ia mencoba mengingat wajah namja yg mengajarinya banyak hal tentang cinta. 

Namja tampan dng senyuman manisnya. Namja pintar yg bisa diandalkan. Namja bersuara indah. Namja dengan pelukan terhangat yg pernah dirasakannya.

Cha Sun Woo.
 
.
.
.
 
[Hyuna's PoV]

Aku memutuskan untuk memulai hari yang luar biasa ini dengan pergi ke toko buku. Hari ini matahari bersinar cukup terik dan menyilaukan mata. Hah, untung saja aku sudah tiba di toko buku yang sering ku kunjungi dulu...

Ruangan yg di dominasi warna kayu ini memberi kesan hangat meski udara di dalam sini sangat sejuk. Aku menyusuri rak-rak buku yg tertata rapi itu. Memperhatikan tempat yang... Tidak berubah banyak sejak terakhir kali aku mengunjunginya.

To : Park Lizzy

Love is when you don't matter the differences, whatever it is.

Sent!

Aku memilih tempat di pojok ruangan dengan jendela besar yg menghadap taman bunga tepat di samping toko buku itu. Sebelumnya aku sudah mengambil beberapa buku humor, termasuk komik kesukaanku.

-Flashback-

"Membosankan", cibir ku saat melihat namja chingu ku itu tengah sibuk dengan buku tebalnya. Ia hanya melirikku sekilas sambil membenahi posisi kacamatanya.

"Ck! Komik lagi? Basi", sindirnya ketika melihat buku di tanganku, komik naruto
 
"Kau teruskan saja dgn buku biologimu itu, aku juga akan konsentrasi dgn komikku tuan Cha Sun Woo",

"YA! Kau marah nona Kim?", Sunwoo menarik paksa komikku dan menangkup kedua pipiku agar bisa menghadapnya langsung. "Sebaiknya kau mulai membiasakan membaca buku pelajaran, chagiyaa. Kita kan sudah di kelas akhir, belajarlah lebih giat sedikit", katanya lembut.

Oh my... Aku bisa melihat jelas wajah Sunwoo ku ini. Sorot matanya yg teduh, dan pembawaannya yg tenang. "Wah, kau semakin keren Sunwoo-ah", ujarku begitu saja yg langsung di respon dengan jitakan kecil di dahiku.

"Appo! Menyebalkan", kataku lagi sambil membereskan buku komikku dan juga buku biologi Sunwoo.

"Tapi aku belum selesai!", protes Sunwoo yg kini berjalan mengikutiku keluar dr toko buku ini.


"Ini sudah sore! Kau kan ada jadwal les", ujarku saat kami sudah berada di luar toko buku. Sunwoo tersenyum sekilas, ia menarik pipi kiriku. Sungguh menyebalkan.

"Ok, kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang sebentar. Kajja!", Sunwoo mulai menyalakan sepeda motornya yg berwarna hitam itu.

"Tidak usah, aku naik bis saja! Sudah sana pergi",

"Kau yakin?",

"Iya sayang", aku memasukan buku biologi kedalam tas Sunwoo.

"Gomawo, hyuna-ya. Eh, berikan aku komikmu itu"

"Untuk apa?"

"Aku akan menyitanya, haha", Sunwoo mengambil paksa komikku itu. Ck! Dia memang menyebalkan! Tak lama kemudian, ia sudah melaju pergi meninggalkanku di halte bus.

Aku pun mengeluarkan komik lain dari dalam tasku, membacanya sambil menunggu bis tumpanganku datang.

-Flashback end-

"Gamshahamnida", kataku saat selesai membayar beberapa buku yg kupilih tadi. Aku segera menyebrang ke arah halte bus.

Sungguh, saat cinta itu datang, ia tidak lagi peduli dgn perbedaan yg ada.
 
Aku berbeda sekali dgn Sunwoo! Aku ini lebih suka bermain dan bermalas-malasan dgn komik dan buku sketsa ku. Sedangkan Sunwoo... Yap! Dia murid kelas unggulan di sekolahku, pintar dan populer. 

"Perbedaan itulah yang membuat kita saling melengkapi", hah... Aku masih ingat betul perkataan Sunwoo itu.

.
.
.

Kota Paju, yg jarak perjalanannya bisa ditempuh selama 1 jam dari kota Seoul ini menjadi tempat tujuan kedua ku. Aku merapikan sebentar rambutku yg tertiup angin tadi.

Paju adalah pusat pertokoan yg sangat ramai dan cukup terkenal. Dan di tempat inilah, aku pernah menghabiskan waktu bersama Sunwoo dulu.

To : Park Lizzy

Love is when you can share everything, even for an ice cream

Sent!


Aku mengedarkan pandanganku ke sekitarku yang sudah di padati pengunjung itu. Hmm… tapi mataku terhenti begitu saja di depan sebuah toko pakaian yang jaraknya hanya beberapa langkah saja dari tempatku. Aku melihat ada sepasang remaja yang sedang sibuk memilih pakaian untuk satu sama lain. Aku tersenyum kecil, hah, mereka bahkan masih mengenakan seragam sekolahnya. Cinta itu tidak mengenal usia kan?.
 
Kuputuskan untuk membeli es krim saja dan duduk bersantai sejenak di depan toko itu. Bangku panjang berwarna kayu ini dulu terasa hangat… ya dulu, saat Sunwoo masih ada, duduk di sampingku.

-Flashback-
"Setidaknya kau harus punya baju hangat keren untuk trainee nanti kan?", ujarku seraya menyerahkan tas belanja yg berisi baju hangat untuk Sunwoo.

"Hyuna-ya...", Sunwoo memelukku, "Aku akan mentraktirmu es krim", bisiknya yang dilanjutkan dgn mencium sekilas keningku.
 
Sunwoo menyuruhku untuk duduk diam disana, sedangkan ia sendiri berjalan pergi. Tak lama kemudian, ia datang dengan sebuah es krim vanila.

"Payah sekali, disana hanya tersisa satu es krim saja", katanya dgn wajah sedikit kesal.

Aku segera melahap es krim ku, sesekali melirik ke arah Sunwoo yg terus saja melihat isi tas belanja yg kuberikan tadi.

"Ini enak! Kau harus coba", aku menyodorkan es krim ku itu kearahnya.

Sunwoo tersenyum dan langsung melahapnya. Tidak! Dia menghabiskannya sendirian... Arrgghhh, dia memang menyebalkan!

-Flashback End-

Aku melahap es krim ku yg sudah sedikit lumer mengenai tanganku. Aku bisa merasakan air mataku mulai turun perlahan. "I miss you, Cha Sun Woo...", ujarku pelan.

.
.
.


Malam ini hujan turun begitu derasnya, kontras sekali dengan cuaca di siang hari yang begitu terik. Aku masih saja berjalan santai menyusuri tepi jalan raya yang memang mulai sepi ini. Aku melirik jam di tanganku, ternyata masih jam 7! Cuaca seperti ini membuat orang-orang memilih bersembunyi di balik selimut hangat. Tapi tidak denganku, aku harus meneruskan langkahku. Menuju sebuah tempat yang setidaknya… semoga, dan setidaknya… bias membuatku tenang.
 
Aku berhenti di sebuah taman bermain yang tentu saja sudah sepi.
 
Taman yang begitu familiar di seputaran distrik gangnam. Aku langsung menuju ke sebuah ayunan di sana. Duduk diam, mengingat dia… dibawah naungan payung biru ku. Aku tidak lagi peduli dgn dinginnya angin saat ini, juga tetesan hujan yang sesekali menerpa tubuhku.
 
-Flashback-
 
“Aku akan sangat sibuk mulai besok. Jadwal trainee ku makin padat, sekolah, les… aku tidak yakin bisa sering menemanimu lagi hyun. Mianhae…”, ujar Sunwoo yang bisa kulihat jelas ada rasa bersalah di matanya itu.
 
Aku tersenyum, menyentuh tangannya. “Hei, gwaenchana sunwoo-ah. Aku mengerti kok! Fighting ne!!!”, seruku mencoba menyemangatinya. “Hmm, lagi pula, kita masih bisa bertemu di sekolah kan? Kau focus saja dengan kegiatanmu”, lanjutku lagi.
 
"Kau harus janji, saat kau tidak tahan lagi dgn kesibukanku ini, kau harus bilang. Kau boleh meninggalkanku, hyuna-ya".
 
“Kalaupun kita berpisah nanti, kaulah yang harus melepaskanku lebih dulu, Cha Sunwoo. Aku akan terus bersamamu sampai kau tidak membutuhkanku lagi”, balasku sepenuh hati. Aku benar-benar tidak berniat melepaskannya.
 
Aku mencoba tidak menangis, tapi air mataku turun begitu saja. Aku sungguh takut kehilangan Sunwoo.
 
“Mian, aku membuatmu sedih”, Sunwoo menyeka air mataku dengan tangan hangatnya dan membawaku kedalam pelukannya. “Tolong jangan menangis saat aku tidak ada didekatmu. Itu akan membuatku merasa buruk”, katanya lagi.
-Flashback End-
 
“Haaaahhh… Sunwoo!!! Kau menyebalkan, kau tau eoh?! Aku akan menendang kakimu saat kita bertemu nanti!”, seru ku di tengah hujan yg semakin deras itu.
 
Kuputuskan untuk mengirimi pesan singkat kepada temanku, Lizzy.
 
To : Park Lizzy
 
Love is wiping the tears and faces the fears.
 
Sent!
 
Aku mulai membayangkan wajah bingung, Lizzy sejak menerima beberapa pesanku tentang definisi “LOVE” itu.
 
.
.
.
 
Saat ini aku sudah berdiri di depan gedung yang sudah dipadati para fans dari grup boyband B1A4! Oh my... Aku bisa melihat banyak poster dan banner yang memuat wajah kelima namja tampan itu. Dan mataku hanya terfokus pada salah seorang diantaranya... 

To : Park Lizzy

Even when you hurted, you still believe that is LOVE.

Sent!

"Aku terluka, dan dia pun juga merasakan yang sama. Itu benar kan, Sunwoo-ah?". Aku berjanji akan bertemu dengan Lizzy di tempat ini, ia akan memberikan akses khusu padaku untuk menemui Sunwoo. Dan jujur saja, jantungku berdetak tidak karuan saat ini. Membayangkan dalam beberapa menit kedepan, dia sudah menjadi nyata di depanku!

-Flashback-

"Selanjutnya kita akan seperti apa, hyuna-ya? Aku semakin jauh darimu", Sunwoo berdiri dihadapanku sambil mengulurkan tangannya menyentuh pundakku. Aku diam, mencoba merenungkan dan memahami arah pembicaraan Sunwoo. Ku lihat kuku-kuku ditangannya mulai panjang.

"Jam berapa Jinyoung akan menjemputmu?", tanyaku. Aku mengeluarkan pemotong kuku dari dalam tasku. "Biar kurapikan kukumu ya, kau pasti sangat sibuk sampai tidak sempat melakukannya", kataku lagi.

Aku membayangkan... mungkin nanti akan ada orang lain yang melakukan ini untuknya. Hatiku sangat sakit! Ya... I miss the old you, my Sunwoo! Aku pasti akan merindukan ocehan cerewetmu itu, senyuman mu, semua hal tentangmu.

Sunwoo berjongkok, menyamakan tingginya denganku yang sedang duduk di bangku halte ini. Aku menunduk sejak tadi. Aku takut Sunwoo melihat wajah sedihku ini.

"Mianhae Hyuna", 
"Gwaenchana..",
"Aku akan mengatakan sesuatu yang... demi Tuhan, aku yakin ini akan melukaimu", Sunwoo menangkup kedua tanganku. Kami berbicara dekat sekali. Aku bisa menatap lekat-lekat wajah Sunwoo. Ya... mungkin ini yang terakhir kalinya.

"Aku tau apa yang akan kau katakan", ujarku menyela Sunwoo. Aku tidak mau mendengar itu dari mulutnya! Biarkan aku memahaminya sendiri. Aku mencoba tidak menangis! Tapi mataku bekerja tidak sinkron dengan hatiku.

"Chukkae-yo! Kudengar lusa nanti kau sudah mulai debut kan? Kau hebat Sunwoo", kataku lagi.

Sunwoo tidak mengatakan apapun. Aku sempat melihat matanya berkaca-kaca sesaat sebelum menarikku ke dalam dekapannya. "Kita berpisah sebentar ya. Aku janji saat waktu-ku mulai stabil, aku akan mencarimu! Kau bisa menungguku kan?",

Aku hanya mengangguk pelan.

Tak lama kemudian, mobil Jinyoung sudah berhenti tepat didepan halte tempat kami 'berpisah' sekarang. Aku memakaikan syal hitam tebal di leher Sunwoo. "Kau tau Sunwoo, selama kau mencoba untuk tetap bersamaku, aku akan ada disini menunggumu", ucapku dengan senyuman paling tulus kepadanya.

"Aku percaya itu. Jeongmal saranghae, Kim Hyuna. Jaga dirimu!"

-Flashback End-

"Hei, disini kau rupanya?!", seru yeoja berambut blonde dengan dress baby pink yang tengah berdiri di hadapanku. Aku tersenyum lebar dan langsung memeluknya. "Aigoo, kau cantik sekali Lizzy-ah",

"Kau juga terlihat ... berbeda! Huaaa Chukkae ya, kau menang kompetisi 'OSAKA EXPO' kan? Kau sudah jadi desaigner hebat! Good Job!!!", Lizzy menepuk punggungku. Hmm, kami sudah lama sekali tidak bertemu. 4 tahun!

Dengan tidak sabar, Lizzy menarikku masuk kedalam gedung. Kami berlari kecil menerobos beberapa kru yang sibuk menyiapkan panggung dan lain-lainnya. Di sepanjang perjalanan menuju kamar ganti B1A4 ini, aku mengingat kembali semua kejadian saat bersama Sunwoo dulu.

Tok Tok Tok.

"Kami tidak pesan pizza!", seru Jinyoung dengan wajah meledek saat membukakan pintu kamar itu. Tentu saja langsung dibalas dengan tendangan 'kecil' tepat di tulang kering namja itu oleh Lizzy. Hahaha, dua orang ini selalu seperti ini sejak dulu.

"Jinyoung... kali ini aku sedang serius! Kau jangan bertingkah aneh ne! Sana mundurlah dan duduk diam di sudut sana!", seru Lizzy sambil menerobos masuk dan menujuk ke arah sudut ruangan. Jinyoung yang masih meringis kesakitan ini malah membalas Lizzy dengan melempar bantal sofa.

Hyuna masih menunggu di luar ruangan. 

"Sunwoo-ah, aku membawakanmu kado ulang tahun yang sangat spesial!", 

Namja bernama Cha Sunwoo ini melirik Lizzy dari cermin besarnya. "Kau tidak membawa apapun di tanganmu", katanya. Ia sibuk merapikan topi lucunya yang akan ia kenakan untuk tampil sebentar lagi.

Jinyoung berniat keluar ruangan untuk mengambil sesuatu...

"KIM HYUNA?! OH MY.... ", teriaknya terkejut saat melihat yeoja bermantel putih itu kini berdiri dan tersenyum manis di hadapannya.

Sunwoo langsung menoleh dan melirik Lizzy, "Kalian mengerjaiku kan?!", tuduhnya. Lizzy tersenyum penuh arti dan mendorong temannya ini keluar ruangan. C.Nu, Gongchan dan Sandeul pun mengikuti mereka.

Lizzy menarik kerah baju Jinyoung, "Kemari kau rubah jelek, biarkan mereka berdua saja".

.
.
.

"Aku menunggumu di tempat itu setiap hari, tapi kau tidak datang. Kau juga tidak mengabariku", Aku membuka suara di tengah kebisuan kami saat ini. Sunwoo seperti orang yang kebingungan. Kadang ia berdiri tegak, lalau semenit kemudian ia jongkok, lalu beranjak duduk.

"Benar kau hyuna ku?", tanyanya yang kini menyentuh pipiku dengan tangannya. Aku hanya mengangguk pelan.

"Aku pernah sekali mencoba menemuimu, tapi... kau tidak ada. Kau menghilang dariku Hyuna-ya",

"Aku memutuskan untuk pergi, mewujudkan mimpiku sebagai desaigner. Kau tau, aku hanya ingin menjadi yeoja yang pantas untukmu. Aku ini tidak berotak cerdas, tidak kaya, aku tidak punya apapun yang bisa kubanggakan untuk berdiri di sampingmu. Aku berusaha keras setiap harinya. Aku tau kau tidak mementingkan itu semua, tapi kau ini seorang bintang, apa jadinya bila orang tau kalau yeoja mu ini hanya yeoja biasa yang tidak berarti sama sekali. Aku tidak mau dianggap 'parasit' dalam perjalanan karirmu. Dan... kali ini, aku datang sendiri. Aku ingin memberi taumu kalau aku... sudah menjadi desaigner. Aku...aku... merindukanmu Sunwoo-ah...hiks", terangku panjang lebar. 

Sunwoo pun menarikku kedalam pelukannya. Ia mencium keningku. Aku hanya bisa menangis tanpa suara...

"Jangan pernah berpikir untuk menghilang lagi Kim Hyuna! Mulai sekarang, kau dalam pengawasanku", serunya dengan mimik wajah serius namun justru terlihat lucu untukku. "Tapi... tunggu sebentar... ", katanya lagi.

Ia mencari temannya yang kini sedang beradu argumen dengan Jinyoung.

"YA! PARK LIZZY, JADI SELAMA INI KAU TAU KEBERADAAN HYUNA?! AWAS KAU YA!", teriak Sunwoo yang langsung membuat Lizzy menjulurkan lidahnya.

Aku berlari ke arah Lizzy dan membisikkan sesuatu...

"Love is Jung Jin Young..."

Lizzy melirik ngeri kearah Jinyoung. Namja itu kini sedang sibuk dengan ponselnya.

"Kau gila ya?", balas Lizzy kepadaku.

"Kalian itu cocok! Semangat ne?", kataku lagi yang langsung menuai mimik muka protes dari Lizzy. Aku tidak peduli. Aku meninggalkannya dan berjalan mendekati Sunwooku.

Lizzy melirik Jinyoung sekali lagi, "Aigoo, mengerikan! Dia itu mengerikan! Aku benci player", gumamnya yang ternyata didengar Jinyoung.

"Kau membicarakanku? Kau memperhatikanku sejak tadi...", Jinyoung berjalan mendekati Lizzy. "Apa kau baru sadar ketampananku? Kau menyukaiku kan? Mengaku saja", kini ia malah menyudutkan Lizzy ke dinding.

"Kau ini tidak waras ya?", Lizzy mendorong tubuh Jinyoung menjauhinya. "Kalau didunia ini hanya tersisa 1 org namja, dan itu KAU. Mungkin akan ku pertimbangkan untuk menyukaimu... hmm... mengerikan", katanya lagi.

Jinyoung berlari mengejar Lizzy yang tadi sempat merebut ponselnya.

Aku hanya diam sambil tersenyum memperhatikan tingkah mereka...

Love will find their own way uniquely with unpredictable ending... Aku dan Sunwoo 

Dan mungkin selanjutnya Lizzy dan Jinyoung.

-END-

Author's say...
Udah bacanya? Komen bisa kali ._.)9 Hmm, btw FYI aja siiiih... itu based on true story kisah RP mix RL gue aokaok B)
Sip, banyakan ngoceh bisa ngurangin kekecean... Bye.
 
tittle : ego

main cast : jo kwangmin , kang ji hyun

length : drabble/ one shoot

rating : PG +13

genre : sad romance

nb : kwangmin hanya milik saya dan ibunya, jangan plagiat apalagi copas, pernah dishare juga di fanfiction boyfriend indonesia jadi kalo sama ya harap maklum tjoy

twitter : singerkwangmin

Angin seoul terus berhembus dengan kencang menusuk kulit namun tidak mengurungkan niat seorang namja manis berlesung pipi itu. Dia tetap duduk ditaman sambil sesekali menggoyangkan kakinya untuk mengusir hawa dingin. Jo Kwangmin, nama namja itu. Dia adalah salah satu siswa terpintar di SMAnya. Dia melihat kearah kanan. Dan berharap sesuatu yang dia tunggu akan segera datang. Namun tetap tidak menunjukkan hasil. Tasnya yang bergantungkan Pikachu sudah tidak tampak lagi karena tertutup oleh salju yang turun dengan deras. Kwangmin menghela napas. “mungkin dia tidak akan pernah datang” ujarnya lirih.

            Dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju arah halte bis. Semenit kemudian, “Kwangmin-ah, mianhae aku terlambat” Kwangmin menoleh lalu seperti biasa. Dia tersenyum. “gwaechanayo Ji Hyun-ah” kata Kwangmin sambil tersenyum lebar. Yeoja itu, Kang Ji Hyun tersenyum senang. “aku kira tadi kamu bakal marah sama aku, aku tadi bertemu YoungMin dulu” katanya sambil tersenyum. “ya aku tahu” kata Kwangmin lembut. “tadi kamu mau ngomong apa Kwang-ah?”  katanya menatap mata Kwangmin

            Kang Ji Hyun tidak tahu bahwa ada sepasang mata yang terluka

            Apa yang kurang dariku Ji Hyun-ah? Kenapa kamu tidak pernah melihatku seutuhnya?

            Aku bukan Youngmin!

 

            “Pika?” Ji Hyun menggoyangkan tangannya membuat Kwangmin tersadar lalu tersenyum. “kamu lihatin siapa? Yeoja cantik ya?? Kebiasaan” Ji Hyun membuat pout sambil menyilangkan tangannya. Kwangmin terkekeh sebentar lalu tiba-tiba memeluk Ji Hyun dengan erat. “Pika, waeyo?” tanya Ji Hyun terheran. Namun dia tidak berusaha melepaskan pelukan Kwangmin. 10 menit berlalu Kwangmin terus memeluk Ji Hyun dan dia tidak merubah posisi. “Pika??” Ji Hyun merentangkan tangannya agar Kwangmin menjauh darinya. “ada apa?” tanyanya lagi. Kwangmin tersenyum lalu mengelus pipi Ji Hyun

            Aku tahu aku tidak bisa jauh darimu

            Tapi aku tahu aku harus pergi darimu…

            “pika kenapa sih? Aneh banget” kata Ji Hyun sambil memukul dada Kwangmin pelan. “mianhae” kata Kwangmin sambil tersenyum. “mian? Pika kenapa? Pika selingkuh ya?? Sama siapa? Dasom hah??” kata Ji Hyun menginterogasi. Kwangmin menggeleng pelan. “lalu apa??” kata Ji Hyun setengah membentak. “mianhae, aku tidak bisa seperti Youngmin” katanya pelan. ji Hyun terdiam. Tenggorokannya terasa mongering. “hahaha! Apa-apaan sih Pika. Jangan ngaco. Jelaslah kamu bukan Youngmin, kamu itu Kwangmin! Namjachinguku yang paling pintar” katanya sambil tertawa gugup. Ji Hyun tahu, perasaannya mengatakan ada hal yang buruk yang akan terjadi. “aku harus pergi Ji Hyun” kata Kwangmin tersenyum. Ji Hyun menggeleng lalu memukul dada Kwangmin dengan keras. “maksud kamu apa hah?? Kamu mau pergi kemana? Jangan konyol!” katanya membentak. Kwangmin memegang pipi Ji Hyun dan mengelusnya pelan. “aku sayang kamu Soyou” kata Kwangmin lirih.

            Pika, ada apa ini? kenapa?

            Pika? Apakah kamu terluka oleh sikapku?

            Pika! Maafkan aku!

            Jangan pergi!



            “pika…” Ji Hyun tidak mampu meneruskan omongannya karena Kwangmin telah mencium bibirnya dengan lembut. “aku pergi Ji Hyun, semoga kamu bahagia tanpaku” katanya sambil mencium pipi Ji Hyun. Ji Hyun menahan tangan Kwangmin. “pika, maafkan aku” air mata mulai menetes di pipinya. Kwangmin mengusap air mata Ji Hyun. Lalu dia berlalu tepat saat bis menuju arah rumah Kwangmin tiba.

******

            “seharusnya, aku peka dengan apa yang kurasakan pika” kata Ji Hyun lirih. “kamu ingat? Awal kamu mendekatiku dengan Youngmin? Aku selalu melirik Youngmin tanpa melihatmu” katanya sambil tertawa lirih. “kamu tanpa menyerah, membuatku tertawa. Kamu tanpa menyerah membawakanku boneka Pikachu lusuh kesukaanmu untuk menghiburku saat aku terluka karena nilai ulanganku jelek” katan Ji Hyun sambil menghela napas. “tanpa lelah kamu mengayuh sepedamu dari rumahmu kerumahku hanya untuk membantuku mengerjakan PR” katanya sambil menitikkan air mata. “pika, kenapa kamu tidak bilang kalau aku jahat?” tanyanya pelan sambil mengusap fotonya bersama Kwangmin. “aku jahat ya sama kamu pika, kamu kasih semua yang aku inginkan, tapi aku selalu membandingkanmu dengan Youngmin” katanya lagi. Dia menangis. “pika, kenapa kamu biarin aku sendirian?” katanya lagi.

            *flashback*

 

            “soyouuuu” suara Kwangmin melengking didepan rumah Ji Hyun saat jam masih menunjukkan jam 5 pagi dimusim panas. Ji Hyun membuka matanya dengan enggan lalu membuka jendela kamarnya. “pabo-ya!! Ini masih pagi! Dan jangan panggil aku Soyou!” namun Kwangmin hanya terkekeh dan mengacungkan setangkai mawar Pink. Ji Hyun tersenyum lebar lalu keluar. “happy B’day nae Soyou!” katanya sambil menyerahkan mawar pink dengan Kartu ucapan yang tersemat ditangkainya. Ji Hyun tersenyum lalu mengambil mawar itu. “gamsahamnida Kwangmin-ah” katanya sambil memukul dada Kwangmin pelan. “yak! Kenapa kamu tidak memanggilku dengan nama panggilan?” kata Kwangmin sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal/ “apa? Pabo?” kata Ji Hyun sambil menatap Kwangmin. “yang lain, bagusan dikit”. Ji Hyun berpikir sebentar. “pika? Pikachu? Abisnya kamu maniak sekali sama Pikachu” kata Ji Hyun sambil tertawa. “itu bagus” kata Kwangmin sambil tersenyum.

 

******

            “kamu tahu, hidup itu terkadang memang tidak sesuai dengan keinginanmu, aku ingat itu Pika, semua omonganmu, semua nasehatmu” kata Ji Hyun sambil mengusap nisan dihadapannya. “namun aku terlalu egois dan menutup mata. Aku selalu ingin semua yang kupikirkan bisa terwujud. Tapi aku tahu, itu mustahil bagiku” katanya lembut. “pika, maafkan aku yang selalu membandingkanmu dengan Youngmin. Kamu benar, kamu bukan dia, dan dia bukan kamu. Aku hanya mengaguminya saja” kata Ji Hyun sambil menghela napas. “terima kasih pika” katanya sambil berdiri. “aku akan mengunjungimu sesekali” katanya lalu terdiam. “jangan pernah berhenti untuk menemaniku, aku tahu, kamu selalu ada disampingku, saranghae pika” katanya sambil berlalu.

            Aku tahu semua yang kuinginkan tidak akan pernah semuanya tercapai.

            Aku tahu aku selalu menutup mataku untuk melihat apa yang didepanku.

            Pika, maafkan aku yang selalu egois kepadamu.

            Sepertinya kau sudah bosan mendengarnya.

            Tapi aku mohon untuk kali ini saja

\           Saranghae…